SERIAL PENJELASAN RINGKAS HADIS TENTANG PUASA(1)
Daftar Isi:
REDAKSI HADIS:
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا، قَالَتْ: كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُقَبِّلُ وَهُوَ صَائِمٌ، وَيُبَاشِرُ وَهُوَ صَائِمٌ، وَلَكِنَّهُ كَانَ أَمْلَكَكُمْ لِإِرْبِهِ. رواه البخاري ومسلم
وفي رواية لمسلم: كَانَ يُقَبِّلُ فِي شَهْرِ الصَّوْمِ
Dari Aisyah radhiallahu anha beliau berkata, “Rasulullah shallallahu alaihi wasallam biasa mencium istrinya sedang beliau berpuasa dan mencumbu istrinya sedang beliau dalam keadaan berpuasa. Akan tetapi Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam melakukan demikian karena beliau adalah orang yang paling kuat menahan syahwatnya. (H.R. Bukhari dan Muslim)
Dalam riwayat Muslim, “Nabi shallallahu alaihi wasallam mencium istrinya di bulan puasa (Ramadan).”
TAKHRIJ HADIS:
Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Bukhari dalam kitabnya, Shahih Bukhari, no. 1927, dan Imam Muslim, dalam kitabnya, Shahih Muslim, no. 1106.
BIOGRAFI SAHABAT PERAWI HADIS:
Lihat di: https://markazsunnah.com/aisyah-ahli-hadis-umat-islam-dari-kalangan-wanita/
SYARAH HADIS:
Hadis ini menunjukkan bolehnya orang yang berpuasa mencium istrinya dan juga mencumbunya dan tidak ada perbedaan antara puasa wajib atau sunah selama tidak menimbulkan syahwat dan keluarnya sesuatu berupa air mani dikarenakan ia termasuk orang yang cepat keluar air maninya (ejakulasi) atau ia khawatir akan mengarah pada hubungan badan (jimak). Orang yang demikian hendaknya menghindari mencium dan mencumbu istrinya untuk menutup pintu larangan dan karena menjaga ibadah puasa dari hal yang dapat merusaknya merupakan kewajiban dan apa saja yang dapat menyempurnakan kewajiban kecuali dengan hal itu maka hukumnya wajib dan karena Nabi shallallahu alahi wasallam memerintahkan bagi orang yang berwudu untuk bersungguh-sungguh dalam berkumur-kumur kecuali ia dalam keadaan berpuasa agar air tidak masuk kedalam tenggorokan. Begitu juga dengan mencium istri dilarang jika ia bisa terjatuh pada hubungan badan (jimak) yang dapat merusak ibadah puasa.
Sungguh hal ini telah ditunjukkan dengan perkataan Aisyah radhiallahu anha, “Beliau adalah orang yang paling kuat menahan syahwatnya.” Makna al-arab adalah hubungan badan (kebutuhan jiwa kepadanya). Adapun irbi bermakna bagian tubuh atau kebutuhan biologis. Perlu menjauhkan diri dari mencium istri dan janganlah kalian merasa mampu seperti apa yang dilakukan oleh Nabi shallallahu alahi wasallam dalam hal ini karena beliau bisa menahan dirinya dan aman dari keluarnya sesuatu dari air mani. Maka di situ ada isyarat bahwa siapa yang tidak bisa menahan syahwatnya maka hal itu bisa mencelakakannya.(2)
Yang dimaksud mubaasyarah adalah bertemunya dua kulit (bibir) maka ia lebih umum dari sekadar mencium dan kadang disebut sebagai jimak namun dalam pembahasan ini bukan yang dimaksudkan dan menyebutkan bercumbu setelah mencium merupakan penyebutan umum setelah khusus karena mencium lebih khusus dari bercumbu.
Jika orang yang berpuasa mencium atau bercumbu dan keluar air mani maka batal puasanya baginya mengganti puasa di hari yang lain sebagaimana pendapat mayoritas ulama dan tidak ada kafarah baginya karena kafarah dikhususkan bagi yang melakukan hubungan badan (jimak). Namun wajib baginya tobat, menyesali hal itu, beristigfar, dan meninggalkan hal-hal yang dapat membangkitkan syahwat karena ia berada dalam ibadah yang sangat agung. Firman Allah subhanahu wataala dalam hadis qudsi,
يَدَعُ الطَّعَامَ مِنْ أَجْلِي، وَيَدَعُ الشَّرَابَ مِنْ أَجْلِي، وَيَدَعُ لَذَّتَهُ مِنْ أَجْلِي، وَيَدَعُ زَوْجَتَهُ مِنْ أَجْلِي
“Orang yang berpuasa meninggalkan makanan karena-Ku, meninggalkan minumannya karena-Ku, meninggalkan syahwatnya karena-Ku, dan meninggalkan hubungan dengan istrinya karena-Ku.(3)
Oleh karena itu, orang yang berpuasa hendaknya meninggalkan hal yang dapat memicu kelezatan syahwatnya dan masuk pada perkara tersebut adalah mengeluarkan mani dengan sengaja.(4)
Jika keluar mazi disebabkan karena bercumbu atau mencium maka tidak merusak puasa menurut pendapat yang benar dari dua pendapat ulama karena hal itu sesuatu yang datang dari luar dan tidak wajib mandi maka disamakan dengan air kencing.
Maka hendaknya orang yang berpuasa berusaha untuk meninggalkan segala hal yang dapat merusak ibadah puasa atau mengurangi pahala ibadah puasa itu sendiri. Ini merupakan bentuk pengagungan terhadap perintah-perintah Allah dan larangan-larangannya sebagaimana firman Allah subhanahu wa taala:
ذَلِكَ وَمَنْ يُعَظِّمْ حُرُمَاتِ اللَّهِ فَهُوَ خَيْرٌ لَهُ عِنْدَ رَبِّهِ
“Demikianlah (perintah Allah). Dan barang siapa mengagungkan apa yang terhormat di sisi Allah, maka itu lebih baik baginya di sisi Tuhannya.” (Q.S Al-Hajj, ayat 30)
Wallahualam
Ya Allah wafatkanlah kami dalam keadaan beriman dan pertemukanlah kami dengan orang-orang saleh. Ya Allah berilah kami taufik untuk meninggalkan segala macam bentuk maksiat dan berilah kami petunjuk agar mudah menjalankan hal Engkau ridai dan berilah kepada kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan jauhkanlah kami dari siksa neraka.
(1) Disadur dari kitab Mukhtashar Ahāditsi al– Ṣiyām, karya Syekh Abdullah bin Sālih al-Fauzān hafizhahullah dengan sedikit perubahan dan tambahan seperlunya.
(2) Lihat: Al-Mu’lim bi Fawaid Muslim karya al-Maziri (2/ 33-34).
(3) HR. Ibnu Khuzaimah dalam kitabnya Shahih, (3/197).
(4) Lihat: Al-Tarjih fi Masail al-Shaum wa al-Zakah karya Muhammad bin Umar Bazmul (hal. 96).