HADIS PERTAMA: BOLEH KELUAR, TAPI LEBIH BAIK MENETAP DI RUMAHPerkiraan waktu baca: 3 menit

40
HADIS RE

40 HADIS TENTANG FIKIH WANITA(1)

Keluarnya seorang wanita dari rumah merupakan salah satu persoalan penting yang perlu diketahui hukumnya. Dalam hal ini, telah datang beberapa hadis yang menjelaskan adab, batasan, dan ketentuan syariat terkait keluarnya wanita -baik untuk menuju masjid, bekerja, maupun memenuhi keperluan lainnya-.

Menetapnya seorang wanita di rumah adalah lebih baik baginya daripada keluarnya dari rumahnya, sekalipun ke masjid.

عَنْ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ: لَا تَمْنَعُوا نِسَاءَكُمُ الْمَسَاجِدَ، وَبُيُوتُهُنَّ خَيْرٌ لَهُنَّ.

Artinya: Dari Ibnu Umar –raḍiyallāhu ‘anhumā–, ia berkata: Rasulullah ﷺ bersabda, “Janganlah kalian melarang istri-istri kalian (untuk pergi) ke masjid, namun rumah-rumah mereka lebih baik bagi mereka.” (HR. al-Bukhari no. 900, Muslim no. 442, dan Abu Dawud no. 567; lafaz ini milik Abu Dawud).

Izin bagi Wanita untuk Keluar Memenuhi Hajat Mereka

عَنْ عَائِشَةَ رضي الله عنها، عَنِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم قَالَ: قَدْ أُذِنَ أَنْ ‌تَخْرُجْنَ ‌فِي ‌حَاجَتِكُنَّ

Artinya: Dari Aisyah –raḍiyallāhu ‘anhā–, ia berkata: Rasulullah ﷺ bersabda, “Sungguh telah diizinkan bagi kalian untuk keluar memenuhi kebutuhan kalian.” (HR. al-Bukhari, no. 147 dan Muslim, no. 2170).

Penjelasan tentang Bahaya dan Kerusakan yang Timbul dari Keluarnya Wanita

عَنْ ابْنِ مَسْعُودٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ: إِنَّ الْمَرْأَةَ عَوْرَةٌ، فَإِذَا خَرَجَتِ اسْتَشْرَفَهَا الشَّيْطَانُ، وَأَقْرَبُ مَا تَكُونُ مِنْ وَجْهِ رَبِّهَا وَهِيَ فِي قَعْرِ بَيْتِهَا.

Baca juga:  WAKTU MUSTAHAB MELAKSANAKAN SALAT FARDU

Dari Ibnu Mas‘ud -radhiyallahu anhu-, dia berkata: Rasulullah ﷺ bersabda,“Wanita itu aurat. Apabila ia keluar, maka setan akan memperindahnya (menggoda). Dan saat yang paling dekat antara dirinya dengan Tuhannya adalah ketika ia berada di dalam rumahnya.” (HR. Tirmidzi, no. 1173, Ibnu Khuzaimah dalam Sahihnya, no. 1685 dan Ibnu Hibban dalam Sahihnya, no. 1519)

*****

Islam datang untuk menjaga kehormatan dan kemuliaan wanita, serta mensyariatkan berbagai hukum demi melindungi hal tersebut. Allah ﷻ berfirman:

﴿وَقَرْنَ ‌فِي ‌بُيُوتِكُنَّ﴾

Artinya: “Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu” (QS. al-Aḥzab: 33).

Berdasarkan hal ini, hukum asal bagi wanita adalah tetap berada di rumahnya, dan tidak keluar kecuali karena kondisi darurat (mendesak) dan kebutuhan yang benar-benar penting. Bahkan Syariat Islam sendiri menjadikan salat wanita di rumahnya lebih baik daripada salatnya di masjid, bahkan meskipun di Masjid Haram.

Maka sunahnya bagi wanita adalah tetap tinggal di rumahnya dan tidak keluar kecuali jika ada kebutuhan dan keperluan penting, karena hal itu termasuk sebab keselamatan dan maslahat.

Adapun keluar ke pasar dan banyak bepergian untuk berkunjung adalah termasuk sebab-sebab munculnya fitnah, maka yang lebih utama bagi wanita adalah tidak keluar kecuali karena kebutuhan.

Hal ini tidak berarti bahwa wanita harus menjadi “tawanan rumah”, sebab Islam membolehkan wanita pergi ke masjid, bahkan mewajibkan mereka untuk menunaikan ibadah haji dan umrah, salat Id, dan ibadah lainnya yang mereka perlu untuk keluar rumah.

Termasuk keluar rumah yang dibolehkan secara syar‘i adalah:

  • keluar untuk mengunjungi keluarga dan mahramnya,
  • keluar untuk meminta fatwa dan bertanya kepada ulama,
  • serta keluar untuk mengurus kebutuhan-kebutuhan penting mereka
Baca juga:  HADIS MENDAHULUKAN SEBELAH KANAN

Namun semua itu harus dilakukan sesuai dengan ketentuan syariat, yaitu:

  • adanya mahram, yang menemaninya saat safar
  • adanya jaminan keamanan di jalan ketika berada di daerah tempat tinggalnya
  • keluar dengan memakai hijab yang sempurna,
  • tidak berhias (tabarruj), dan tidak memakai wangi-wangian (parfum).

Hukum wanita bekerja di luar rumah

Pekerjaan yang sesuai dengan fitrah dan tabiat alami wanita, tidaklah mengapa selama aman dari fitnah dan memperhatikan ketentuan-ketentuan syariat dengan cara menghindari khalwat (berdua-duan dengan lawan jenis yang bukan mahram) dan semua bentuk perbuatan yang tidak sesuai dengan syariat. Serta dengan izin suami jika ia telah menikah. Contohnya seperti mengajar anak-anak perempuan, atau bekerja di rumah sakit khusus wanita untuk menangani pasien perempuan.

Tidak mengapa wanita bekerja dalam bidang seperti ini, bahkan kadang menjadi pekerjaan yang dianjurkan atau bahkan diwajibkan, melihat kondisi yang terjadi dan jika ada keperluan mendesak atau kebutuhan yang nyata terhadapnya.

Namun, bila tidak ada kebutuhan yang benar-benar mendesak (di luar rumah) -dengan memperhatikan syarat-syarat yang telah disebutkan-, maka tinggal di rumah serta menjalankan tugas-tugas rumah tangganya adalah yang lebih utama dan merupakan hukum asal bagi wanita yang patut diperhatikan.

Syarat-syarat wanita boleh bekerja di luar rumah:

  1. Pekerjaannya halal (tidak haram).
  2. Bertujuan untuk kebutuhan pribadi atau kemaslahatan masyarakat.
  3. Mendapat izin dari suami atau walinya.
  4. Tidak melalaikan hak-hak suami dan anak-anaknya.
  5. Sesuai dengan tabiat kewanitaan (tidak bertentangan dengan fitrahnya).
  6. Tidak memakai wangi-wangian (seperti parfum), dan berhias
  7. Berpakaian sopan dan menutup aurat sempurna.
  8. Berjalan dengan sewajarnya, sederhana dan sopan.
  9. Tidak berdua-duan (khalwat) dan bercampur (ikhtila) dengan laki-laki bukan mahramnya

Footnote:

Baca juga:  HUKUM DAN SYARAT TAHARAH KETIKA MENYENTUH MUSHAF

(1) Diterjemahkan dan disadur dari buku Ithlâlah Fiqhiyyah ‘ala Ahâdits al-Arba’în al-Nisâiyyah, karya Syekhah Hibah Hilmi al-Jabiri –hafizhahallah-.

Subscribe
Notify of
guest
0 Komentar
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments