Pertanyaan:
Dari Abdullah bin Abbas radhiyallahu anhuma berkata, “Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda,
البركة مع أكابركم
Keberkahan itu bersama para pembesar di antara kalian (ulama kibar)”.
Bagaimana kedudukan hadis ini ustadz?
(Abu Muhammad, Kotamobagu)
Jawaban:
Hayyakallahu akhi dan hayyallahu para penyimak markazsunnah.com di manapun berada.
Hadis ini madar-nya (poros periwayatannya) adalah Abdullah bin Mubarak, kemudian dari beliau hadis ini diperselisihkan antara maushul dan mursal.
Diriwayatkan oleh Ibnu Hibban (559), Thabrani dalam Al-Mu’jam Al-Awsath (8991) dari jalur Al-Walid bin Muslim, dan diriwayatkan oleh Al-Hakim (210) dari jalur Abdulwarits bin Ubaidillah dan Nuaim bin Hammad, dan diriwayatkan oleh Al-Khara’ithi dalam kitabnya Makarimul Akhlaq (355) dari jalur Nuaim bin Hammad, dan Ibnu Adi di dalam Al-Kamil Fi Dhu’afair Rijal meriwayatkan dari jalur Baqiyah bin Al-Walid; Semuanya (Al-Walid bin Muslim, Warits bin Abdullah, Nu’aim bin Hammad, dan Baqiyyah bin Al-Walid) meriwayatkan dari Abdullah bin Mubarak, dari Khalid Al-Hadzdza’, dari Ikrimah dari Abdullah bin Abbas radiyallahu anhuma, dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, bahwa beliau bersabda,
البَرَكَةُ مَعَ أَكَابِركُمْ
“Keberkahan itu bersama para pembesar di antara kalian (Ulama kibar/senior)”.
Jika ditelaah sanad ini secara zahir, maka sanad hadis ini sahih sebab secara global, semua perawinya terpercaya atau diterima hadisnya. Oleh karena itu banyak ulama yang menilai hadis ini sahih, di antaranya: Al-Hakim dan disepakati oleh Adz-Dzahabi, Syekh Albani, dan Syekh Syuaib Al-Arnauth. Namun jika diteliti lebih detail, maka hadis ini sejatinya memiliki ‘illah (cacat) yaitu hadis ini mursal dan bukan maushul kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Riwayat yang maushul di atas diselisihi oleh riwayat dari Abdullah bin Utsman Al-‘Ataki Al-Marwazi yang dijuluki Abdan yang meriwayatkan dari Abdullah bin Mubarak, dari Khalid Al-Hadzdza’, dari Ikrimah bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam jika memberi minum mengatakan, “Mulailah dengan orang yang lebih tua (usianya)” diriwayatkan oleh Al-Baihaqi[1] (10495), dan jalur periwayatan ini mursal, karena tidak ada Abdullah bin Abbas dalam jalur periwayatan ini.
Abdullah bin Utsman Al-‘Ataki Al-Marwazi yang dijuluki Abdan, beliau adalah seorang yang tsiqatun hafidz[2] (terpercaya dan kuat hafalannya), kendati Abdullah bin Utsman Abdan ini seorang diri, namun beliau lebih berkualitas dari sisi ‘adalah (kualitas agama) dan dhabt (kekuatan ilmiah/hafalan), sehingga riwayat beliau yang mursal dimenangkan daripada riwayat yang maushul.
Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa hadis ini dari jalur Abdullah bin Mubarak adalah mursal, sedang hadis mursal termasuk dalam klasifikasi hadis lemah karena terindikasi sanadnya terputus, Wallahu a’lam.
Oleh karena itu para ulama mengomentari riwayat-riwayat ini sebagai berikut:
Ibnu ‘Adi mengatakan, “Hadis ini tidak diriwayatkan secara maushul (bersambung kepada Rasulullah) kecuali dari jalur Abdullah bin Mubarak. Yang meriwayatkan dari Abdullah bin Mubarak adalah Nuaim bin Hammad, Al-Walid bin Muslim dan Baqiyyah, dan jalur periwayatan ini adalah mursal (ada yang terputus sanadnya).[3] Ibnu ‘Adi menta’lil (melemahkan) hadis ini dengan Mursal.
Kritik yang serupa juga datang dari pakar dalam ilmu ‘ilal; Abu Hatim Ar-Razi.[4]
Kritik yang sama juga datang dari Abu Hatim Ibnu Hibban, “Abdullah bin Mubarak tidak meriwayatkan hadis ini di Khurasan, tetapi meriwayatkannya di jalan Romawi (daerah Syam), maka penduduk Syam mendengarkan riwayat ini, hadis ini tidak tercantum di kitab-kitab Abdullah bin Mubarak secara Marfu’.”[5]
Nampaknya ‘illah (cacat) hadis ini bermula dari Al-Walid bin Muslim, beliau adalah seorang yang tsiqah (terpercaya) namun kerap melakukan tadlis (pengelabuan terhadap sanad) dan taswiyah (proses menggugurkan perawi yang lemah).[6] Dalam kasus hadis ini secara khusus, nampaknya Abdullah bin Mubarak meriwayatkan hadis ini di Syam, di antara yang mendengarkan hadis ini adalah Al-Walid bin Muslim dan beliau tidak membawa buku pada waktu itu, maka beliau riwayatkan secara marfu’, padahal di kitab-kitab Abdullah bin Mubarak hadis ini diriwayatkan secara mursal.[7]
Kemudian perawi yang lain seperti Nu’aim bin Hammad dan Baqiyyah bin Al-Walid mendengarkan hadis ini dari Al-Walid bin Muslim namun nama Al-Walid di gugurkan.[8]
Berpijak pada fakta ini, maka sebagian para ulama menilai lemah sanad hadis ini, di antara Abu Hatim Ar-Razi dalam ‘Ilal Ibnu Abi Hatim, Ibnu Adi di dalam kitabnya Al-Kamil fi Dhuafa ar-Rijal, Abu Hatim Ibnu Hibban di dalam Shahih-nya, dan As-Suyuthi di dalam Al-Jami’ Ash-Shagir (3205).
Kendati secara sanad hadis ini lemah, namun makna yang dikandung hadis ini diakomodir oleh riwayat-riwayat yang lain, sebagian dari hadis sahih dan sebagian dari hadis yang lemah juga. Di antara hadis tersebut adalah:
قَالَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم لِمُحَيِّصَةَ كَبِّرْ كَبِّرْ يُرِيدُ السِّنّ
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda untuk Muhayyishah: dahulukan yang lebih tua usianya, dahulukan yang lebih tua usiannya.”[9]
Dan juga hadis dari Anas bin Malik,
البَرَكَة مِنَ الأَكَابِرِ
“Keberkahan datang dari para pembesar (besar ilmunya dan usianya).”[10]
Namun sanad ini juga lemah, ada beberapa perawi yang lemah, diantaranya:
- Abu Ali Muhammad bin Ali Al-Ju’ii, “Beliau adalah sosok yang saleh keturunan Abu Darda’”, ucap Ibnu Adi.[11] Jadi ini adalah testimoni terkait kesalehannya, bukan terkait kemampuan hafalan dan kualitas ilmiahnya. Oleh karena itu, Abu Ali Al-Ju’ii masuk dalam kategori majhul hal (tidak diketahui kedudukannya dalam ilmu jarh wat ta’dil).
- Sa’id bin Basyir Al-Azdi, adalah seorang perawi yang lemah.[12]
Dan ucapan Abdullah bin Mas’ud,
لَا يَزَالُ النَّاسُ بِخَيْرٍ مَا أَتَاهُمُ الْعِلْمُ مِنْ عُلَمَائِهمْ وَكُبَرَائِهِمْ وَذَوِي أَسْنَانِهِمْ
“Manusia berada dalam kebaikan selama ilmunya datang dari para ulama dan orang yang dihormati dan yang telah tua usianya.”[13]
Adapun interpretasi bagi nas ini:
Pertama: kebaikan dan keberkahan bersumber dari merujuk kepada ulama-ulama senior (ulama besar) dari sisi ilmu, maupun dari sisi usia (sudah tua), sebab mereka adalah ulama yang sarat dengan pengalaman dalam menghadapi kehidupan, dan telah surut hawa nafsu mereka, serta banyak mengetahui sarana dan sumber kebaikan.[14]
Kedua: kebaikan dan berkah dapat dipetik dengan merujuk kepada para ulama besar dan senior dari sisi ilmu agama, baik yang usianya sudah tua maupun yang usianya masih muda. Jadi intinya adalah kapasitasnya dalam ilmu syari, dan bukan usianya.[15]
Dua interpretasi ini tidak berkonsekuensi bahwa para ulama adalah sosok yang maksum dari dosa, namun maksudnya adalah secara hukum asal pendapat mereka berpijak di atas hukum syari dan berusaha untuk sesuai dengan hukum tersebut. Kalaupun ada dari pendapat mereka yang menyelisihi syariat, biasanya disebabkan faktor ketidaksengajaan atau karena ijtihad yang salah, maka pendapat mereka yang menyelisihi syariat tersebut ditinggalkan dengan tetap menaruh respek kepada mereka.
Ketiga: Bahwa kebaikan dan keberkahan dituai dengan berakhlak yang mulia kepada orang-orang sudah tua atau yang lebih tua.
Nampaknya ini adalah rahasia pencatuman hadis ini dalam kitab Makarimul Akhlak oleh Al-Kharaithi, bahkan dicantumkan di dalam bab “Menghormati Orang Tua dan Memuliakannya” dan makna ini juga selaras dengan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam,
ليْس منَّا مَن لم يَرحَمْ صَغيرَنا، ويوَقِّرْ كَبيرَنا
“Bukan dari golongan kami, orang yang tidak menyayangi anak kecil dan menghormati yang lebih tua dari kami.”[16]
Demikian juga hadis yang diatas,
كَبِّرْ كَبِّرْ يُرِيدُ السِّنّ
“Dahulukan yang lebih tua usianya-dahulukan yang lebih tua usianya.”
Konteksnya adalah mendahulukan yang lebih tua untuk berbicara sebagai bentuk penghormatan bagi mereka.
Dan secara spesifik Ibnu Abi Hatim rahimahullah meriwayatkan dari ayahnya,
وسمعت أبي، وذكر حديثا : رواه الوليد، عن ابن المبارك بأرض الروم ، عن خالد الحذاء ، عن عكرمة، عن ابن عباس ، قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : البركة مع أكابركم.
قال أبي: حدثنا نعيم بن حماد ، عن ابن المبارك ، عن خالد الحذاء، عن عكرمة، أن النبي صلى الله عليه وسلم كان يستاك فأمر أن يكبر ، يعني : يدفع السواك إلى أكبرهم.
“Aku mendengar dari Ayahku menyebutkan sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Al-Walid bin Muslim dari Abdullah bin Al-Mubarak…bahwa Rasulullah bersabda, ‘Berkah dapat diraih bersama pembesar diantara kalian.’”
Ayahku berkata: Nu’aim bin Hammad berkata kepada kami … dari ‘Ikrimah bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pada suatu saat bersiwak dan memerintahkan untuk memberikan siwak kepada yang lebih tua dahulu (sebagai bentuk pemuliaan).[17]
Jalur periwayatan hadis ini mursal, dan konteks hadis ini adalah memuliakan dan menghormati orang yang lebih tua.
Kesimpulan: Tiga interpretasi para ulama terkait hadis ini bisa benar semuanya, sebab merujuk kepada ulama kibar (senior) dalam masalah agama adalah bagian dari menghormati dan memuliakan mereka.
Wallahu a’lam.
Footnote:
[1] Syu’abul Iman (7/463).
[2] Taqribut Tahdzib hal. 329.
[3] Al-Kamil fi Dhu’afa (2/77).
[4] Lihat ‘Ilal Ibnu Abi Hatim (1/844).
[5] Shahih Ibnu Hibban, setelah hadis no. 559.
[6] Taqribut Tahdzib hal. 653.
[7] Al-La-ali Al-Mantsurah fil Ahadits Al-Masyhurah, karya Az-Zarkasyi, hal. 80-81.
[8] Idem.
[9] Shahih Al-Bukhari (7192), dan Shahih Muslim (1669).
[10] Al-Kamil Fi Dhuafair Rijal (3/374).
[11] Idem.
[12] Taqribut Tahdzib, hal. 223.
[13] Hilyatul Auliya’ (8/49).
[14] https://dorar.net/hadith/sharh/121361
[15] . https://dorar.net/hadith/sharh/121361, At-Taisir Syarh Al-Jami’ Ash-Shaghir (1/893).
[16] Musnad Ahmad (6733), Sunan Abu Dawud (4943), dan Jami’ At-Tirmidzi (1920).
[17] ‘Ilal Ibnu Abi Hatim (1/844).