JENIS HADIS KEDUA: HADIS HASAN

655
JENIS HADIS KEDUA HADIS HASAN
JENIS HADIS KEDUA HADIS HASAN
Perkiraan waktu baca: 3 menit

Setelah menyebut hadis Sahih beserta definisinya, Syekh al-Baiquni rahimahullah langsung menyebut hadis hasan beserta definisinya dengan bait:

والَحسَنُ المَعْرُوْفُ طُرْقاً وَغَدَتْ … رِجَالُهُ لاَ كالصَّحِيْحِ اشْتَهَرَتْ

Terjemahannya:

Hadis hasan adalah hadis yang jalur-jalur (riwayatnya) diketahui (secara jelas) dan rijalnya (rawi-rawinya) masyhur, tetapi tidak seperti (masyhurnya) rawi-rawi hadis sahih.

Perlu diketahui bahwa Syekh al-Baiquni dalam definisi hadis hasan ini mengikuti definisi hadis hasan versi Imam al-Khathabi rahimahullah, dan bukan pandangan mayoritas ahli hadis yang muktamad.

Maksud dari definisi di atas adalah bahwa hadis hasan ini adalah hadis yang jalurnya dikenal atau diketahui secara jelas, sekaligus para rawinya masyhur. Definisi ini tidak tepat untuk hadis hasan, karena masih terlalu global dan ambigu, bahkan definisi hadis hasan yang ini juga mencakup hadis sahih, hadis daif, bahkan hadis maudhu’, lantaran jalur-jalur hadis-hadis ini secara umum juga terkenal dan para rawinya populer.

Definisi hadis hasan yang paling tepat adalah:

ما اتَّصّلّ سّنّدُه بِنَقْلِ عَدْلٍ خَفِيْفِ الضَّبْطِ, عنْ مِثْلِهِ إلَى مُنْتَهاهُ, مِنْ غَيْرِ شُذُوْذٍ وَلَا عِلَّةٍ

hadis yang sanadnya muttashil (bersambung), lewat nukilan seorang ‘adl (alim), lagi memiliki dhabt (penguasaan/hafalan hadis) yang kurang kuat, yang dia riwayatkan dari orang yang sepertinya, hingga akhir sanad, tanpa terdapat syudzudz, ataupun ‘illah (cacat tersembunyi) di dalamnya.

Dengan definisi ini, berarti definisi bahkan syarat-syarat hadis sahih hampir sama dengan hadis hasan, hanya saja yang membedakan keduanya adalah pada satu syarat, yaitu kekuatan hafalan rawinya. Kalau hadis sahih, kekuatan hafalan rawinya harus sangat kuat atau sempurna (taam al-dhabt), maka pada hadis hasan kekuatan hafalan rawinya kurang kuat (khafiif adh-dhabt), dia punya hafalan kuat tapi agak kurang kuat, sehingga derajatnya di bawah derajat rawi yang sangat kuat hafalannya.

Baca juga:  BAIT KE-19 DAN KE-20: HADIS MUDALLAS

Kurangnya kekuatan hafalan rawi hadis hasan ini bisa diperkirakan atau diumpamakan dalam permisalah berikut agar bisa lebih dipahami:

  • Misalnya dari 100 hadis yang ia riwayatkan, ada sekitar 25 % sampai 40 % dari hafalan itu yang dia tersalah di dalamnya. Ini bisa dianggap kurang kuat hafalannya dan dianggap sebagai shaduq atau yang sederajat dengannya, dan bukan sebagai rawi tsiqah.
  • Tetapi, kalau dari 100 hadis itu dia hanya salah di bawah kadar 25 %, maka orang itu kuat hafalannya, sia dianggap sebagai rawi tsiqah dan hadisnya bisa dianggap sahih. Bila dia jarang salah, atau salahnya cuma di bawah 5 % (karena tidak ada manusia yang sempurna), maka mereka sudah merupakan orang paling tsiqah (istilahnya: awtsaq al-naas, atau tsiqah tsabtun, atau atsbatun-naas, dll.) sebagaimana yang biasa dipelajari dalam Ilmu al-Jarh wa al-Ta’dil.
  • Namun, bila kesalahannya sekitar 50% maka rawi hadis itu akan disebut sebagai daif atau sayyi’ul-hifzh (rawi yang buruk hafalannya) dan hadisnya dilemahkan (daif), hanya saja masih bisa menjadi penguat (syahid) bagi hadis lain atau bisa dikuatkan hadis lain yang setara dengannya.
  • Adapun kalau kesalahan rawi dalam hadis-hadisnya sudah mencapai 60% ke atas, maka rawi tersebut akan disebut sebagai dha’if jiddan (lemah sekali) atau matruk (rawi yang ditinggalkan) lantaran hadis-hadis yang diriwayatkannya sudah tidak lagi dipercayai kevalidannya, dan dihukumi sebagai dha’if jiddan.

Ini hanya sebagai permisalan.

Bagaimana para ahli hadis bisa mengetahui si rawi A kuat hafalannya, dan si rawi B kurang kuat hafalannya, dan si rawi C daif atau lemah hafalannya?

Caranya adalah mereka membandingkan antara hadis-hadis rawi tersebut dengan hadis-hadis yang sama yang dimiliki rawi-rawi tsiqah lainnya. Bila dia banyak menyepakati hadis-hadis rawi-rawi tsiqah tersebut maka dia dianggap tsiqah juga. Namun, bila menyelesihi mereka dalam beberapa hadis maka akan dianggap shaduq, atau la ba’sa bihi, atau laisa bihi ba’s. Apabila bila banyak menyelisihi maka akan dianggap daif hafalannya, atau sayyi’ul-hifdzh.

Hadis hasan terbagi dalam dua jenis, yaitu:

  • Hadis hasan li dzatihi. Definisinya adalah yang sudah kita bahas di atas, yaitu: hadis yang sanadnya muttashil (bersambung), lewat nukilan seorang ‘adl (alim), lagi memiliki dhabt (penguasaan/hafalan hadis) yang kurang kuat, yang dia riwayatkan dari orang yang sepertinya, hingga akhir sanad, tanpa terdapat syudzudz, ataupun ‘illah (cacat tersembunyi) di dalamnya.
Baca juga:  BAIT KE-17 DAN KE-18: HADIS MUNQAṬI’ DAN HADIS MU’ḌAL

Bila ada hadis dengan derajat hasan li dzatihi, lalu datang hadis hasan li dzatihi lain yang agak mirip dengan lafal atau makna hadis itu maka ketika hadis-hadis yang hasan li dzatihi itu digabungkan, ia akan berubah menjadi hadis sahih li gairihi. Wallahualam.

  • Hadis hasan li gairihi. Yaitu hadis daif yang diriwayatkan oleh rawi daif yang sisi kelemahannya tidak parah (bukan dha’if jiddan) bila dikuatkan oleh hadis daif lainnya yang sederajat dengannya atau lebih kuat darinya.
Subscribe
Notify of
guest
0 Komentar
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments