Daftar Isi:
Jenis air yang suci untuk digunakan berwudhu
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ: سَأَلَ رَجُلٌ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: إِنَّا نَرْكَبُ البَحْرَ ونَحْمِلُ مَعَنَاp-1 القَلِيْلَ مِنَ المـَاءِ فَإِنْ تَوضَّأْنَا بِهِ عَطِشْنَا، أَفَنَتَوَضَّأُ مِنْ مَاءِ البَحْرِ؟ فَقَالَ النَّبِيُ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: ((هُوَ الطَّهُوْرُ مَاؤُهُ الحِلُّ مَيْتَتُهُ)).
Abu Hurairah radhiyallahu anhu berkata, “Seorang laki-laki bertanya kepada Rasulullah, dia berkata, ‘Sesungguhnya kami sedang berlayar di laut dan kami hanya membawa sedikit air, jika kami berwudhu dengannya kami akan kehausan, apakah boleh kami berwudhu dengan air laut?’ Maka Nabi bersabda, ‘Laut itu suci airnya dan halal bangkainya’.”
Kosa kata hadis:
- Abu Hurairah radhiyallahu anhu adalah sahabat Nabi Muhammad yang paling banyak meriwayatkan hadis. Beliau berjasa besar mengumpulkan hadis Nabi. Hal tersebut dapat dirasakan karena hadis yang merupakan salah satu sumber hukum Islam telah sampai kepada umat muslim hingga di zaman ini. Beliau tercatat meriwayatkan tidak kurang dari 5374 hadis dari Nabi Muhammad. Nama beliau adalah Abdurrahman. Nama tersebut beliau pakai setelah masuk Islam pada peristiwa perang Khaibar yaitu tahun 7 hijriah. Beliau pernah diutus oleh Umar bin Khatthab ke negeri Bahrain sebagai gubernur di sana. Setelah menyelesaikan masa jabatan tersebut, beliau menolak untuk menjabat kembali pada periode yang kedua kalinya. Beliau wafat di Madinah pada tahun 59 hijriah, pada usia 78 tahun, dan yang bertindak sebagai imam pada salat jenazah beliau adalah gubernur Madinah saat itu yaitu al-Walid bin ‘Uqbah bin Abi Sufyan.
- At-Thahur bermakna suci, dan bersih dari kotoran. Kesucian adalah sifat yang menentukan boleh dan sahnya air digunakan untuk melakukan salat. Bersuci ada dua macam. Pertama, bersuci dari hadas dapat dilakukan dengan berwudhu dan mandi, atau ketika tidak ada air atau tidak dapat menggunakan air, boleh bertayamum dengan tanah yang suci. Kedua, bersuci dari khabats atau najis, yaitu dengan menghilangkan najis dari badan, pakaian atau tempat yang digunakan untuk salat. Media penyuciannya sama seperti di atas yaitu dengan air atau tanah yang suci.
Makna hadis:
Air laut adalah jenis dan sumber air yang suci untuk berwudu, meskipun memiliki sifat yang berbeda dengan keumuman air di darat yaitu rasanya yang asin lagi pahit. Allah Ta’ala berfirman,
ﭐ ۞ وَهُوَ الَّذِيْ مَرَجَ الْبَحْرَيْنِ هٰذَا عَذْبٌ فُرَاتٌ وَّهٰذَا مِلْحٌ اُجَاجٌۚ وَجَعَلَ بَيْنَهُمَا بَرْزَخًا وَّحِجْرًا مَّحْجُوْرًا
“Dan Dialah yang membiarkan dua laut yang mengalir (berdampingan); yang ini tawar lagi segar dan yang lain asin lagi pahit; dan Dia jadikan antara keduanya dinding dan batas yang menghalangi.” (Surah Al-Furqan: 53)
Untuk melaksanakan salat, seorang muslim harus berwudu terlebih dahulu, sebagaimana firman Allah Ta’ala,
ﭐيٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِذَا قُمْتُمْ اِلَى الصَّلٰوةِ فَاغْسِلُوْا وُجُوْهَكُمْ . . . .
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan salat, maka basuhlah mukamu . . . .” (Surah Al-Maidah: 6)
Oleh karena air yang biasa digunakan memiliki rasa yang tawar, muncullah pertanyaan tersebut. Ayat tersebut dipahami oleh setiap yang mendengarkannya bahwa air yang digunakan untuk membasuh anggota tubuh adalah air dengan sifat alami tanpa tercampur dengan sesuatu yang lain dan terjadi perubahan padanya.
Rasa asin yang menjadi sifat air laut tentu terjadi karena proses yang alami. Sedangkan air tawar yang bercampur dengan garam hasil buatan manusia dengan proses penguapan atau perebusan, dan mengubah rasa dan warna air tersebut tidak boleh digunakan untuk berwudu. Allah a’lam.
Faedah dan istinbat dari hadis:
- Hadis ini adalah dalil bagi jumhur ulama bahwa air laut adalah air yang suci dan dapat digunakan untuk berwudu.
- Seorang alim atau mufti jika ditanya tentang sesuatu masalah, boleh memberi jawaban lebih panjang dari kadar pertanyaan, jika dirasakan bahwa pihak yang bertanya butuh jawaban tersebut.
- Halal hukumnya dan boleh mengkonsumsi ikan yang ditangkap oleh orang Majusi dan orang kafir selain mereka. Hal ini karena ikan tidak perlu disembelih (tadzkiyah) ketika dikonsumsi dan telah dipertegas dalam hadis tersebut bahwa bangkainya halal dimakan.
- Secara umum, semua binatang laut halal dikonsumsi dan demikian pula bangkainya berdasarkan hadis ini, di mana proses penangkapan menjadi tadzkiyah-nya. Sebagian ulama ada yang mengecualikan beberapa jenis binatang laut yang tidak boleh dikonsumsi, yaitu binatang laut yang menyerupai makhluk didarat seperti manusia, anjing, babi dan ular.
- Al-Humaidi meriwayatkan bahwa asy-Syafi’i berkata,
هَذَا الحَدِيْثُ نِصْفُ العِلْمِ الطَهَارَةِ
“Hadis ini mencakup setengah ilmu tentang taharah.”
Perkataan asy-Syafi’i rahimahullah tersebut benar adanya, karena hadis ini menunjukkan tentang kesucian air yang bersumber dari tanah. Dan di dalam Al-Qur’an, Allah menyebutkan tentang kesucian air yang diturunkan dari langit. Allah Ta’ala berfirman,
وَهُوَ الَّذِيْٓ اَرْسَلَ الرِّيَاحَ بُشْرًاۢ بَيْنَ يَدَيْ رَحْمَتِهٖۚ وَاَنْزَلْنَا مِنَ السَّمَاۤءِ مَاۤءً طَهُوْرًا
“Dialah yang meniupkan angin (sebagai) pembawa kabar gembira dekat sebelum kedatangan rahmat-nya (hujan); dan Kami turunkan dari langit air yang amat bersih.” (Surah Al-Furqan: 48)
6. Hadis tersebut juga menunjukkan bahwa maslahat kebutuhan minum manusia atau hewan lebih didahulukan dari maslahat bertaharah dengan dengan air.