PEPERANGAN DAN PASUKAN UTUSAN NABI ṢALLALLĀHU ‘ALAIHI WA SALLAM (BAGIAN KEDUA)

52
Peperangan Dan Pasukan Utusan Nabi Bagian
Perkiraan waktu baca: 5 menit

PEPERANGAN DAN PASUKAN UTUSAN NABI ṢALLALLĀHU ‘ALAIHI WA SALLAM[1] (BAGIAN KEDUA)

Daftar Isi:

Perang Mu’tah

Pada tahun ke 8 Hijriah terjadilah perang Mu’tah, latar belakang dari peperangan tersebut adalah karena Syarahbil bin Amru al-Gassanī telah membunuh utusan Rasulullah ﷺ kepada Raja Romawi, Nabi ﷺ mengutus tiga ribu pasukan dari para sahabatnya dan menjadikan orang yang beliau cintai yaitu Zaid bin Ḥāriṡah raḍiyallāhu ‘anhu sebagai komandan perang, seraya bersabda,

إِنْ أُصِيبَ زَيْدٌ فَجَعْفَرُ بْنُ أَبِي طَالِبٍ عَلَى النَّاسِ، فَإِنْ أُصِيبَ جَعْفَرٌ فَعَبْدُ اللهِ بْنُ رَوَاحَةَ

Artinya:

“Apabila Zaid wafat, maka ia digantikan oleh Ja’far bin Abī Ṭālib, apabila Ja’far wafat, maka digantikan oleh ‘Abdullāh bin Rawāḥah.”[2]

Lalu keluarlah Heraclius bersama sekutu dari orang-orang Arab yang berjumlah 200 ribu pasukan, mereka bertemu di Mu’tah hingga akhirnya terjadilah peperangan. Syahid dalam perang tersebut komandan-komandan yang ditunjuk oleh Rasulullah ﷺ. Kemudian bendera perang diambil alih oleh Khālid bin Walīd raḍiyallāhu ‘anhu, beliau memimpin pasukan dengan baik, beliau mengalihkan kaum muslimin dan membebaskan mereka dari musuh Allah ﷻ dan musuh mereka.

Penaklukan Kota Makkah yang Teragung

Pada tahun yang sama, Bani Bakr yang merupakan sekutu kaum Quraisy menyerang Bani Khuza’ah yang merupakan sekutu Nabi ﷺ. Ternyata Kaum Quraisy secara sembunyi-sembunyi menyokong bantuan kepada sekutunya atas penyerangan tersebut. Ketika berita itu sampai kepada Nabi ﷺ beliau pun bertekad untuk menaklukkan kota Makkah. Abū Sufyān datang ke kota Madinah pada waktu itu untuk berbicara dengan Nabi ﷺ akan tetapi beliau tidak mau mendengarkannya. Abū Sufyān pun berbicara kepada Abū Bakar, ‘Umar, dan ‘Ālī raḍiyallāhu ‘anhum agar menyampaikan pesannya kepada Rasulullah ﷺ akan tetapi mereka menolaknya. Rasulullah ﷺ berdoa kepada Allah ﷻ agar menjadikan kaum Quraisy tidak mengetahui rencana beliau, dan permohonan beliau tersebut dikabulkan Allah ﷻ. Rasulullah ﷺ keluar bersama 10 ribu pasukan hingga memasuki kota Makkah.

Beberapa saat sebelum peristiwa Fatḥu Makkah (pembebasan/ penaklukan kota Makkah) paman Rasulullah ﷺ al-‘Abbās bin ‘Abdul Muṭṭalib raḍiyallāhu ‘anhu memeluk agama Islam.

Baca juga:  SIRAH NABI ﷺ PERIODE MADINAH

Di antara perkataan Nabi ﷺ ketika Fatḥu Makkah adalah,

مَنْ دَخَلَ دَارَ أَبِي سُفْيَانَ فَهُوَ آمِنٌ، وَمَنْ دَخَلَ الْمَسْجِدَ فَهُوَ، وَمَنْ أَغْلَقَ بَابَهُ فَهُوَ آمِنٌ

Artinya:  

“Siapa yang masuk ke rumah Abū Sufyān maka dia aman, siapa yang masuk ke dalam masjid maka dia aman, dan siapa yang menutup pintu rumahnya maka dia aman.”[3]

Rasulullah ﷺ tidak memerangi siapapun kecuali yang memerangi beliau terlebih dahulu, kecuali hanya segelintir beliau perangi karena mereka menyakiti beliau ﷺ dan menyakiti kaum muslimin dan menumpahkan darah mereka.

Ketika Rasulullah ﷺ memasuki kota Makkah, beliau tawaf di sekitar Ka’bah dalam keadaan tidak berihram, kemudian beliau memanggil ‘Uṡmān bin Ṭalḥah dan mengambil kunci Ka’bah darinya, Rasulullah ﷺ pun menghancurkan berhala-berhala yang ada di dalamnya dan di sekitar Ka’bah. Setelah itu beliau mengembalikan kunci Ka’bah kepada ‘Uṡmān bin Ṭalḥah.

Setelah peristiwa Fatḥu Makkah terjadi, banyak dari manusia memeluk agama Islam, bahkan kabilah-kabilah datang kepada Nabi ﷺ berbondong-bondong masuk Islam.

Penghancuran Berhala-berhala

Setelah Allah ﷻ menaklukan untuk Nabi-Nya kota Makkah, beliau ﷺ mengutus beberapa sahabatnya untuk menghancurkan berhala-berhala yang ada di sekitar kota Makkah, beliau memerintahkan ‘Amru bin al-‘Aṣ raḍiyallāhu ‘anhu untuk menghancurkan berhala Suwa’, Sa’ad bin Zaid raḍiyallāhu ‘anhu untuk menghancurkan berhala Manat, Khālid bin Walīd raḍiyallāhu ‘anhu untuk menghancurkan berhala ‘Uzza, Ṭufail raḍiyallāhu ‘anhu untuk menghancurkan berhala Żulkaffain, ‘Ālī raḍiyallāhu ‘anhu untuk menghancurkan berhala Ṭai’.

Perang Hunain

Ketika kabilah Hawazin mendengar kabar Fatḥu Makkah (penaklukan kota Makkah), mereka bersepakat untuk berangkat memerangi Rasulullah ﷺ dengan membawa harta, wanita, dan anak-anaknya. Rasulullah ﷺ pun keluar menemui mereka bersama 12 ribu pasukan, dan kaum Muslimin merasa takjub dengan banyaknya jumlah pasukan tersebut hingga mereka tiba di lembah Hunain. Kabilah Hawazin menyerang kaum muslimin secara serentak dengan serangan yang membabi buta, sampai-sampai manusia menjauh dari Nabi ﷺ karena sangat ketakutan. Hanya saja beberapa orang dari kaum Muhajirin dan ahli bait tetap teguh bersama Nabi ﷺ, kemudian Allah ﷻ menguatkan kembali hati orang-orang yang beriman sehingga mereka merapat ke barisan Nabi ﷺ dan berperang bersama beliau sampai Allah ﷻ menolong mereka atas musuh-musuhnya, hingga akhirnya kabilah Hawazin pun lari menuju kota Ṭā’if.

Baca juga:  SIRAH NABI SALLALLĀHU ‘ALAIHI WA SALLAM SEBELUM DIUTUS

Kemudian datanglah 14 orang dari kabilah Hawazin menyerahkan diri kepada Nabi ﷺ. lalu mereka meminta Nabi agar tawanan dari kabilah mereka dibebaskan, maka Nabi pun membebaskan tawanan yang beliau kuasai, dan para sahabat pun ikut membebaskan tawanan yang mereka kuasai.

Perang Ṭā’if

Setelah Nabi ﷺ selesai memerangi kabilah Hawazin, beliau pun bertekad untuk menyerang penduduk kota Ṭā’if. Lalu beliau berangkat ke sana dan mengepung benteng pertahanan mereka selama 18 hari, kemudian beliau ﷺ kembali ke kota Madinah tanpa ada peperangan.

Perang Tabuk

Pada tahun ke 9 Hijriah terjadilah perang Tabuk (perang masa sulit), terjadi pada puncak musim panas, di saat panen buah dan rindangnya pepohonan tiba, karena itu sangat berat sekali bagi manusia untuk keluar di waktu seperti ini. Ketika Nabi ﷺ hendak berangkat, beliau mendorong para sahabatnya untuk berinfak, maka ‘Uṡmān bin ‘Affān raḍiyallāhu ‘anhu menginfakkan 300 ekor unta dengan segala perlengkapannya dan uang 1000 dinar. Rasulullah ﷺ bersabda,

مَا ضَرَّ عُثْمَانَ مَا فَعَلَ بَعْدَ الْيَوْمِ

Artinya:

“Tidak akan membahayakan ‘Uṡmān setelah apa yang dia lakukan hari ini.”[4]

Kemudian para sahabat yang lain pun ikut berinfak semampu mereka.

Kebanyakan orang munafik tidak hadir dalam perang tersebut, begitu juga tiga orang sahabat terbaik Nabi ﷺ tidak ikut serta pada peperangan ini tanpa uzur, mereka adalah Ka’ab bin Mālik, Hilal bin ‘Umayyah, dan Murarah bin Rabī’ raḍiyallāhu ‘anhum. Mereka pun meminta maaf kepada Nabi ﷺ ketika beliau tiba kembali ke kota Madinah. Sebab itulah turun ayat al-Taubah,

وَعَلَى ٱلثَّلَٰثَةِ ٱلَّذِينَ خُلِّفُوا۟

Artinya:

“Dan terhadap tiga orang yang ditangguhkan (penerimaan tobat) mereka.” [Q.S. al-Taubah: 118]

Kemudian Allah ﷻ menerima taubat mereka atas kejujuran yang ada pada diri mereka, dan Allah ﷻ mencela orang-orang munafik di dalam surat ini lalu menutupnya dengan menceritakan hakekat kaum munafikin, karenanya dinamakan surah “al-Faḍīhah” (surah  penyingkap), karena membongkar aib-aib yang ada pada diri mereka.

Baca juga:  BEBERAPA PETUNJUK NABI ṢALLALLĀHU ‘ALAIHI WA SALLAM DALAM KEHIDUPANNYA (BAGIAN KEDUA)

Pada perang ini pula Rasulullah ﷺ melakukan perjanjian damai dengan penduduk Ailah, penduduk Jarba, dan Adzruh, mereka wajib membayar jizyah upeti, dan beliau menuliskan surat perjanjian khusus kepada mereka. Beliau juga melakukan perjanjian damai dengan Ukaidir Dumah dan mewajibkan mereka membayar upeti. Rasulullah ﷺ tinggal di Tabuk beberapa belas malam, kemudian beliau kembali ke kota Madinah tanpa ada peperangan.

Ketika beliau kembali ke kota Madinah, Allah ﷻ memerintahkan beliau untuk menghancurkan masjid “dhirar” yang dibangun oleh orang-orang munafik,

ضِرَارًا وَكُفْرًا وَتَفْرِيقًۢا بَيْنَ ٱلْمُؤْمِنِينَ وَإِرْصَادًا لِّمَنْ حَارَبَ ٱللَّهَ وَرَسُولَهُۥ مِن قَبْلُ

Artinya:

“Bertujuan untuk menimbulkan bahaya, untuk kekafiran dan untuk memecah belah antara orang-orang mukmin serta menunggu kedatangan orang-orang yang telah memerangi Allah dan Rasul-Nya sejak dahulu.” [Q.S. al-Taubah: 107]

Nabi ﷺ lalu menghancurkannya, dan ini merupakan perang terakhir yang beliau ﷺ ikuti.

Kedatangan Delegasi

Setelah perang Tabuk, kabilah Ṡaqif memeluk agama Islam. Tahun ke 9 ini dinamakan dengan tahun delegasi, karena kabilah-kabilah Arab berbondong-bondong datang menemui Nabi ﷺ dan mengikrarkan keislamannya. Di antaranya adalah delegasi dari Bani Tamim yang dipimpin oleh ‘Uṭarid bin Hajib al-Tamimī, delegasi dari kabilah Ṭai’ yang dipimpin oleh Zaid al-Khail, delegasi dari kabillah ‘Abdul Qais yang dipimpin oleh Jarud al-‘Abdi, dan delegasi dari Bani Ḥanīfah yang di dalamnya ada Musailamah al-Każżāb yang mengaku sebagai Nabi di kemudian hari.

 

 

 


Footnote:

[1] Diterjemahkan dan disadur dari kitab al-Mukhtaar al-Mufīd li Sirah al-Nabi al-Muṣṭafā allallāhu alaihi wa sallam wa Syamāilihi karya Haiṡam bin Muḥammad Sarhan (Mantan Pengajar Ma’had Masjid Nabawi dan pengasuh situs: alsarhaan.com.

[2] H.R. Ṭabarānī dalam al-Mu’jam al-Kabīr (no. 4655).

[3] H.R. Muslim (no. 1780).

[4] H.R. Tirmiżī (no. 3701).

Subscribe
Notify of
guest
0 Komentar
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments