SIRAH NABI ṢALLALLĀHU ‘ALAIHI WA SALLAM PERMULAAN TURUNNYA WAHYU[1]
Saat Rasulullah ﷺ berumur 40 tahun, terpancar pada beliau cahaya kenabian, lalu Allah ﷻ memuliakan beliau dengan mengangkatnya sebagai Rasul pada hari Senin.
Daftar Isi:
Masa Kenabiannya ﷺ
‘Ā’isyah raḍiyallāhu ‘anhā berkata, “Permulaan turunnya wahyu kepada Rasulullah ﷺ dimulai dengan mimpi yang baik dalam tidurnya, tidaklah beliau bermimpi kecuali datang seperti cahaya subuh. Kemudian beliau dikaruniakan kecintaan untuk menyendiri, beliau pun menyendiri di Gua Hira untuk ber-taḥannuṡ –beliau beribadah- dalam beberapa malam dengan membawa beberapa perbekalan. Lalu beliau pulang menemui Khadījah raḍiyallāhu ‘anhā untuk mempersiapkan bekal sebagaimana sebelumnya, sampai datang kepadanya al-ḥaq (wahyu) saat beliau di Gua Hira. Malaikat datang kepadanya dan berkata, “Bacalah!” Beliau menjawab, “Aku tidak bisa membaca.” Nabi ﷺ berkata, “Malaikat itu memegangku dan memelukku dengan sangat kuat, kemudian ia melepaskanku, dan berkata lagi, ‘Bacalah’!” Beliau menjawab, “Aku tidak bisa membaca.” Malaikat itu memegang dan memelukku dengan sangat kuat untuk yang kedua kalinya, kemudian ia melepaskanku dan berkata lagi, ‘Bacalah’!” Beliau menjawab, “Aku tidak bisa membaca.” Malaikat itu memegang dan memelukku kembali untuk yang ketiga kalinya dengan sangat kuat, lalu melepaskanku, kemudian ia berkata lagi,
﴿اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ ` خَلَقَ الإِنْسَانَ مِنْ عَلَقٍ ` اقْرَأْ وَرَبُّكَ الأَكْرَمُ﴾
Artinya:
“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan. Dia menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha Pemurah.” [Q.S. al-‘Alaq: 1-3].
Beliau ﷺ kemudian pulang dalam kondisi gemetar dan perasaan takut di dalam hatinya. Beliau ﷺ masuk ke rumah Khadījah binti Khuwailid ﷺ, sambil berkata, “Selimuti aku, selimuti aku.” Khadījah pun menyelimutinya hingga hilang rasa takutnya. Beliau ﷺ pun menceritakan kepada Khadījah apa yang terjadi, lalu beliau ﷺ berkata, “Aku sangat khawatir terhadap diriku.” Khadījah berkata, “Jangan khawatir! Sekali-kali tidak, Demi Allah, Dia tidak akan menghinakanmu selamanya. Sesungguhnya engkau adalah orang yang menyambung tali silaturrahim, memikul beban kesusahan orang lain, memberi orang miskin, menjamu tamu, serta menolong orang yang menegakkan kebenaran.” Setelah itu Khadījah raḍiyallāhu ‘anhā pergi bersama Nabi ﷺ menemui Waraqah bin Naufal bin Asad bin ‘Abdil ‘Uzza, merupakan putra dari paman Khadījah, pemeluk agama Nasrani sejak zaman jahiliah, pandai menulis al-Kitab dalam bahasa Ibrani, bahkan pernah menulis kitab Injil dengan bahasa Ibrani berkali-kali. Saat Nabi ﷺ mendatanginya, ia dalam keadaaan telah lanjut usia dan matanya telah buta. Khadījah raḍiyallāhu ‘anhā berkata kepadanya, “Wahai sepupuku, dengarkanlah kabar dari putra saudaramu ini.” Waraqah berkata, “Wahai putra saudaraku, apa yang terjadi denganmu?” Rasulullah ﷺ menceritakan kepadanya semua peristiwa yang telah beliau alami. Waraqah berkata, “Ini adalah al-Namus (yaitu Malaikat Jibril) yang pernah diutus Allah kepada Nabi Musa. Aduhai, seandainya aku masih sangat muda ketika itu, sekiranya aku masih hidup ketika engkau diusir oleh kaummu.” Rasulullah ﷺ bertanya, “Apakah mereka akan mengusirku?” Ia menjawab, “Ya, tidak seorang pun yang diberi wahyu seperti engkau kecuali pasti akan dimusuhi. Jika aku mendapati hari itu, niscaya aku akan menolongmu sekuat tenagaku.” Tidak berapa lama kemudian Waraqah meninggal dunia, dan wahyu terputus dari Rasulullah ﷺ. Beliau ﷺ berkata, “Ketika aku sedang berjalan, tiba-tiba aku mendengar suara dari langit, maka aku mengangkat pandanganku. Aku melihat Malaikat yang aku lihat di Gua Hira sedang duduk di atas kursi antara langit dan bumi. Aku pun merasa takut. Kemudian aku pulang sambil berkata, ‘Selimuti aku, selimuti aku’!. Lalu Allah menurunkan ayat-Nya,
﴿يَا أَيُّهَا الْمُدَّثِّرُ` قُمْ فَأَنْذِرْ﴾ إِلَى قَوْلِهِ: ﴿وَالرُّجْزَ فَاهْجُرْ﴾
Artinya:
‘Wahai orang yang berselimut, bangunlah dan berilah peringatan”, hingga firmanNya: “dan kesyirikan, tinggalkanlah’. [Q.S. al-Muddaṡṡir:1-5].
Setelah itu wahyu pun senantiasa turun dan berkesinambungan.”[2]
Tingkatan Turunnya Wahyu
- Pertama: Mimpi yang Nyata
Beginilah permulaan turunnya wahyu kepada beliau ﷺ. ‘Ā’isyah raḍiyallāhu ‘anhā berkata, “Dan tidaklah beliau bermimpi kecuali mimpi tersebut datang seperti cahaya subuh (sangat jelas).”[3]
- Kedua: Bisikan ke Dalam Hati
Malaikat membisikkan wahyu ke dalam pikiran dan hati beliau ﷺ tanpa melihatnya. Beliau ﷺ bersabda,
وَإِنَّ الرُّوحَ الْأَمِينَ نَفَثَ فِي رَوْعِي
Artinya:
“Sesungguhnya al-Rūḥ al-Amīn (Malaikat Jibril) membisikkan ke dalam hatiku, dan mengabarkan kepadaku bahwa….”[4]
- Ketiga: Malaikat Menyamar Manusia
Rasulullah ﷺ bersabda,
وَيَتَمَثَّلُ لِي الْمَلَكُ أَحْيَانًا رَجُلًا، فَيُكَلِّمُنِي فَأَعِي مَا يَقُولُ
Artinya:
“Terkadang Malaikat datang dengan menyerupai seorang laki-laki kemudian ia pun berbicara kepadaku, maka aku pun memahami apa yang ia katakan.”[5]
Pada tingkatan ini, para sahabat terkadang melihatnya.
- Keempat: Suara Lonceng yang Bising
Rasulullah ﷺ bersabda,
أَحْيَانًا يَأْتِينِي مِثْلَ صَلْصَلَةِ الْجَرَسِ، وَهُوَ أَشَدُّهُ عَلَيَّ، فَيُفْصَمُ عَنِّي وَقَدْ وَعَيْتُ عَنْهُ مَا قَالَ، وَأَحْيَانًا يَتَمَثَّلُ لِي الْمَلَكُ رَجُلًا، فَيُكَلِّمُنِي فَأَعِي مَا يَقُولُ.
Artinya:
“Terkadang wahyu datang kepadaku seperti suara lonceng yang sangat bising, inilah yang paling berat bagiku, Malaikat Jibril mengabarkanku sesuatu dan aku memahami apa yang ia ucapkan.”
‘Ā’isyah raḍiyallāhu ‘anhā berkata, “Sungguh aku telah melihat wahyu turun kepada beliau di hari yang sangat dingin, namun keringat bercucuran dari dahi beliau.”[6]
Bahkan untanya pun terduduk apabila wahyu turun ketika beliau sedang mengendarainya.
- Kelima: Malaikat dalam Wujud Aslinya
Nabi ﷺ pernah melihat Malaikat dalam wujud aslinya sebagaimana ia diciptakan, lalu Malaikat itu menyampaikan sesuai yang Allah ﷻ kehendaki, hal ini terjadi dua kali sebagaimana disebutkan dalam surah al-Najm.
- Keenam: Wahyu dari Allah
Allah ﷻ mewahyukan kepada beliau ﷺ secara langsung tatkala beliau berada di atas langit yang ketujuh pada malam Mikraj, seperti perintah wajibnya salat dan lainnya.
- Ketujuh: Allah ﷻ Berbicara Langsung Dengannya
Allah ﷻ berbicara langsung kepada beliau ﷺ tanpa perantara Malaikat, sebagaimana Allah ﷻ berbicara kepada Nabi Musa ‘alaihi al-salām.
Ayat Pertama yang Turun Kepadanya ﷺ
Ayat yang pertama kali turun kepada beliau adalah lima ayat pertama dari surah al-‘Alaq (1-5),
﴿اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ ` خَلَقَ الإنْسَانَ مِنْ عَلَقٍ ` اقْرَأْ وَرَبُّكَ الأكْرَمُ ` الَّذِي عَلَّمَ بِالْقَلَمِ ` عَلَّمَ الإنْسَانَ مَا لَمْ يَعْلَمْ﴾
Artinya:
“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan. Dia menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha Pemurah. Yang mengajar (manusia) dengan pena. Dia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya.”
Tingkatan-tingkatan Dakwahnya ﷺ
-
- Pertama: Turunnya wahyu kenabian.
- Kedua: Memperingati keluarga dekatnya.
- Ketiga: Memperingati kaumnya.
- Keempat: Memperingati kaum yang telah mendapatkan peringatan sebelumnya, yaitu seluruh bangsa Arab.
- Kelima: Memperingati semua makhluk dari kalangan jin dan manusia sampai akhir zaman.
Fase Dakwahnya
-
- Pertama: Dakwah sembunyi-sembunyi, berlangsung selama 3 tahun di awal kenabian.
- Kedua: Dakwah terang-terangan, ketika beliau mendapatkan perintah,
﴿فَاصْدَعْ بِما تُؤْمَرُ وَأَعْرِضْ عَنِ الْمُشْرِكِينَ﴾
Artinya:
“Sampaikanlah secara terang-terangan apa yang diperintahkan kepadamu.” [Q.S. al-Ḥijr: 94].
Orang Pertama yang Beriman Kepadanya
-
- Dari Kalangan Laki-laki: Abū Bakar al-Ṣiddīq.
- Dari Kalangan Wanita: Khadījah binti Khuwailid.
- Dari Kalangan Anak kecil: ‘Ālī bin Abī Ṭālib.
- Dari Kalangan Mawali (budak yang telah merdeka): Zaid bin Ḥāriṡah.
- Dari Kalangan Budak: Bilāl bin Rabāḥ al-Habasyī.
Beberapa Sahabat yang Pertama-tama Beriman
Di antara orang yang pertama kali beriman kepada beliau ﷺ setelah yang telah disebutkan di atas adalah ahli bait (keluarga beliau ﷺ ) kemudian ‘Uṡman bin ‘Affān, Ṭalḥah bin ‘Ubaidillāh, al-Zubair bin al-‘Awwām, Sa’ad bin Abī Waqqāṣ, ‘Abdurraḥmān bin ‘Auf, Khabbāb bin Arat, Ṣuhaib al-Rūmī, ‘Ammār bin Yāsir dan ibunya Sumayyah, Abū ‘Ubaidah ‘Amir bin Jarrāḥ, ‘Uṡmān bin Maẓ’ūn, Abū Salamah bin ‘Abdil Asad, dan ‘Utbah bin Gazwan raḍiyallāhu ‘anhum ‘ajma’īn.
Footnote:
[1] Diterjemahkan dan disadur dari kitab al-Mukhtaṣar al-Mufīd li Sirah al-Nabi al-Muṣṭafā ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam wa Syamā’ilihi karya Haiṡam bin Muḥammad Sarhan (Mantan Pengajar Ma’had Masjid Nabawi dan pengasuh situs: alsarhaan.com.
[2] Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Bukhārī dalam kitabnya al-Ṣaḥīḥ; kitab Permulaan Wahyu, Bab “ Bagaimana Permulaan Wahyu kepada Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam”, no. 3 dan 4.
[3] Idem.
[4] Diriwayatkan oleh Ibn Abī Syaibah dalam al-Muṣannaf (no. 37051) dan al-Baihaqi dalam Syu’ab al-Īmān (no. 10376)
[5] H.R. Bukhārī (no. 3043).
[6] H.R. Bukhārī (no. 2)