BEBERAPA FIKIH PUASA DAN HUKUM TERKAIT RAMADAN (BAGIAN KETUJUH)Perkiraan waktu baca: 1 menit

ke7
ke7

BEBERAPA FIKIH PUASA DAN HUKUM TERKAIT RAMADAN[1] (BAGIAN KETUJUH)

Ibadah Sepuluh Malam Terakhir dan Iktikaf

💎 Fokusnya Nabi ﷺ untuk beriktikaf dalam sepuluh hari terakhir Ramadan, meskipun beliau mengurus pemerintahan Islam, memberikan fatwa, dan seluruh umat membutuhkannya, adalah bukti bahwa kepentingan lain sebaiknya ditunda demi ibadah di hari-hari tersebut.

💎 Menghidupkan seluruh malam dengan salat di sepuluh hari terakhir adalah petunjuk Nabi ﷺ. Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata, “Nabi shallallahu alaihi wasallam mencampur dua puluh malam pertama dengan salat dan tidur. Namun, ketika memasuki sepuluh hari terakhir, beliau bersungguh-sungguh dan mengencangkan sarungnya.”[2]

💎 Disunahkan bagi wanita untuk menghidupkan malam di rumahnya sebagaimana laki-laki melakukannya di masjid. Sebab, Nabi ﷺ ketika memasuki sepuluh hari terakhir Ramadan, beliau mengencangkan sarungnya, menghidupkan malamnya, dan membangunkan keluarganya.

💎 Wanita yang tidak bisa salat karena haid tetap dianjurkan untuk duduk di tempat ibadahnya pada malam-malam sepuluh terakhir tanpa salat. Ia dapat membaca, berzikir, dan berdoa kepada Allah. Diharapkan ia tetap mendapatkan pahala sepuluh hari terakhir dan malam Lailatul Qadar.

💎 Orang yang tidak mampu menghidupkan malam-malam sepuluh terakhir karena uzur, seperti pekerjaan berat yang tidak memberinya libur, jika ia salat Isya dan Subuh secara berjamaah, maka ia tetap mendapatkan pahala menghidupkan malam-malam tersebut serta meraih keutamaan Lailatul Qadar. Hal ini diriwayatkan secara sahih dari Ibnu al-Musayyib dan lainnya rahimahumullah. Karunia Allah itu luas.

💎 Tampak dari sunah bahwa pendapat Said bin al-Musayyib rahimahullah didukung oleh dalil, dan ini adalah pendapat yang sangat tepat. Karunia dan rahmat Allah azza wajalla lebih luas dan tidak berbatas.

Baca juga:  BEBERAPA FIKIH PUASA DAN HUKUM TERKAIT RAMADAN (BAGIAN KEDELAPAN)

💎 Seseorang yang memasuki masjid, baik laki-laki maupun wanita, sebaiknya berniat iktikaf, meskipun hanya sebentar. Diriwayatkan dari Ya‘la bin Umayyah radhiyallahu anhu, salah seorang sahabat, bahwa ia beriktikaf selama satu jam. Selain itu, terdapat riwayat yang menyebutkan iktikaf selama satu malam sebagai amalan yang disunahkan.

💎 Barang siapa yang tidak mampu beriktikaf selama sepuluh hari terakhir, maka hendaknya ia beriktikaf pada malam-malam ganjil. Jika tidak mampu, maka hendaknya ia beriktikaf pada malam ke-27. Jika masih tidak mampu, maka hendaknya ia beriktikaf meskipun hanya sebentar. Diriwayatkan bahwa salah seorang sahabat yang bernama Ya‘la bin Umayyah radhiyallahu anhu pernah beriktikaf selama satu jam.


Footnote:

[1] Dipilih dan disadur serta diterjemahkan dari kitab Suthur min al-Naql wa al-‘Aql wa al-Fikr (Kumpulan Tweet al-Syaikh al-Muhaddits Abdul Aziz bin Marzuq al-Tharifi –hafizhahullah-)

[2] H.R. Ahmad (no. 25136).

Subscribe
Notify of
guest
0 Komentar
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments