ANCAMAN KERAS BAGI YANG MENINGGALKAN SALAT BERJEMAAHPerkiraan waktu baca: 2 menit

32
ANCAMAN KERAS BAGI YANG MENINGGALKAN SALAT BERJEMAAH

SYARAH KITAB ‘UMDAH AL-AKĀM[1]

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم: أَثْقَلُ الصَّلاةِ عَلَى الْمُنَافِقِينَ: صَلاةُ الْعِشَاءِ، وَصَلاةُ الْفَجْرِ، وَلَوْ يَعْلَمُونَ مَا فِيهَا لأَتَوْهُمَا وَلَوْ حَبْوًا، وَلَقَدْ هَمَمْتُ أَنْ آمُرَ بِالصَّلاةِ فَتُقَامَ، ثُمَّ آمُرَ رَجُلاً فَيُصَلِّيَ بِالنَّاسِ، ثُمَّ أَنْطَلِقَ مَعِي بِرِجَالٍ مَعَهُمْ حُزَمٌ مِنْ حَطَبٍ إلَى قَوْمٍ لا يَشْهَدُونَ الصَّلاةَ، فَأُحَرِّقَ عَلَيْهِمْ بُيُوتَهُمْ بِالنَّارِ

Artinya:

Dari Abū Hurairah raḍiyallāhu ‘anhu, ia berkata, “Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Salat yang paling berat bagi orang-orang munafik adalah salat Isya dan salat Subuh. Seandainya mereka mengetahui apa yang ada di dalamnya, pasti mereka akan datang walaupun dengan merangkak. Sungguh, aku berniat memerintahkan agar salat didirikan, kemudian aku memerintahkan seseorang untuk menjadi imam bagi orang-orang, lalu aku pergi bersama beberapa orang dengan membawa seikat kayu bakar untuk menuju kepada kaum yang tidak menghadiri salat, kemudian aku bakar rumah-rumah mereka dengan api’.”

Takhrīj Hadis:

Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Bukhārī dalam kitabnya al-aīḥ, kitab al-Jamā’ah wa al-Imāmah, bab “Wajibnya Salat Jemaah”, no. 618, dan juga diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam kitabnya al-Ṣaḥīḥ, kitab al-Masājid wa Mawāi’ al-alāh, bab “Keutamaan Salat Jemaah”, no. 651. Lafaz hadis ini sesuai redaksi Imam Muslim.

Syarah dan Faedah yang Terkandung dalam Hadis Ini:

  1. Hadis ini berisi tentang kewajiban salat berjemaah di masjid.
  2. Tekad atau niat Rasulullah ﷺ untuk membakar rumah-rumah orang yang tidak menghadiri salat berjemaah merupakan dalil kewajiban dan pengharaman meninggalkan salat berjemaah. Hal ini dikuatkan dengan hadis yang diriwayatkan oleh Abū Hurairah raḍiyallāhu ‘anhu tentang kisah orang buta dan memohon izin dari Nabi ﷺ untuk mengerjakan salat di masjid akan tetapi Nabi ﷺ tidak mengizinkan untuk mengerjakannya di rumah dan memenuhi panggilan azan. Jika penekanan kewajibannya adalah pada salat berjemaah saja, tentulah Nabi akan memberikan keringanan bagi orang buta itu untuk mengerjakan salat berjemaah di rumahnya dan tidak mengharuskannya datang ke masjid.[2]
  3. “Membakar rumah” disebutkan karena saat salat Subuh dan Isya kemungkinan keberadaan seseorang di rumah lebih tinggi dibandingkan salat-salat lainnya. Pada waktu-waktu lain, orang-orang biasanya berada di tempat kerja atau tempat-tempat lainnya.
  4. Hadis ini juga mengajarkan bahwa meninggalkan salat Isya dan Subuh secara berjemaah di masjid merupakan ciri-ciri orang munafik. Kemunafikan yang dimaksud ialah kemunafikan yang bersifat maksiat bukan kemunafikan keyakinan (nifaq i’tiqadi)[3]. Hal ini didasari oleh lafaz yang disebutkan dalam riwayat lain, “Kemudian aku mendatangi kaum yang mengerjakan salat di rumah-rumah mereka tanpa adanya uzur sakit.”[4] Ini menunjukkan bahwa kemunafikan yang dimaksud adalah kemunafikan maksiat dan bukan kekufuran karena orang kafir tidak mengerjakan salat di rumahnya akan tetapi mengerjakannya di masjid karena riya dan sum’ah. Jika mereka berada bersendiri di rumah yang mereka kerjakan ialah menghina dan mengkafiri agama Allah sebagaimana yang Allah firmankan.[5]
  5. “Seandainya mereka mengetahui apa yang ada di dalamnya” juga menguatkan pernyataan di atas karena orang munafik sejati tidak mementingkan pahala.
  1. Hadis ini juga menginformasikan besarnya pahala yang terdapat pada salat Isya dan salat Subuh. Jika seorang muslim mengetahunya tentu ia akan mengerjakannya dengan penuh semangat bahkan bila harus merangkak seperti seorang bayi untuk mendatanginya.
Baca juga:  HADIS KE-17 AL-ARBAIN: PERBUATAN IHSAN

 


Footnote:

[1] Diterjemahkan dan disadur dari kitab “Mūjaz al-Kalām ‘ala ‘Umdah al-Akām” karya Dr. Manṣūr bin Muhammad al-Ṣaq’ūb hafiahullāh.

[2] Abū Hurairah raḍiyallāhu ‘anhu meriwayatkan, “Seorang lelaki buta mendatangi Nabi ﷺ dan berkata, ‘Wahai Rasulullah, saya tidak memiliki orang yang dapat menuntun saya menuju ke masjid. Ia pun meminta kepada Rasulullah ﷺ untuk memberinya keringanan agar ia salat di rumahnya. Nabi pun memberikan keringanan padanya. Namun saat ia beranjak pergi, Nabi pun memanggilnya dan bersabda, ‘Apakah engkau mendengar panggilan azan’? Ia menjawab, ‘Ya’. Beliau bersabda, ‘Kalau begitu, datanglah’!” (H.R. Muslim, no. 653).

[3] Lihat: Fatḥ al-Bāri karya Ibnu Hajar (2/127).

[4] H.R. Abū Dāwud (no. 549).

[5] Fatḥ al-Bāri (2/127).

Subscribe
Notify of
guest
0 Komentar
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments