HADIS PERTAMA: KAUM YAHUDI MENGOLOK-OLOK PERINTAH ALLAH TA’ALAPerkiraan waktu baca: 2 menit

70
Hadis Pertama

40 HADIS TENTANG CELAAN TERHADAP YAHUDI(1)

REDAKSI HADIS:

عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رضي الله عنه قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم: ‌قِيلَ ‌لِبَنِي ‌إِسْرَائِيلَ: ﴿ادْخُلُوا الْبَابَ سُجَّدًا وَقُولُوا حِطَّةٌ نَغْفِرْ لَكُمْ خَطَايَاكُمْ﴾ [سورة البقرة: 58]. فَبَدَّلُوا، فَدَخَلُوا يَزْحَفُونَ عَلَى أَسْتَاهِهِمْ، وَقَالُوا: حَبَّةٌ فِي شَعَرَةٍ

Artinya : Dari Abu Hurairah radhiyallahu ’anhu dia berkata Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam bersabda, “Dikatakan kepada Bani Israil: ‘Masuklah kamu pintu itu (gerbang Baitulmaqdis) sambil membungkuk, dan ucapkanlah: Hiththah (hapuskanlah dosa-dosa kami), niscaya Kami ampuni kesalahan-kesalahan kalian.’ (QS. Al-Baqarah, ayat 58). Tetapi mereka menggantinya; mereka masuk dengan merangkak di atas pantat mereka, dan mereka berkata: ‘Habbah fi Sya‘rah’ (sebutir gandum di sehelai rambut).”

TAKHRIJ HADIS:

Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Bukhari dalam kitabnya al-Shahih; kitab Tafsir Surah al-A’raf, bab Firman Allah (artinya): “Katakanlah ‘Hiththah’”, no. 4641. Imam Muslim juga meriwayatkannya dalam kitabnya al-Shahih; kitab Tafsir, no. 3015.

KOSAKATA DAN SYARAH HADIS:

 سُجَّدًا: Membungkuk dengan bentuk sujud, maksudnya merendah kepada Allah Ta‘ala dengan penuh ketaatan dan syukur.

 قُولُوا حِطَّةٌ: Ucapkanlah hiththah, maksudnya “hapuslah dari kami dosa-dosa kami.”

 فَبَدَّلُوا: Mereka mengubah lafaz hiththah lalu berkata hinthah (gandum), sebagai bentuk penghinaan terhadap perintah Allah Ta‘ala.

حَبَّةٌ فِيْ شَعْرَةٍ: Sebutir gandum di sehelai rambut, tidak ada maksud mereka dari ucapan ini yang tidak memiliki makna, melainkan hanya sebagai ejekan dan penentangan.

FAEDAH DAN PELAJARAN HADIS:

  1. Pelajaran utama dari hadis ini menunjukkan bahwa siapa pun yang diperintah oleh Allah ﷻ untuk melaksanakan suatu ucapan atau perbuatan, lalu ia melakukannya dengan cara yang tidak sesuai dengan kehendak-Nya, maka ia termasuk ke dalam golongan orang-orang yang mengubah dan menentang perintah Allah. Dengan demikian, ia berhak memperoleh hukuman, baik di dunia maupun di akhirat.
  2. Sikap Bani Israil terhadap perintah Allah dicirikan dengan perlawanan, kesombongan, dan keangkuhan. Jika mereka berani bersikap demikian kepada Allah ﷻ, maka tidak diragukan lagi bahwa perlakuan mereka terhadap sesama manusia dan makhluk lainnya lebih keras dan lebih buruk.
  3. Keterangan tentang Bani Israil dalam hubungannya dengan tanah suci dan masjidnya mengandung makna bahwa relasi mereka senantiasa diliputi penentangan, kedurhakaan, dan penolakan. Adapun seorang hamba yang taat, memahami hukum-hukum Allah, syariat-Nya, serta hal-hal yang disucikan-Nya, maka sikapnya adalah penuh penghormatan, pengagungan, dan pemuliaan; bukan dengan meremehkan, mengejek, atau berlaku sombong terhadapnya.
  4. Perbuatan buruk tersebut telah disebutkan oleh Allah ﷻ dalam dua tempat di dalam Al-Qur’an(2) dengan variasi redaksi, ragam rincian, dan gaya bahasa yang berbeda. Hal ini bertujuan untuk memperjelas kondisi mereka, menyingkap perilaku mereka, sekaligus memberikan peringatan agar umat Islam tidak mengikuti jejak mereka.
  5. Apakah layak bagi kaum tersebut memperoleh kehormatan kota suci (Baitulmaqdis) atau masjidnya yang penuh berkah (masjid al-Aqsha) yang mereka masuki dengan sikap meremehkan, duduk di tempat-tempat mereka seraya mengejek, melontarkan ungkapan-ungkapan penghinaan yang sebagian ahli tafsir pun merasa kesulitan dalam menafsirkan maksudnya?!
  6. Sesungguhnya tindakan dan ucapan yang timbul dari kalangan Yahudi itu merupakan bentuk tasyri‘ (pembuatan aturan) dan bid‘ah dalam agama. Hal ini disebabkan oleh kebiasaan kaum Yahudi yang kerap memasukkan ke dalam agama mereka hal-hal yang sama sekali tidak terdapat dalam syariat salah seorang nabi mereka; seperti tarian dan nyanyian yang kemudian dijadikan bagian dari ritual ibadah mereka, serta tata cara peribadatan yang bersumber dari tradisi mereka sendiri dan dengannya mereka mengklaim beribadah kepada Allah.
  7. Sesungguhnya yang paling berhak terhadap masjid yang diberkahi ini (masjid al-Aqsha) adalah mereka yang menegakkan syariatnya, mengagungkan syiar-syiarnya, dan menjaga kemurnian akidahnya; bukan mereka yang memasukinya dengan kesombongan, penuh ejekan, dan sikap keras kepala.
Baca juga:  HADIS KEDUA: KAUM YAHUDI MENDAPATI PENYEBUTAN NABI MUHAMMAD SHALLALLAHU ALAIHI WASALLAM DALAM KITAB TAURAT, NAMUN MEREKA TIDAK BERIMAN KEPADANYA

(1) Tulisan ini diterjemahkan dan disarikan dari buku al-Ahādīts al-Arba‘ūn fī Dzammi al-Yahūd dan syarahnya al-Syāfī fī Ahādīts al-Arba‘īn fī Dzammi al-Yahūd, keduanya merupakan karya Syekh Dr. Jihād Jamīl al-‘Āyisy, ḥafiẓahullāh.

(2) Dalam Q.S. Al-Baqarah, ayat 58 dan Q.S. Al-A’rāf, ayat 161.

Subscribe
Notify of
guest
0 Komentar
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments