HUKUM MENINGGALKAN SALAT (BAGIAN KEDUA)

153
HUKUM MENINGGALKAN SALAT (BAGIAN KEDUA)
Perkiraan waktu baca: 2 menit

وَعَنْ بُرَيْدَةَ بْنِ الْحُصَيْب قَالَ، قَالَ رَسُولُ الله صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: ((الْعَهْدُ الَّذِي بَيْنَنَا وَبَيْنَهُمُ الصَّلَاةُ فَمَنْ تَرَكَهَا فَقَدْ كَفَرَ)). رَوَاهُ أَحْمَدُ، وَابْنُ مَاجَه، وَالنَّسَائِيُّ، وَابْنُ حِبَّان، وَالتِّرْمِذِيُّ، وَالْحَاكِمُ وَصَحَّحَاهُ. وَقَالَ هَبَةُ اللهِ الطَّبَرِيُّ: هُوَ صَحِيْحٌ عَلَى شَرْطِ مُسْلِمٌ

Artinya:

Dari Buraidah bin al-Ḥuṣaib[1], dia berkata, “Rasulullah ﷺ bersabda, ‘Perjanjian (komitmen) antara kita dan mereka adalah salat, siapa meninggalkannya sungguh dia telah kafir’.” Hadis ini diriwayatkan oleh Aḥmad, Ibnu Mājah, al-Nasā’i, Ibnu Ḥibbān dan Tirmiżi serta al-Ḥākim yang menyahihkannya. Habatullāh al-Ṭabari berkata, “Ia adalah hadis yang sahih sesuai syarat Muslim.”[2]

Daftar Isi:

Kosa kata hadis:

  1. (الصَّلَاةُ) al-alif dan al-lām pada kata salat bisa menunjukkan al-jinsi atau al-‘ahdu. Jika ia adalah al-‘ahdu maka salat yang ma’hūdah yaitu salat lima waktu.
  2. Sabda Nabi ﷺ, “Perjanjian (komitmen) antara kita dan mereka . . . .”, maksud ḍamīr “mereka” adalah orang-orang dari golongan munafik.[3]

Makna hadis:

Buraidah bin al-Ḥuṣaib t meriwayatkan bahwa Rasulullah ﷺ pernah mengatakan bahwa kedudukan orang-orang munafik pada hakikatnya adalah seperti orang-orang kafir yang mesti diperangi. Namun, karena mereka masih melaksanakan salat maka darah mereka masih terjaga, sebagaimana kaum mu’ahad (orang kafir yang ada perjanjian damai dengan Nabi ﷺ) yang tidak boleh diperangi.

Seandainya kaum munafik tersebut tidak lagi melaksanakan ibadah salat, niscaya mereka sudah diperangi sebagaimana kaum yang tidak ada perjanjian damai dengan mereka.[4]

Faedah dan istinbat dari hadis:

  1. Hadis tersebut juga menjadi hujah bagi ulama yang berpendapat bahwa seseorang yang meninggalkan dan tidak melaksanakan salat dihukumi sebagai kafir. [5]

‘Abdullāh bin Syaqīq al-‘Uqaili – seorang tabiin – pernah berkata,

Baca juga:  BEBERAPA PERSIAPAN MENGHADIRI SALAT JUMAT

كَانَ أَصْحَابُ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا يَرَوْنَ شَيْئًا مِنَ الأَعْمَالِ تَرْكُهُ كُفْرٌ غَيْرَ الصَّلَاةِ

“Para sahabat Nabi ﷺ tidak memandang amalan apapun jika ditinggalkan seseorang menjadi kafir, kecuali ibadah salat.”[6]

  1. Makna “siapa meninggalkannya” dalam hadis tersebut tidaklah bersifat umum dan mutlak, akan tetapi maknanya adalah meninggalkan salat dengan sengaja. Oleh karena itu, siapa meninggalkan salat karena lupa atau tertidur maka tidak masuk dalam ancaman tersebut.[7]

 

 


Footnote:

[1] Telah disebutkan biografi singkatnya pada syarah hadis nomor 66.

[2] H.R. Aḥmad (22937), Ibnu Mājah (1079), al-Nasā’i (1/231), Ibnu Ḥibbān (1454), Tirmiżi (2621), al-Ḥākim (1/6-7).

[3] Abū al-Faḍl Zainuddīn ‘Abdurrahīm bin al-Husain al-‘Irāqi (w. 806 H). Ṭarhu al-Taṡrīb fī Syarḥ  al-Taqrīb. al-Taba’ah al-Miṣriyyah. Jilid 2, hlm. 145.

[4] Muḥammad bin ‘Abdurraḥmān al-Mubarakfurī (w.1353 H). Tuḥfah al-Aḥważī bi Syarḥi Jāmi’ al-Tirmiżi. Dār al-Kutub ‘Ilmiyyah, Bairūt. Jilid 7, hlm. 309.

[5] Abū al-Faḍl Zainuddīn al-‘Iraqī. Op. Cit. Jilid 2, hlm. 146.

[6] H.R. Tirmiżi (2622). Sanad aṡar tersebut disahihkan oleh al-‘Iraqī.

[7] Abū al-Faḍl Zainuddīn al-‘Iraqī. Op. Cit. Jilid 2, hlm. 149.

Subscribe
Notify of
guest
1 Komentar
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
Raden Ajeng Luluk Purwicendani

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
كِتَابُ الْحَيْضِ وَقَوْلِ اللهِ تَعَالَى:

﴿وَيَسْأَلُونَكَ عَنِ الْمَحِيضِ قُلْ هُوَ أَذًى فَاعْتَزِلُوا النِّسَاءَ فِي الْمَحِيضِ﴾ إِلَى قَوْلِهِ ﴿وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِينَ﴾

بَابٌ: كَيْفَ كَانَ بَدْءُ الْحَيْضِ وَقَوْلِ النَّبِيِّ -صلى الله عليه وعلى آله وسلم- :
هَذَا شَيْءٌ كَتَبَهُ اللهُ عَلَى بَنَاتِ آدَمَ، وَقَالَ بَعْضُهُمْ: كَانَ أَوَّلُ مَا أُرْسِلَ الْحَيْضُ عَلَى بَنِي إِسْرَائِيلَ قَالَ أَبُو عَبْدِ اللهِ وَحَدِيثُ النَّبِيِّ -صلى الله عليه وعلى آله وسلم- أَكْثَرُ
٢٩٤ – حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ عَبْدِ اللهِ قَالَ: حَدَّثَنَا سُفْيَانُ قَالَ: سَمِعْتُ عَبْدَ الرَّحْمَنِ بْنَ الْقَاسِمِ قَالَ: سَمِعْتُ الْقَاسِمَ بْنَ مُحَمَّدٍ
يَقُولُ: سَمِعْتُ عَائِشَةَ تَقُولُ: «خَرَجْنَا لَا نَرَى إِلَّا الْحَجَّ، فَلَمَّا كُنَّا بِسَرِفَ حِضْتُ، فَدَخَلَ عَلَيَّ رَسُولُ اللهِ -صلى الله عليه وعلى آله وسلم- وَأَنَا أَبْكِي، قَالَ: مَا لَكِ، أَنُفِسْتِ؟. قُلْتُ: نَعَمْ، قَالَ: إِنَّ هَذَا أَمْرٌ كَتَبَهُ اللهُ عَلَى بَنَاتِ آدَمَ، فَاقْضِي مَا يَقْضِي الْحَاجُّ، غَيْرَ أَنْ لَا تَطُوفِي بِالْبَيْتِ. قَالَتْ: وَضَحَّى رَسُولُ اللهِ -صلى الله عليه وعلى آله وسلم- عَنْ نِسَائِهِ بِالْبَقَرِ».

Dari sini saya dapat merasakan larangan Allah terhadap hamba perempuan-Nya agar jangan meminum obat yang akibatnya mengotak-atik waktu haidh entah jadi mundur ataupun maju, begitu pun juga tanggal 1 bulan haram jangan sampai diotak-atik maju-mundurnya juga karena Allah Berfirman;

.
وإن الذين اختلفوا فى الكتاب لفي شقاق بعيد
.

Ustadz! Aku haidh!

Apa yang diwajibkan bagiku?

Silakan jawab dengan postingan lagi.

(Rahasikan komentarku)

Last edited 1 year ago by Raden Ajeng Luluk Purwicendani