SYARAH KITAB ‘UMDAH AL-AḤKĀM[1]
عَنْ عَائِشَةَ رضي الله عنها قَالَتْ: لَقَدْ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم يُصَلِّي الْفَجْرَ ، فَيَشْهَدُ مَعَهُ نِسَاءٌ مِنْ الْمُؤْمِنَاتِ ، مُتَلَفِّعَاتٍ بِمُرُوطِهِنَّ ثُمَّ يَرْجِعْنَ إلَى بُيُوتِهِنَّ مَا يَعْرِفُهُنَّ أَحَدٌ ، مِنْ الْغَلَسِ.
Artinya:
‘Ā’isyah raḍiyallāhu ‘anhā mengatakan, “Rasulullah ﷺ senantiasa melaksanakan salat Fajar, dihadiri pula oleh para wanita mukminat, mereka mengenakan kain yang mengerudungi kepala mereka, kemudian mereka pulang ke rumah mereka tanpa dikenal oleh siapapun karena keadaan masih gelap gulita.”
Daftar Isi:
Takhrij Hadis:
Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Bukhārī dalam kitabnya al-Ṣaḥīḥ, kitab al-Ṣalāh, bab “Dalam Berapa Lembar Pakaian Wanita Salat”, no. 372, dan Imam Muslim dalam kitabnya al-Ṣaḥīḥ, kitab al-Masājid wa Mawāḍi’ al-Ṣalāh, bab “Anjuran Salat Subuh di Awal Waktu”, no. 645.
Syarah dan Faedah yang Terkandung dalam Hadis Ini:
- ‘Ā’isyah raḍiyallāhu ‘anhā dalam hadis ini menyifatkan salat kaum wanita pada saat Subuh bersama Nabi ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam.
- Tuntunan yang dicontohkan oleh Nabi ﷺ adalah mengerjakan salat Subuh di waktu al-galas, yakni segera mengerjakannya saat masih dalam keadaan gelap gulita. Hal ini karena dalam salat Subuh beliau membaca ayat yang panjang. Disebutkan dalam beberapa hadis bahwa beliau biasa membaca 60-100 ayat.[2] Walau demikian, beliau menyelesaikan salat masih dalam keadaan gelap gulita. Mengerjakan salat Subuh pada waktu ini adalah afdal menurut jumhur ulama.
- Wanita juga menghadiri salat berjemaah bersama dengan Nabi ﷺ. Hal ini disyariatkan apabila aman dari fitnah. Kendati demikian, melaksanakan salat di rumah itu lebih baik bagi wanita sebagaimana yang disabdakan oleh Nabi[3]. Padahal pahala salat di masjid Nabi sebanding dengan pahala seribu salat. Meski demikian, rumah wanita lebih baik baginya maka bagaimana lagi dengan masjid selainnya.
- Para wanita yang menghadiri salat berjemaah dengan Nabi segera meninggalkan masjid seusai salat dilaksanakan selagi masih gelap. Hal ini dilakukan agar mereka terhindar dari pandangan laki-laki. Hadis ini salah satu dalil pokok pelarangan ikhtilat antara laki-laki dan wanita. Imam Bukhārī telah menyebut salah satu judul babnya terkait hadis ini, yaitu Bab “Wanita Segera Pulang dari Salat Subuh dan Mereka Tidak Berdiam Lama di Masjid”.[4]
- Jika seperti ini kehati-hatian para wanita di zaman Nabi ﷺ dalam pelaksanaan ibadah di masjid yang notabenenya ialah tempat yang paling dicintai oleh Allah, maka menjauhnya wanita dari tempat lain yang terdapat perkumpulan laki-laki menjadi hal yang prioritas bagi dirinya.
Footnote:
[1] Diterjemahkan dan disadur dari kitab “Mūjaz al-Kalām ‘ala ‘Umdah al-Ahkām” karya Dr. Manṣūr bin Muḥammad al-Ṣaq’ūb hafiẓahullāh.
[2] Lihat H.R. Bukhārī (no. 547) dan Muslim (no. 647).
[3] Dalam hadisnya beliau mengatakan (artinya), “Janganlah kalian halangi hamba-hamba Allah yang wanita dari masjid Allah dan rumah-rumah mereka lebih baik bagi mereka.” (H.R. Aḥmad, no. 5468, dan Abū Dāwud, no. 567).
[4] Ṣaḥīḥ al-Bukhārī (1/173).