وَفِي الصَّحِيحَيْنِ فِي حَدِيْثِ هِرَقْلَ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَتَبَ إِلَيْهِ: ((بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ مِنْ مُحَمَّدٍ عَبْد اللهِ وَرَسُولِهِ إِلَى هِرَقْلَ عَظِيْمِ الرُّوْمِ))، وَفِيه ((قُلْ يٰٓاَهْلَ الْكِتٰبِ تَعَالَوْا اِلٰى كَلِمَةٍ سَوَاۤءٍۢ بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمْ اَلَّا نَعْبُدَ اِلَّا اللّٰهَ وَلَا نُشْرِكَ بِهٖ شَيْـًٔا وَّلَا يَتَّخِذَ بَعْضُنَا بَعْضًا اَرْبَابًا مِّنْ دُوْنِ اللّٰهِ ۗ فَاِنْ تَوَلَّوْا فَقُوْلُوا اشْهَدُوْا بِاَنَّا مُسْلِمُوْنَ)).[1]
Di dalam kitab al-Ṣaḥīḥain, hadis tentang Hiraklius, bahwa Nabi ﷺ menuliskan surat kepadanya, “Bismillāhirraḥmānirrahīm, dari Muhammad hamba Allah dan Rasul-Nya kepada Hiraklius penguasa kaum Romawi,” ada di dalamnya (surat tersebut), “Katakanlah: ‘Hai Ahli Kitab, marilah (berpegang) kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara kami dan kamu, bahwa tidak kita sembah kecuali Allah dan tidak kita persekutukan Dia dengan sesuatupun dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai tuhan selain Allah’. Jika mereka berpaling maka katakanlah kepada mereka: ‘Saksikanlah, bahwa kami adalah orang-orang yang berserah diri (kepada Allah)’.”[2]
Daftar Isi:
Kosa kata hadis:
- Di dalam kitab al-Ṣaḥīḥain maksudnya adalah dalam kitab al-Ṣaḥīḥ yang ditulis oleh Imam al-Bukharī dan Muslim, keduanya meriwayatkan dengan sanadnya kepada Abdullah bin Abbas raḍiyallāhu ‘anhumā dan beliau diceritakan langsung secara lisan oleh Abū Sufyān bin Harb raḍiyallāhu ‘anhu.
Makna hadis:
‘Abdullāh bin ‘Abbās raḍiyallāhu ‘anhumā menceritakan bahwa Rasulullah ﷺ pernah mengirim surat dakwah kepada Hiraklius, penguasa Romawi. Surat tersebut berisi penggalan ayat yang mengajak kepada dakwah tauhid yang merupakan landasan utama semua dakwah Nabi dan Rasul sebelumnya. Abū Sufyān yang pada saat itu berada di negeri Syam melihat langsung surat tersebut di tangan Hiraklius dan penerjemahnya.
Faedah dan istinbat dari hadis:
- Bolehnya orang yang berhadas atau orang kafir menyentuh satu atau beberapa ayat Al-Qur’an yang tertulis di kertas, namun bukan mushaf Al-Qur’an.
- Hadis ini juga dapat dipahami bahwa ayat Al-Qur’an atau hadis jika telah bercampur dengan selain keduanya boleh dipegang oleh orang berhadas atau musyrik, seperti kitab tafsir.[3]
- Sunah memulai surat dengan mencantumkan nama diri kemudian orang yang dituju, namun ada rukhṣah menulis nama yang dituju lebih dahulu jika surat tersebut dari pemimpin kepada bawahannya, bapak kepada anaknya, sebagaimana surat Zaid bin Ṡābit kepada Mu’āwiyah.
- Istiḥbāb memulai kitab atau surat dengan basmalah, meskipun yang dituju adalah orang kafir.[4]
Footnote:
[1] Q.S. Ali Imran: 64.
[2] H.R. al-Bukhārī (7) dan Muslim (1773).
[3] Muḥammad bin Ismā’īl al-Ṣan’ānī. Op. Cit. Jilid 1, hlm. 261.
[4] Al-Nawawī. Al-Minhāj. Jilid 12, hlm. 107.