وَعَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ وَجَابِرٍ قَالَا: لَمْ يَكُنْ يُؤَذَّنُ يَوْمَ الْفِطْرِ وَلَا يَوْمَ الْأَضْحَى. مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ.
Artinya:
Dari Ibnu ‘Abbās dan Jābir, mereka berkata, “Tidak pernah dikumandangkan azan pada (pelaksanaan salat) Idulfitri dan Iduladha.” Muttafaqun ‘alaihi.[1]
وَعَنْ جَابِرِ بْنِ سَمُرَة قَالَ: صَلَّيْتُ مَعَ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْعِيدَيْنِ، غَيْرَ مَرَّةٍ وَلَا مَرَّتَيْنِ، بِغَيْرِ أَذَانٍ وَلَا إِقَامَةٍ. رَوَاهُ مُسْلِمٌ.
Artinya:
Dari Jābir bin Samurah radhiyallāhu’anhu, dia berkata, “Saya pernah salat Idulfiitri dan Iduladha bersama Rasulullah ﷺ lebih dari satu atau dua kali, tanpa azan dan ikamah.”[2]
Daftar Isi:
Kosa kata hadis:
-
- Jābir bin Samurah bin Junādah bin Jundub al-Suwāi, Abū Khālid, adalah salah seorang sahabat Rasulullah yang cukup masyhur dan meriwayatkan hadis-hadis dari beliau atau melalui jalur ‘Umar, Sa’ad, Abū Ayyūb, dan ayahnya, ‘Abdullāh.[3] Beliau pernah bermukim di Kufah dan wafat di sana pada tahun 76 hijriah. Pada saat tersebut, Kufah dipimpin oleh Bisr bin Marwān, sedangkan khalifahnya adalah ‘Abdul Mālik bin Marwān.
Jābir bin Samurah radhiyallāhu’anhu pernah menceritakan pengalaman beliau salat Zuhur bersama Nabi ﷺ, “Saya pernah ikut salat Zuhur bersama Rasulullah ﷺ. Setelah itu beliau keluar (dari masjid) untuk menemui istrinya dan saya pun turut menyertai. Kemudian beliau disambut oleh beberapa anak kecil dan beliau pun segera mengusap kedua pipi mereka satu per satu.” Jabir berkata, “Rasulullah ﷺ pun mengusap pipi saya dan saya merasakan tangan beliau yang sejuk dan harum seolah-olah baru keluar dari tempat minyak wangi.”[4]
Makna hadis:
Hadis yang diriwayatkan dari jalur tiga sahabat yang berbeda tersebut menegaskan bahwa azan adalah bagian yang tidak terpisahkan dari ibadah salat. Namun, ada beberapa ibadah salat yang dilaksanakan tanpa didahului dengan azan dan ikamah.
Faedah dan istinbat dari hadis:
-
- Sunah ketika pelaksanaan salat Idulfitri dan Iduladha adalah tanpa mengumandangkan azan dan ikamah. Hal tersebut adalah pendapat banyak fukaha.
Al-Sya’bī, al-Ḥakam, dan Ibnu Sīrīn pernah berkata, “Azan pada salat Idulfitri dan Iduladha adalah perbuatan bidah.” Sa’īd bin Musayyib mengatakan bahwa yang pertama sekali mengada-adakan (ihdaṡ) azan pada Idulfitri dan Iduladha adalah Mu’āwiyah, ada pula yang mengatakan bahwa yang melakukan hal tersebut pertama sekali adalah Ziyād.
‘Abdullāh bin Zubair pernah meminta fatwa Ibnu ‘Abbās tentang azan pada Idulfitri dan Iduladha, maka beliau menyatakan bahwa tidak ada azan dan ikamah pada keduanya.[5]
-
- Imam al-Nawawi menukilkan ijmak ulama pada masa beliau bahwa tidak ada azan dan ikamah pada pelaksanaan salat Idulfitri dan Iduladha. Hal tersebut sangat makruf dari pengamalan Nabi ﷺ dan para khalifah yang empat. Namun, beliau juga menukilkan bahwa ada perbedaan pendapat dari para salaf (sebelum masa beliau).[6]
Footnote:
[1] H.R. Al-Bukhārī (960) dan Muslim (886).
[2] H.R. Muslim (887).
[3] Al-Żahabi. Siyar A’lām al-Nubalā’. Jilid 3, hlm. 187.
[4] H.R. Muslim (2329).
[5] Ibnu Baṭṭāl. Op. Cit. Jilid 2 , hlm. 557.
[6] Al-Nawawi. Al-Minhāj. Jilid 6, hlm. 175.