BEBERAPA FIKIH PUASA DAN HUKUM TERKAIT RAMADAN[1] (BAGIAN KEEMPAT)
Pembatal Puasa dan Hal yang Tidak Membatalkannya
π Segala sesuatu yang tidak sampai ke lambung dan tidak berfungsi seperti sesuatu yang masuk ke dalamnya tidak membatalkan puasa, seperti yang hanya mencapai paru-paru saja, contohnya nebulizer (obat uap asma), wewangian, asap dupa, dan mencium aroma makanan.
π Puasa tidak batal karena air liur, begitu pula dengan bersiwak (menggunakan kayu siwak meskipun basah ataupun sikat gigi), pasta gigi, serta tetes telinga, tetes mata, celak dan muntah menurut pendapat yang sahih.
π Di antara hal-hal yang tidak membatalkan puasa adalah pemeriksaan darah menurut pendapat yang lebih kuat, suntikan intramuskular (pada otot seperti vaksin), penggunaan oksigen, mimpi basah, menelan air liur, dan sisa makanan yang masih ada di mulut setelah imsak.
π Termasuk hal yang tidak membatalkan puasa adalah luka seperti darah dari gusi dan gigi selama tidak masuk ke dalam lambung, serta suntikan anestesi lokal dan enema (suntikan dubur).
π Diperbolehkan bagi orang yang berpuasa untuk mencicipi makanan dan mengeluarkannya kembali, seperti berkumur. Hal ini diberikan keringanan oleh sekelompok ulama, seperti Ibnu Abbas radhiyallahu anhuma, yang membolehkan mencicipi makanan yang ingin dibeli. Al-Hasan Al-Basri juga pernah mengunyahkan kacang untuk cucunya sementara ia sedang berpuasa.
π Merokok membatalkan puasa karena asapnya sengaja dikumpulkan di mulut dan sebagian besarnya mencapai lambung. Oleh karena itu, para dokter sepakat bahwa rokok menjadi salah satu penyebab kanker lambung dan iritasi lambung, sehingga orang ArabΒ menyebut merokok sebagai syurb (minum).
Footnote:
[1] Dipilih dan disadur serta diterjemahkan dari kitab Suthur min al-Naql wa al-βAql wa al-Fikr (Kumpulan Tweet al-Syaikh al-Muhaddits Abdul Aziz bin Marzuq al-Tharifi –hafizhahullah-)