Pertanyaan:
Bismillah. Kami pernah salat Tarawih di daerah Sumatera Barat, di mana jemaah di sana salat Tarawih dengan jumlah empat rakaat dengan satu kali salam (satu kali tasyahud). Sementara pada umumnya kami sering mendapatkan dua rakaat dengan satu kali salam. Apakah ada hadis tentang tuntunannya? Yang manakah lebih utama, Ustaz? Baarakallahu fiikum
(Nurdin di Gowa, Sulawesi Selatan).
Jawaban:
Dijawab oleh: Lukmanul Hakim, Lc., M.A.
Bismillah, wash-salatu was-salamu ‘alai khairi khalqillah, amma ba’d. Hayyakallahu wa baraka fik.
Praktek salat Tarawih yang Anda tanyakan berdasarkan pada hadis ‘Aisyah radiyallahu ‘anha ketika ditanya terkait sifat salat malam Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau mengatakan,
مَا كَانَ يَزِيدُ فِي رَمَضَانَ وَلَا فِي غَيْرِهِ عَلَى إِحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَةً، يُصَلِّي أَرْبَعَ رَكَعَاتٍ فَلَا تَسْأَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ وَطُولِهِنَّ، ثُمَّ يُصَلِّي أَرْبَعًا فَلَا تَسْأَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ وَطُولِهِنَّ، ثُمَّ يُصَلِّي ثَلَاثًا
“Bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam salat malam di bulan Ramadhan dan di luar bulan Ramadhan tidak lebih dari sebelas rakaat, beliau salat empat rakaat, maka jangan engkau tanyakan tentang keindahannya dan panjangnya (bacaannya), kemudian salat empat rakaat lagi, maka jangan engkau tanyakan tentang keindahannya dan panjangnya (bacaannya), kemudian beliau salat tiga rakaat.” (H.R. al-Bukhari (3569) dan Muslim (738))
Secara zhahir, hadis ini menunjukkan tentang sifat salat malam Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahwa beliau salat empat rakaat dengan sekali salam.
Oleh karena itu, sebagian ulama membolehkan melakukan salat lail (termasuk juga salat Tarawih) dengan cara empat rakaat empat rakaat dengan sekali salam, Al-‘Iraqi mengutip pendapat Abu Hanifah terkait masalah ini,
وَقَالَ أَبُو حَنِيفَةَ الْأَفْضَلُ أَنْ يُصَلِّيَ أَرْبَعًا أَرْبَعًا وَإِنْ شَاءَ رَكْعَتَيْنِ وَإِنْ شَاءَ سِتًّا وَإِنْ شَاءَ ثَمَانِيًا وَتُكْرَهُ الزِّيَادَةُ عَلَى ذَلِكَ.
“Dan Abu Hanifah berpendapat bahwa yang paling utama adalah melaksanakan salat malam empat rakaat empat rakaat, dan boleh dua rakaat-dua rakaat, dan juga boleh enam rakaat- enam rakaat, bahkan boleh delapan rakaat-delapan rakaat, adapun jika lebih dari itu maka hukumnya makruh.” (Tharhut Tatsrib, 3/74)
Ini penjelasan terkait hadis yang menjadi landasan salat Tarawih dengan cara empat rakaat empat rakaat dengan sekali salam.
Adapun pertanyaan Anda terkait sifat salat malam yang paling baik, maka menurut saya yang terbaik adalah salat malam dengan cara dua rakaat-dua rakaat, disebabkan karena beberapa faktor:
- Untuk memahami hadis Rasulullah shallallahu ‘alaih wa sallam secara utuh, harus dikumpulkan hadis-hadis dalam satu bab. Dalam bab “Tatacara Salat Malam”, ada beberapa hadis dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam terkait masalah ini, di antaranya:
a. hadis Aisyah radiyallahu ‘anha di atas, bahwa Nabi melakukan salat malam empat rakaat-empat rakaat;
b. hadis Aisyah radiyallahu ‘anha bahwa Rasulullah melakukannya dua rakaat-dua rakaat, beliau mengatakan,
كَانَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم يُصَلِّي فِيمَا بَيْنَ أَنْ يَفْرَغَ مِنْ صَلاَةِ اْلعِشَاءِ وَهِيَ الَّتِي يَدْعُو النَّاسُ اْلعَتَمَةَ إِلَى اْلفَجْرِ اِحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَةً يُسَلِّمُ مَا بَيْنَ كُلِّ رَكْعَتَيْنِ وَيُوتِرُ بِوَاحِدَةٍ
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan salat antara bakda salat Isya –yang biasa populer dengan nama ‘Atamah– sebanyak sebelas rakaat, beliau melakukan salam setiap dua rakaat, dan melakukan salat witir dengan satu rakaat.” (H.R. Muslim, 736);
c. hadis Abdullah bin Umar, beliau mengatakan,
أَنَّ رَجُلًا سَأَلَ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم عَنْ صَلَاةِ اللَّيْلِ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ عَلَيْهِ السَّلَام صَلَاةُ اللَّيْلِ مَثْنَى مَثْنَى فَإِذَا خَشِيَ أَحَدُكُمْ الصُّبْحَ صَلَّى رَكْعَةً وَاحِدَةً تُوتِرُ لَهُ مَا قَدْ صَلَّى
“Bahwa seorang laki-laki bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang salat malam, Rasulullah bersabda, ‘Salat malam dua rakaat-dua rakaat, jika seorang di antara kalian khawatir datang waktu subuh, maka hendaknya ia salat satu rakaat, untuk mengganjilkan jumlah rakaat yang telah ia lakukan’.” (H.R. Bukhari, 990, dan Muslim, 749);
d. hadis Abdullah bin Abbas radiyallahu ‘anhuma ketika beliau menginap di rumah Ummul Mukminin Maimunah (bibi Ibnu Abbas), beliau mengatakan tentang sifat salat malam Rasulullah,
فَصَلَّى رَكْعَتَيْنِ ثُمَّ رَكْعَتَيْنِ ثُمَّ رَكْعَتَيْنِ ثُمّ رَكْعَتَيْنِ ثُمَّ رَكْعَتَيْنِ ثُمَّ رَكْعَتَيْنِ ثُمَّ أَوْتَرَ
“Maka beliau salat dua rakaat, kemudian salat dua rakaat, kemudian salat dua rakaat, kemudian salat dua rakaat, kemudian salat dua rakaat, kemudian salat dua rakaat, kemudian beliau witir.” (H.R. Muslim, 763);
e. demikian juga dengan hadis Zaid bin Khalid al-Juhani radiyallahu ‘anhu terkait sifat salat malam Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, bahwa beliau melaksanakan salat malam dua rakaat-dua rakaat sebagaimana dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim (765).
Akumulasi dari hadis-hadis di atas, dapat disimpulkan bahwa sifat salat malam Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam adalah melaksanakannya dengan dua rakaat-dua rakaat. Adapun hadis Ummul Mukminin, Aisyah radiyallahu ‘anha, yang memaparkan bahwa salat malam empat rakaat-empat rakaat mirip dengan hadis Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dalam hadis ‘Ashim bin Dhamrah,
كان النبي صلى الله عليه وسلم يصلي قبل الظهر أربعا وبعدها ركعتين
“Bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melaksanakan salat (sunah) sebelum salat Duhur empat rakaat, dan melaksanakan salat sunah setelahnya dua rakaat.” (H.R. Tirmidzi , 424)
Hadis di atas dengan gamblang memaparkan bahwa salat qabliyah Duhur empat rakaat, namun secara teknis, tatacara pelaksanaanya bukan dengan empat rakaat dengan sekali salam, namun dengan empat rakaat dengan dua kali salam. Oleh karena itu, Imam Tirmidzi mengomentari hadis di atas dengan mengatakan,
وقال بعض أهل العلم صلاة الليل والنهار مثنى مثنى يرون الفصل بين كل ركعتين وبه يقول الشافعي وأحمد
“Dan sebagian ulama berpendapat bahwa salat malam dan siang dua rakaat dua rakaat, mereka memandang adanya pemisahan (dengan salam) setiap antara dua rakaat, itu adalah pendapat Imam Syafi’i dan Imam Ahmad.” Dan pendapat ini juga yang dijelaskan oleh Ibnu Khuzaimah di dalam Shahih-nya (2/215) cetakan al-Maktab al-Islami. Oleh karena itu, hadis Aisyah di atas dibawa dalam pengertian bahwa Rasulullah melakukannya dua rakaat-dua rakaat, dan beliau beristirahat setiap rakaat.
2. Teknis salat malam dua rakaat-dua rakaat adalah pendapat mayoritas para ulama. Al-‘Iraqi mengatakan,
فِيهِ أَنَّ الْأَفْضَلَ فِي نَافِلَةِ اللَّيْلِ أَنْ يُسَلِّمَ مِنْ كُلِّ رَكْعَتَيْنِ وَهُوَ قَوْلُ مَالِكٍ وَالشَّافِعِيِّ وَأَحْمَدَ وَأَبِي يُوسُفَ وَمُحَمَّدٍ وَالْجُمْهُورِ وَرَوَاهُ ابْنُ أَبِي شَيْبَةَ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ وَالْحَسَنِ الْبَصْرِيِّ وَسَعِيدِ بْنِ جُبَيْرٍ وَعِكْرِمَةَ مَوْلَى ابْنِ عَبَّاسٍ وَسَالِمِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ وَمُحَمَّدِ بْنِ سِيرِينَ وَإِبْرَاهِيمَ النَّخَعِيّ وَغَيْرِهِمْ وَحَكَاهُ ابْنُ الْمُنْذِرِ عَنْ اللَّيْثِ بْنِ سَعْدٍ وَحَكَاهُ ابْنُ عَبْدِ الْبَرِّ عَنْ ابْنِ أَبِي لَيْلَى وَأَبِي ثَوْرٍ وَدَاوُد وَقَالَ التِّرْمِذِيُّ فِي جَامِعِهِ وَالْعَمَلُ عَلَى هَذَا عِنْدَ أَهْلِ الْعِلْمِ أَنَّ صَلَاةَ اللَّيْلِ مَثْنَى مَثْنَى وَهُوَ قَوْلُ سُفْيَانَ الثَّوْرِيِّ وَابْنِ الْمُبَارَكِ وَالشَّافِعِيِّ وَأَحْمَدَ وَإِسْحَاقَ..
“Dan di antara kesimpulan yang dapat dipetik dari hadis ini, bahwa yang paling afdal dalam pelaksaan salat malam, hendaknya bersalam setiap dua rakaat, ini adalah pendapat Malik dan Syafi’i dan pendapat mayoritas ulama…. Dan Imam Tirmidzi mengatakan dalam Jami’-nya, ‘Bahwa inilah yang dipraktekkan oleh para ulama selama ini, bahwa salat malam dua rakaat duat rakaat’.” (Tharh Tatsrib, 3/74)
Adapun salat malam yang boleh dalam pelaksanaannya adalah lima rakaat sekaligus dalam satu salam, atau melaksanakan empat rakaat dengan sekali salam kemudian ditambah dengan satu rakaat adalah salat witir1.
Hadis-hadis yang menjelaskan terkait dengan salat lima rakaat, atau tujuh rakaat, atau sembilan rakaat dengan satu kali salam atau dua kali salam (salat empat rakaat dengan sekali salam kemudian ditambah satu rakaat lagi), dibawa kepada teknis pelaksanaan salat witir. Oleh karena itu, sebagian ulama memasukkan hadis tersebut dalam bab salat witir. Ibnu Majah mengatakan,
باب ما جاء في الوتر بثلاث وخمس وسبع وتسع
“Bab (hadis-hadis) tentang salat witir dengan tiga dan lima dan tujuh dan Sembilan.” (Sunan Ibnu Majah)
Demikian juga dengan al-Baihaqi, belau menyebutkan,
باب الوتر بتسع ركعات أو بسبع لا يجلس إلا في الآخريين منهن ولا يسلم إلا في الآخرة
“Bab ‘witir dengan sembilan rakaat atau tujuh rakaat tidak duduk tasyahud kecuali pada dua rakaat terakhir, dan tidak melaksanakan salam kecuali di rakaat terakhir’.” (Ma’rifatus Sunan wa al-Atsar)
Wallahu a’lam bish-shawab.