MENUNDA SALAT UNTUK MENJAGA KEKHUSYUKAN: PANDUAN SAAT MAKANAN TELAH TERHIDANGPerkiraan waktu baca: 2 menit

65
MENUNDA SALAT UNTUK MENJAGA KEKHUSYUKAN: PANDUAN SAAT MAKANAN TELAH TERHIDANG

SYARAH KITAB ‘UMDAH AL-AḤKĀM[1]

عَنْ عائِشَةَ رضي الله عنها؛ عَنِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم قَالَ: إذَا أُقِيمَتْ الصَّلاةُ، وَحَضَرَ الْعَشَاءُ، فَابْدَءُوا بِالْعَشَاءِ.

وَعَنْ ابْنِ عُمَرَ نَحْوُهُ.

Artinya:

‘Ā’isyah raḍiyallāhu ‘anhā meriwayatkan bahwa Nabi ﷺ bersabda, “Jika salat telah ditegakkan (telah ikamah) sedangkan makanan telah siap (terhidang) maka mulailah dengan makanan tersebut.”

Diriwayatkan dari Ibnu ‘Umar seperti itu pula.

Takhrij Hadis:

Hadis ‘‘Ā’isyah raḍiyallāhu ‘anhā ini diriwayatkan oleh Imam Bukhārī dalam kitabnya, al-Ṣaḥīḥ, kitab al-Jamā’ah wa al-Imāmah, bab “Apabila Makanan Telah Dihidangkan dan Ikamah Telah Dikumandangkan”, no. 671, dan Imam Muslim dalam kitabnya, al-Ṣaḥīḥ, kitab al-Masājid wa Mawāḍi’ al-Ṣalāh, bab “Dimakruhkannya Salat pada Saat Makanan Dihidangkan yang Ingin Dimakannya”, no. 558.

Adapun hadis Ibnu ‘Umar raḍiyallāhu ‘anhumā diriwayatkan oleh Imam Bukhārī dalam kitabnya, al-Ṣaḥīḥ, kitab al-Jamā’ah wa al-Imāmah, bab “Apabila Makanan Telah Dihidangkan dan Ikamah Telah Dikumandangkan”, no. 673, dan Imam Muslim dalam kitabnya, al-Ṣaḥīḥ, kitab al-Masājid wa Mawāḍi’ al-Ṣalāh, bab “Dimakruhkannya Salat pada Saat Makanan Dihidangkan yang Ingin Dimakannya”, no. 559.

Syarah dan Faedah yang Terkandung dalam Kedua Hadis Ini:

  1. Jika saat pelaksanaan salat berjemaah telah tiba sedangkan makanan sudah tersaji, seseorang dapat menunda pelaksanaan ibadah salat berjemaah dan mendahulukan makan. Dimakruhkan baginya untuk mendatangi salat dalam keadaan sedang sangat lapar atau sangat haus yang dapat memalingkan hatinya dari kekhusyukan. Jika dipaksakan, dikhawatirkan ia datang ke masjid untuk menunaikan salat berjemaah sedangkan hatinya terpaut pada makanan yang telah terhidng sehingga pikirannya terganggu.2
  2. Menunda salat dibenarkan apabila memenuhi kriteria-kriteria berikut: makanan yang dimaksud sudah benar-benar siap santap dan tidak butuh ditunggu; ia mampu untuk mengonsumsinya tanpa adanya halangan baik secara fisik seperti sakit dan diet, maupun secara syariat seperti puasa; makanan yang dimaksud adalah makanan yang mengundang seleranya, jika tidak, maka hendaknya ia tidak menunda salatnya demi makanan itu karena ‘illah (sebab hukum) tidak ada.
  3. Keringanan yang dimaksud adalah keringanan untuk meninggalkan salat berjemaah. Sedangkan terkait waktu, tidak diperkenankan menunda salat hingga keluar waktunya dengan alasan apapun, bahkan dalam keadaan ketakutan yang mencekam pun, ibadah salat tetap harus dikerjakan pada waktunya namun pelaksanaannya menyesuaikan dengan keadaan.
Baca juga:  SALAT JUMAT DUA RAKAAT

Footnote:

[1] Diterjemahkan dan disadur dari kitab “Mūjaz al-Kalām ‘ala ‘Umdah al-Aḥhkām” karya Dr. Manṣūr bin Muḥammad al-Ṣaq’ūb hafiẓahullāh.

2 Ibnu al-Jauzī raḥimahullāh mengatakan, “Ada beberapa orang yang menyangka bahwa ini merupakan sikap mengedepankan hak diri hamba dari pada hak Allah. Bukan demikian. Sejatinya ini adalah bentuk penjagaan terhadap hak Allah agar para makhluk mengerjakan ibadah dengan hati yang tertuju pada-Nya.” Dinukil oleh Ibnu Hajar dalam Fatḥ al-Bārī (2/162).

Subscribe
Notify of
guest
0 Komentar
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments