وَعَنْ الـمُغِيْرَة بْنِ شُعْبَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ: كُنْتُ مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي سَفَرٍ فَقَالَ: ((يَا مُغِيْرَةُ خُذِ الْإِدَاوَةَ))، فَأَخَذْتُهاَ، فَانْطَلَقَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَتَّى تَوَارَى عَنِّي فَقَضَى حَاجَتَهُ. مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ
Dari al-Mugīrah bin Syu’bah t, dia berkata, “Suatu ketika saya bersama Nabi ﷺ dalam perjalanan safar, beliau bersabda, ‘Wahai al-Mugīrah, ambilkan bejana air wudu’, lalu saya mengambilnya. Kemudian beliau bersembunyi dariku dan menyelesaikan hajatnya.” Muttafaqun ‘alaihi.[1]
Daftar Isi:
Kosa kata hadis:
- Al-idāwah (الْإِدَاوَةَ) semakna dengan al-miṭharah (الْمِطْهَرَةُ) dan al-mīḍa’ah (الْمِيضَأَةُ) yang artinya adalah bejana air wudu.[2]
- Dalam redaksi yang lebih lengkap, hadis tersebut ada tambahan lafal, “Beliau mengenakan jubah (pakaian) khas negeri Syam yang kedua lengannya sempit,” dan kisah perjalanan tersebut terjadi pada peristiwa perang Tabuk tahun kesembilan hijriah.[3]
Makna hadis:
Al-Mugīrah bin Syu’bah t menceritakan kisah perjalanan safar beliau bersama Rasulullah ﷺ. Al-Mugīrah t diperintah oleh Rasulullah ﷺ untuk mengambil bejana air wudu untuk beliau dan kemudian beliau pergi menjauh hingga tidak terlihat lagi oleh al-Mugīrah raḍiyallāhu ‘anhu ketika menyelesaikan hajatnya.
Faedah dan istinbat dari hadis:
- Pada hadis tersebut, ada pengajaran adab yaitu istihbab menyendiri dan menjauh dari manusia ketika buang hajat jika berada di tanah yang terbuka. Termasuk dalam makna yang terkandung dalam hadis adalah berlindung dengan bangunan, menggunakan hijab penutup, menurunkan tirai, masuk ke dalam tanah dan lubang dan semisalnya yang menutup (menghalangi) aurat dari pandangan manusia.[4]
- Hadis ini merupakan dalil tentang bolehnya meminta bantuan orang lain ketika berwudu. Sedangkan lafal sebagian hadis yang melarang untuk minta bantuan orang lain ketika berwudu tidaklah valid. Ada tiga bentuk meminta bantuan ketika berwudu, yaitu:
Pertama, dibantu mengambilkan air; hal ini tidak mengapa dan bukanlah suatu aib sebagaimana dalam hadis tersebut.
Kedua, dibantu membasuh anggota tubuh oleh orang lain ketika berwudu; ada ulama yang memakruhkannya kecuali kondisi darurat.
Ketiga, dibantu menuangkan air ketika berwudu; lebih baik menuangkan sendiri tanpa dibantu.[5]
- Juga termasuk fikih hadis tersebut adalah bolehnya memakai pakaian yang diimpor dan dibuat oleh kaum musyrik karena negeri Syam pada masa tersebut adalah negeri kafir. Model pakaian mereka di antaranya adalah pergelangan baju yang sempit, dengan syarat jika tidak terdapat najis padanya [6]
- Anjuran untuk berkhidmat membantu orang yang dimuliakan karena ilmunya.[7]
Footnote:
[1] H.R. Al-Bukhārī (363) dan Muslim (274).
[2] Al-Nawawi. Al-Minhāj. Jilid 3, hlm. 168.
[3] Ibnu Baṭṭāl. Op. Cit. Jilid 2, hlm. 25.
[4] Al-Khatthabi. Ma’ālim al-Sunan. Jilid 1, hlm. 9.
[5] Al-Nawawi. Al-Minhāj. Jilid 3, hlm. 168.
[6] Ibnu Baṭṭāl. Op. Cit. Jilid 2, hlm. 25.
[7] Ibid.