SYARAH MUDAH MATAN AL-BAIQŪNI[1]
Daftar Isi:
BAIT KETUJUH: HADIS MARFŪ’ DAN MAQṬŪ’
Imam al-Baiqūni:
وَمَا أُضِيفَ لِلنَّبِي المَرْفُوعُ *** وَمَا لِتَابِعٍ[2] هَوُ المقْطُوعُ
Artinya:
“Dan apa yang disandarkan kepada nabi (disebut) marfū’ *** dan yang (disandarkan) kepada tabiin (disebut) maqṭū’”
SYARAH
Definisi:
Hadis marfū’[3] adalah apa yang disandarkan kepada nabi berupa perkataan, perbuatan, takrir (diamnya beliau terhadap perbuatan yang terjadi di hadapan beliau), sifat fisik, ataupun akhlak.
Contoh:
- Al-marfū’ al-qauli (hadis marfū’ berupa perkataan): Seorang rawi berkata, “Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda….”
- Al-Marfū’ al-fi’li (hadis marfū’ berupa perbuatan): Seorang rawi berkata, “Saya melihat Rasulullah shallallahu alaihi wasallam melakukan….”
- Al-Marfū’ al-taqriri (hadis marfū’ berupa takrir): Seorang rawi berkata, “Perbuatan ini dilakukan di hadapan Nabi shallallahu alaihi wasallam” dan rawi tersebut tidak meriwayatkan pengingkaran Nabi shallallahu alaihi wasallam terhadap perbuatan tersebut.
- Al-Marfū’ al-waṣfi (hadis marfū’ berupa akhlak atau sifat fisik) adalah ketika seorang rawi berkata,
كَانَ رَسُولُ اللهِ أَحْسَنَ النَّاسِ خُلُقًا[4]
Artinya:
“Rasulullah shallallahu alaihi wasallam adalah manusia yang paling baik akhlaknya…”
atau dia berkata,
كَانَ أَبْيَضَ مَلِيحًا مُقَصَّدًا[5]
Artinya:
“(Rasulullah) shallallahu alaihi wasallam putih, tampan, dan tingginya pertengahan.”
Definisi:
Tabiin[6] adalah orang yang bertemu dengan seorang sahabat, beriman kepada Nabi shallallahu alaihi wasallam tanpa melihatnya, dan wafat di atas Islam.
Hadis maqṭū’[7] adalah apa yang disandarkan kepada tabiin atau orang setelah tabiin berupa perkataan atau perbuatan.
Contoh:
- Al-maqṭū’ al-qauli (hadis maqṭū’ berupa perkataan): Perkataan al-Ḥasan al-Baṣri tentang salat di belakang ahli bidah,
صَلِّ وَعَلَيْهِ بِدْعَتُهُ[8]
Artinya:
“Salatlah (di belakangnya), dan bagi dia (ahli bidah dosa) bidahnya!”
- Al-maqṭū’ al-fi’li (hadis maqṭū’ berupa perbuatan): Perkataan Ibrāhīm bin Muḥammad bin al-Muntasyir,
كَانَ مَسْروْقٌ يُرْخِي السِّتْرَ بَيْنَهُ وَبَيْنَ أَهْلِهِ وَيُقْبِلُ عَلَى صَلاتِهِ وَيُخَلِّيهِمْ وَدُنْيَاهُمْ[9]
Artinya:
“Dahulu Masrūq menurunkan tirai antara dirinya dan keluarganya, melaksanakan salatnya, dan meninggalkan mereka (keluarganya) dengan dunia mereka.”
Footnote:
[1] Diterjemahkan dan disadur dari kitab “Al-Ta’liqāt al-Atsariyyah ‘ala al-Manzhumah al-Baiquniyyah” karya Syekh Ali bin Hasan al-Halabi al-Atsari rahimahullāh.
[2] Di naskah yang lain: بِتَابِعٍ
[3] Lihat: al-Tadrīb (1/183), Muqaddimah Ibn al-Ṣalāḥ (h. 41-46), Qawā’id al-Taḥdīṡ (h. 123) karya al-Qāsimi.
[4] Diriwayatkan oleh al-Bukhāri dalam Ṣaḥiḥ-nya (no. 6203), dan Muslim dalam Ṣaḥiḥ-nya (no. 215).
[5] Diriwayatkan oleh Muslim dalam Ṣaḥiḥ-nya (no. 2340 dan 99).
[6] Lihat: Ma’rifah ‘Ulūm al-Ḥadīṡ (h. 41) karya al-Ḥākim al-Naisābūri, al-Bā’iṡ (2/520), dan al-Tadrīb (2/224).
[7] Lihat: al-Taqyīd wa al-Īḍāḥ (h. 51) karya al-Ḥāfiẓ al-‘Irāqi dan al-Tadrīb (1/158).
[8] Hadis mu’allaq al-Bukhāri dalam Ṣaḥiḥ-nya (2/188). Al-Ḥāfiẓ menyematkannya dalam al-Taglīq wa al-Ta’līq (2/292) kepada Sa’īd bin Manṣūr secara mauṣūl bersambung.
[9] Diriwayatkan oleh al-Ḥāfiẓ Abu Nu’aim al-Aṣbahāni dalam Ḥilyah al-Auliyā (2/96).