Daftar Isi:
وَعَن نُعَيمٍ المـُجْمِرِ قَالَ: رَأَيْتُ أَبَا هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْه يتَوَضَّأُ فَغَسَلَ وَجْهَهُ فَأَسْبَغَ الوُضُوءَ، ثُمَّ غَسَلَ يَدَهُ اليُمْنَى حَتَّى أَشْرَعَ فِي العَضُدِ، ثُمَّ غَسَلَ يَدَهُ اليُسْرَى حَتَّى أَشْرَعَ فِي العَضُدِ، ثُمَّ مَسَحَ بِرَأْسِهِ، ثُمَّ غَسَلَ رِجْلَهُ اليُمْنَى حَتَّى أَشْرَعَ فِي السَّاقِ، ثُمَّ غَسَلَ رِجْلَهُ اليُسْرَى حَتَّى أَشْرَعَ فِي السَّاقِ، ثمَّ قَالَ: هَكَذَا رَأَيْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم َيتَوَضَّأُ، وَقَالَ: قَالَ رَسُول الله صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: ((أَنْتُمْ الغُرُّ المُحَجَّلُوْنَ يَوْمَ القِيَامَةِ مِنَ الوُضُوءِ)). فَمَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمْ فَلْيُطِلْ غُرَّتَهُ وتَحْجِيْلَهُ. رَوَاهُ مُسْلِمٌ
Dari Nu’aim al-Mujmir, beliau berkata, “Saya melihat Abu Hurairah raḍiyallāhu ‘anhu berwudu, beliau membasuh wajahnya dengan sempurna, kemudian mencuci tangan kanannya hingga mengenai lengan atas, kemudian mencuci lengan kirinya hingga mengenai lengan atas, kemudian membasuh kepalanya, kemudian mencuci kaki kanannya hingga mengenai betis, kemudian mencuci kaki kirinya hingga mencapai betis, kemudian beliau berkata, ‘Demikianlah saya melihat Rasulullah ﷺ berwudu’. Kemudian Abu Hurairah menyampaikan bahwa Rasulullah ﷺ bersabda, ‘(Keutamaan) kalian adalah al-gurrul muhajjalūn (cahaya yang memancar dari anggota wudu) pada hari kiamat kelak dikarenakan menyempurnakan wudu. Siapa dari kalian mampu, hendaklah dia memanjangkan cahaya di wajah dan anggota wudunya’.”[1]
وَرَوَى أَيْضًا مِنْ حَدِيثِ نُعَيْمٍ: أَنَّهُ رَأَى أَبَا هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ يتَوَضَّأُ فَغَسَلَ وَجْهَهُ وَيَدَيْهِ حَتَّى كَادَ يَبْلُغُ المنْكِبَيْنِ، ثُمَّ غَسَلَ رِجْلَيْهِ حَتَّى رَفَعَ إِلَى السَّاقَيْنِ، ثُمَّ قَالَ: سَمِعتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم َ يَقُولُ: ((إِنَّ أُمَّتِي يَأْتونَ يَوْمَ القِيَامَةِ غُرّاً مُحَجَّلِيْنَ مَنْ أَثَرِ الوُضُوءِ)) فَمَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمْ أَنْ يُطِيْلَ غُرَّتَهُ فَلْيفْعَلْ
Diriwayatkan juga (oleh Imam Muslim) melalui riwayat Nu’aim, beliau melihat Abu Hurairah raḍiyallāhu ‘anhu berwudu dengan membasuh wajah dan kedua tangannya hingga hampir sampai pada kedua bahunya, kemudian mencuci kedua kakinya hingga sampai pada kedua betisnya, kemudian beliau berkata, “Saya mendengar Rasulullah ﷺ bersabda, ‘Umatku hari kiamat kelak datang (dengan) al-gurrul muhajjalūn (cahaya yang memancar dari anggota wudu) dikarenakan atsar wudu. Siapa dari kalian mampu, memanjangkan cahaya (di wajah dan anggota wudunya), hendaklah dia melakukannya’.”
وَرَوَى الإِمَامُ أَحْمَدُ حَدِيثَ نُعَيْمٍ وَزَادَ فِيهِ: وَقَالَ نُعَيْمٌ: لَا أَدْرِي قَوْلَهُ: مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُم أَنْ يُطِيلَ غُرَّتَهُ فَلْيفْعَلْ، مِنْ قَولِ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَوْ مِنْ قَولِ أَبِي هُرَيْرَةَ
Imam Ahmad meriwayatkan pula hadis Nu’aim tersebut dengan tambahan lafal, Nu’aim, “Saya tidak mengetahui dengan pasti, perkataan, ‘Siapa dari kalian mampu, memanjangkan cahaya (di wajah dan anggota wudunya), hendaklah dia melakukannya’, apakah perkataan Rasulullah ﷺ atau perkataan Abu Hurairah.”[2]
Kosa kata hadis:
- Nu’aim bin Abdullah al-Mujmiral-Madani adalah seorang ahli fikih. Maula beliau adalah keluarga besar Umar bin al-Khatthab raḍiyallāhu ‘anhu. Kebiasaan beliau adalah menebar parfum di masjid Nabawi agar menjadikannya wangi. Beliau pernah berguru pada Abu Hurairah selama dua puluh tahun lamanya, kemudian wafat sekitar tahun 120 hijriah.[3]
- Secara bahasa, makna asal al-ghur (الغُرُّ) adalah warna putih yang ada di kening kuda. Kosa kata ini sering digunakan untuk mengungkapkan keindahan, kemasyhuran dan pernyataan memuji. Sedangkan secara istilah, maksudnya adalah cahaya yang terpancar dari wajah-wajah umat Nabi Muhammad r. Menutu ulama, makna lainnya adalah ketika umat Nabi Muhammad ﷺ dipanggil hari kiamat kelak, ketika semua amalan dihisab, atau ketika berada di mizan (timbangan amalan), sifat dan ciri mereka adalah pancaran cahaya dari anggota tubuh yang dicuci ketika berwudu.
- Muhajjalūn (المُحَجَّلُوْنَ) berasal dari kata التَّحْجِيلِ yaitu warna putih pada kaki-kaki kuda, dan makna yang dimaksud pada hadis ini adalah cahaya pada kedua lengan dan kaki. [4]
Makna hadis:
Nabi Muhammad ﷺ memberi kabar gembira dari Allah Ta’ālā bagi umatnya bahwa mereka mendapat kekhususan berupa tanda keutamaan dan kemuliaan pada hari kiamat kelak, dan kekhususan tersebut tidak dimiliki oleh umat-umat lainnya.
Umat Nabi Muhammad ﷺ akan didatangkan pada hari kiamat kelak dengan wajah, tangan dan kaki yang memancarkan cahaya. Cahaya yang memancar dari anggota tubuh mereka tersebut adalah atsar (bekas) dari ibadah yang mulia. Ibadah yang dilakukan berulang-ulang untuk mengharapkan ridha Allah dan pahala dari-Nya, sehingga balasannya adalah keistimewaan yang luar biasa.[5]
Faedah dan istinbat dari hadis:
- Anjuran (istihbab) memanjangkan cucian dan basuhan berwudu anggota tubuh agar mendapatkan keutamaannya di akhirat kelak.[6]
- Wudu adalah kekhususan yang hanya dimiliki oleh umat Nabi Muhammad ﷺ. Ini adalah pendapat sebagian ulama dengan berdalilkan hadis tersebut. Semoga Allah Ta’ālā menambahkan dan terus meninggikan umat ini dengan dengan kemuliaan.[7]
Namun yang lebih tepat bahwa kekhususan bagi umat Nabi Muhammad r adalah pada cahaya yang terpancar dari anggota tubuh yang dicuci ketika berwudu. Hal ini karena Imam al-Bukhari mencantumkan dalam kitab beliau, al-Ṣaḥīh, beberapa hadis yang menunjukkan bahwa umat sebelum Islam juga berwudu, di antaranya kisah Sarah, istri Nabi Ibrahim ‘alaihissalām yang berwudu ketika raja zalim pada masa itu ingin menjamahnya.[8] Yang kedua adalah kisah Juraij, sang rahib yang dituduh berzina, kemudian dia mengajak berbicara bayi kecil yang dikatakan sebagai anaknya, namun sebelum itu Juraij berwudu terlebih dahulu lalu kemudian salat.[9]
- Perkataan Abu Hurairah, “Demikianlah saya melihat Rasulullah ﷺ berwudu” adalah dalil bahwa semua sifat wudu tersebut adalah dicontohkan oleh Rasulullah ﷺ, sekaligus jawaban bagi ulama yang mengatakan bahwa mencuci tangan hingga menyentuh lengan dan yang semisalnya sebagaimana disebutkan dalam hadis adalah ijtihad Abu Hurairah semata.
- Umat yang mendapat keutamaan ‘bercahaya anggota wudu mereka’ adalah ummatul ijābah (umat akhir zaman yang beriman kepada Nabi Muhammad ﷺ) yaitu kaum Muslim, bukan ummat al-dakwah (umat manusia secara umum).[10]
- Perkataan, “Siapa dari kalian mampu, memanjangkan cahaya (di wajah dan anggota wudunya), hendaklah dia melakukannya” adalah tambahan dari perkataan Abu Hurairah dan bukan sabda Rasulullah ﷺ.[11]
Footnote:
[1] HR. Muslim (246).
[2] H.R. Ahmad (10778).
[3] Al-Dzahabi. Siyar A’laam An-Nubala. Jilid 5, hlm. 227.
[4] Ibnu Daqiiq al-‘Ied. Ihkamul Ahkam Syarh Umdatil Ahkam. Jilid 1, hlm. 92.
[5] Abdullah bin Shalih al-Bassam. Op. Cit. Jilid. 1, hlm 33.
[6] Al-Qadhi Iyadh; Iyadh bin Musa bin Iyadh al-Sabti. Op. Cit. Jilid 2, hlm. 43.
[7] Al-Nawawi. Al-Minhaaj. Jilid 3, hlm. 135.
[8] Ibnu Hajar. Fathul Baari Syarhu Shahihil Bukhari. Jilid. 1, hlm. 236.
[9] H.R. al-Bukhari (2482).
[10] Ibnu Hajar. Fathul Baari Syarhu Shahihil Bukhari. Jilid. 1, hlm. 236.
[11] Abdullah bin Shalih al-Bassam. Op. Cit. Jilid. 1, hlm. 35.