Hukum Terkait dengan Hadas Besar
عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ سَلمَةَ، عَنْ عَلِيِّ بْنِ أَبِي طَالِبٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ: أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، كَانَ يَخْرُجُ مِنَ الخَلَاءِ فَيُقْرِئُنَا الْقُرْآنَ، وَيَأْكُلُ مَعَنَا اللَّحْمَ وَلَمْ يَكُنْ يَحْجُبُهُ – أَوْ قَالَ: يَحْجِزُهُ – عَنِ الْقُرْآنِ شَيْءٌ لَيْسَ الْجَنَابَةَ. رَوَاهُ أَحْمَدُ وَأَبُو دَاوُدَ – وَهَذَا لَفظه -، وَابْنُ مَاجَه، وَالنَّسَائِيُّ، وَالتِّرْمِذِيُّ وَلَفْظُهُ: كَانَ رَسُول الله صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُقْرِئُنَا الْقُرْآنَ [عَلَى كُلِّ حَالٍ] مَا لَمْ يَكُنْ جُنُباً. وَقَالَ: ((حَدِيْثٌ حَسَنٌ صَحِيْحٌ)) ، وَرَوَاهُ ابْنُ حِبَّان، وَالحَاكِمُ – وَصَحَّحَهُ -، وَذَكَرَ الخَطَّابِيُّ أَنَّ أَحْمَدَ كَانَ يُوْهِنُ حَدِيْثَ عَلِيٍّ هَذَا، وَيُضَعِّفُ أَمْرَ عَبْدِ اللهِ بْنِ سَلمَةَ، وَقَالَ شُعْبَةُ بْنُ الحَجَّاج: مَا أُحَدِّثُ بِحَدِيْثٍ أَحْسَنَ مِنْهُ
Dari ‘Abdullāh bin Salamah, dari ‘Ali bin Abi Ṭālib raḍiyallahu’anhu bahwa Rasulullah ﷺ pernah keluar dari buang hajat (jamban) kemudian mengajarkankan kami al-Qur’an, beliau makan (daging) bersama kami, dan tidak ada sesuatu pun yang menghalangi beliau – atau (dia berkata) merintangi – dari al-Qur’an kecuali janabah. Hadis riwayat Aḥmad, Abu Dawūd – ini lafalnya –, Ibn Majah, al-Nasāi, Tirmiżi, dan lafalnya, “Rasulullah ﷺ membacakan kami al-Qur’an (dalam setiap keadaan) selama beliau (tidak dalam kondisi) janabah.” Kemudian dia berkata, “Hadis hasan sahih.”
Daftar Isi:
Kosakata hadis:
- (فَيُقْرِئُنَا الْقُرْآنَ) dari kata (الْإِقْرَاءِ) artinya mengajarkan atau taklim, langsung setelah buang hajat (hadas kecil) tanpa berwudu terlebih dahulu.[1]
- Hadis tersebut diriwayatkan oleh para penulis kitab al-Sunan, disahihkan sanadnya oleh Tirmiżi dan Ibn Ḥibbān, namun sebagian ulama melemahkan salah seorang rawinya. Derajatnya hasan dan dapat dijadikan hujah menjadi kesimpulan Ibnu Hajar raḥimahullāh.[2]
Makna hadis:
Ali bin Abi Ṭālib raḍiyallahu’anhu menyebutkan bahwa Rasulullah ﷺ senantiasa mengajarkan al-Qur’an kepada para sahabatnya. Pernah suatu ketika Rasulullah ﷺ selesai buang hajat (jamban) kemudian mengajarkan para sahabatnya al-Qur’an dan makan (daging) bersama mereka karena umumnya tidak ada sesuatu pun yang menghalangi beliau dari berinteraksi al-Qur’an kecuali janabah.
Faedah dan istinbat dari hadis:
- Hadis ini mengandung faedah fikih bahwa orang yang junub tidak boleh membaca al-Qur’an. Diriwayatkan dari Ibn al-Musayyib dan Ikrimah mereka membolehkannya. Akan tetapi,, pendapat jumhur ulama memandang haram hukumnya membaca al-Qur’an oleh orang yang junub.[3]
- Hadis ini menunjukkan bolehnya orang yang berhadas kecil membaca al-Qur’an.[4]
- Meskipun dalam hadis tersebut terdapat lafal “Rasulullah ﷺ membacakan kami al-Qur’an (dalam setiap keadaan), selama beliau (tidak dalam kondisi) janabah” namun dikhususkan beberapa kondisi yang Nabi ﷺ tidak membaca al-Qur’an pada saat tersebut seperti: ketika buang hajat dan sedang berhubungan suami-istri, dan maksud dalam setiap keadaan adalah kondisi secara umum.[5]
Footnote:
[1] Badr al-Dīn al-‘Aini. Syarh Sunan Abi Dawūd. Jilid 1, hlm. 510.
[2] Ibn Ḥajar. Fatḥ al-Bāri Syarḥ Ṣaḥīḥ al-Bukhāri. Jilid 1, hlm. 408.
[3] Al-Khaṭṭābi. Ma’ālim al-Sunan. Jilid 1, hlm. 77.
[4] Badr al-Dīn al-‘Aini. Syarh Sunan Abi Dawūd. Jilid 1, hlm. 510.
[5] Al-Mubārakfūri. Tuḥfah al-Ahwāżi bi Syarḥ Jāmi’ al-Tirmiżi. Jilid 1, hlm. 386.