BAIT KE-24: HADIS MU’ALLAL

730
BAIT KE HADIS MUALLAL
Perkiraan waktu baca: 3 menit

SYARAH MUDAH MATAN AL-BAIQŪNI[1]
BAIT KE-24: HADIS MU’ALLAL

Imam al-Baiqūni:

ومَا بِعِلَّةٍ غُمُوضٍ أَوْ خَفَا … مُعَلَّلٌ عِنْدَهُمُ قَدْ عُرِفَا

Artinya:
“Hadis yang memiliki ilat yang samar atau tersembunyi disebut mu’allal menurut pengertian mereka (ahli hadis).”

Daftar Isi:

Definisi:

Al-mu’allal[2], dengan lam fatah bertasydid, adalah hadis yang pada sanad atau matannya terdapat ilat (cacat) yang dapat merusak kesahihannya sedang secara zahir hadis tersebut terbebas dari ilat tersebut.

Al-Ḥākim dalam Ma’rifah ‘Ulūm al-Ḥadīṡ[3] menyebutkan sepuluh jenis ilat beserta contohnya dan berkata pada bagian akhirnya, “Kami telah menyebutkan sepuluh jenis ilat hadis dan masih ada jenis-jenis lain yang kami belum sebutkan. Saya memilih untuk tidak menyebut kecuali hadis yang sanadnya memiliki ilat beserta contohnya dan hadis yang matannya memiliki ilat beserta contohnya agar tidak terlalu panjang agar mudah dan ringan (untuk dipelajari).

Faedah:

Cara untuk mengetahui hadis mu’allal adalah dengan mengumpulkan seluruh jalurnya, kemudian memerhatikan perbedaan rawi-rawinya, melakukan perbandingan dalam hal kedabitan dan sifat itqān mereka, kemudian melakukan penilaian terhadap riwayat yang memiliki ilat.[4]

Contoh:

  1. Hadis yang mua’allal sanadnya

Hadis Ya’la bin ‘Ubaid dari al-Ṡauri dari ‘Amr bin Dīnār dari Ibn ‘Umar secara marfuk,

البَيِّعَانِ بِالخِيَارِ[5]

Artinya:
“Penjual dan pembeli memiliki hak khiyār.”

Ya’la telah keliru dalam menerima dari Sufyān al-Ṡauri dalam perkataannya “’Amr bin Dīnār” padahal yang benar adalah “‘Abdullāh bin Dīnār.” Oleh karena itu, sanad ini mu’allal disebabkan galat (kekeliruan) tersebut padahal matannya sahih.[6]

  1. Hadis yang mua’llal matannya

Hadis tentang penafian terhadap pembacaan basmalah dalam salat yang diriwayatkan dari Anas. Ini adalah riwayat yang di dalamnya Imam Muslim menyendiri dalam Kitab Ṣaḥīḥ-nya[7] dari jalur al-Walīd bin Muslim. Banyak imam hadis seperti al-Syāfi’i, al-Dāraquṭni, al-Baihaqi, dan selain mereka yang menilai riwayat ini memiliki ilat, yaitu riwayat yang mengandung penegasan akan penafian pembacaan bismillah. Sebab, salah seorang rawi ketika mendengar perkataan Anas raḍiyallahu’anhu, “Saya telah salat di belakang Rasulullah, Abu Bakr, ‘Uṡmān raḍiyallahu’anhum, mereka semua memulai dengan bacaan الحَمْدُ للهِ رَبِّ العَالَمِينَ. Rawi tersebut mengira bahwa hal tersebut menafikan pembacaan basmalah. Kemudian ia meriwayatkan hadis tersebut menurut pemahamannya dan ternyata salah. Oleh karena itu, di bagian akhir hadis ia berkata, “Mereka tidak memulai bacaan dengan بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ.” Padahal, riwayat kebanyakannya yang disepakati oleh al-Bukhāri dan Muslim tidak ada di dalamnya penegas tersebut. Ini adalah ilat yang samar yang didapati oleh para ulama dengan pandangan yang tajam dan penelitian yang detail.[8]

Baca juga:  SYARAT-SYARAT HADIS SAHIH (SYARAT PERTAMA DAN KEDUA)


Footnote:

[1] Diterjemahkan dan disadur dari kitab al-Ta’liqāt al-Aariyyah ‘ala al-Manẓūmah al-Baiqūniyyah karya Syekh ‘Ali bin Ḥasan al-Ḥalabi al-Aṡari raḥimahullāh.

[2] Lihat: Ḥāsyiyah al-Ajhūri (h. 69), al-Tadrīb (1/251), dan al-Risālah al-Mustaṭrafah (h. 110).

[3] Pada h. 119. Syekh ‘Ali al-Ḥalabi raimahullāh telah merincinya, mensyarahnya, serta mengungkap hal-hal yang samar dalam ta’līq beliau terhadap al-Bāḥīṡ al-Ḥaṡīṡ (1/205-218). Rujuk: Tadrīb al-Rāwi (1/251) di dalamnya dijelaskan tentang ilat-ilat hadis dengan ungkapan yang mudah dan bermanfaat tanpa kerumitan.

[4] Lihat Muqaddimah Syekh ‘Ali raimahullāh dalam ‘Ilal al-Aḥādīṡ fi Ṣaḥīḥ Muslim (h. 14) karya Ibn ‘Ammār al-Syahīd.

[5] Matan hadis ini telah diriwayatkan oleh al-Bukhāri (no. 2108), Muslim (no. 1531), Abu Dāwūd (no. 3454), al-NasāI (7/248), al-Tirmīżi (no. 1245), Ibn Mājah (no. 2181), dan Aḥmad (2/73) dari berbagai jalur dari Nāfi’ dari Ibn ‘Umar. Hadis tersebut diriwayatkan oleh al-Bukhāri (no. 2113), Muslim (no. 1531 dan no. 46), al-Nasāi (7/220), al-Ḥumaidi (no. 655), ‘Abd al-Razzāq (no. 14265), dan al-Baihaqi (5/269) dari berbagai jalur dari ‘Abdullāh bin Dīnār dari Ibn ‘Umar.

[6] Tadrīb al-Rāwi (1/254) dan Irsyād Ṭullāb al-Ḥaqāiq (1/243). Lebih lanjut, rujuk: Irwā al-Galīl (1/1310). Peringatan: Ada dalam Sunan al-Nasāi (no. 4477) dari jalur Makhlad dari Sufyān dari “’Amr bin Dīnār dari ‘Umar.” Yang benar adalah “’Abdullāh bin Dīnār” sebagaimana dalam al-Sunan al-Kubra (no. 6069) dan Tuḥfah al-Asyrāf (no. 7155).

[7] Lihat: Ṣaḥīḥ Muslim (no. 399) dan Syarḥ al-Nawawi (1/172 – cet. India).

[8] Rujuk: al-Tabṣirah wa al-Tażkirah (1/231). Ini adalah contoh yang banyak disebutkan oleh para penulis dalam kitab-kitab musṭalaḥ padahal di dalamnya terdapat perbincangan apabila di-taḥqīq. al-Ḥāfiẓ Ibn Ḥajar dalam al-Nukat ‘ala Ibn al-Ṣalāḥ (2/749-771) memberikan ta’līq panjang yang sangat bermanfaat berkenaan dengan ta’līl tersebut. Lihat pembahasan sisi fikih dalam masalah ini: Kitab Riyāḍ al-Jannah fi Radd ‘ala A’dā al-Sunnah (h. 64-80) karya Syekh Muqbil bin Hādi al-Wādi’i dan Fatāwa Syaikh al-Islām Ibn Taimiyah (1/81).

Baca juga:  BEBERAPA FAEDAH TERKAIT HADIS SAHIH

Subscribe
Notify of
guest
0 Komentar
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments