وَعَن عُقْبَةَ بْنَ عَامِرٍ قَالَ: ثَلَاثُ سَاعَاتٍ كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَنْهَانَا أَنْ نُصَلِّيَ فِيهِنَّ، أَوْ أَنْ نَقْبُرَ فِيهِنَّ مَوْتَانَا: حِينَ تَطْلُعُ الشَّمْسُ بَازِغَةً حَتَّى تَرْتَفِعَ، وَحِينَ يَقُومُ قَائِمُ الظَّهِيرَةِ حَتَّى تَزُولَ، وَحِينَ تَضَيَّفُ: أَيْ تَمِيْلُ الشَّمْسُ لِلْغُرُوبِ. رَوَاهُ مُسْلِمٌ
Artinya:
Dari ‘Uqbah bin ‘Āmir, dia berkata, “Ada tiga waktu yang Rasulullah ﷺ larang kami untuk melaksanakan salat pada waktu tersebut atau kami menguburkan mayit, yaitu ketika matahari tepat terbit hingga meninggi, ketika (bayangan) seseorang tepat tegak saat Zuhur hingga (matahari) tergelincir, dan ketika matahari tepat mulai condong tenggelam.” Hadits riwayat Muslim.[1]
Daftar Isi:
Kosa kata hadis:
- Uqbah bin ‘Āmiral-Juhanī, kun-yah beliau adalah Abū Ḥammād atau Abū ‘Āmir. Beliau pernah menjadi gubernur negeri Mesir pada masa kekhalifahan Mu’āwiyah bin Abū Sufyān y. Kemudian, ia wafat di negeri Mesir pula pada tahun 58 hijriah.
- تَضَيَّفَ لِلْغُرُوبِ artinya condong akan tenggelam (di ufuk barat), sebagaimana disebutkan dalam teks hadis. Dari asal kata الضَّيْفُ, artinya kecondongan sesuatu kepada sesuatu. [2]
- الظَّهِيرَةِ atau al-ẓahīrah artinya waktu ketika matahari berada tepat di tengah atau di atas kepala.
Sehingga makna lafaz حِينَ يَقُومُ قَائِمُ الظَّهِيرَةِ adalah ketika tidak ada bayangan seseorang yang berdiri saat al-ẓahīrah, apakah bayangan tersebut di sebelah timur atau sebelah barat.[3]
- بَازِغَةً artinya awal dan permulaan terbit (matahari).[4]
- Makna lafaz “menguburkan mayit” disebutkan oleh para ulama, antara lain yaitu menyalatkan mayit atau mengakhirkan menguburkan jenazah hingga waktu-waktu tersebut dengan sengaja, wallāhu a’lam.
Makna hadis:
Pada awal bab telah disebutkan tentang pembahasan waktu-waktu yang memiliki keutamaan dan dianjurkan untuk melaksanakan ibadah salat di dalamnya, maka pembahasan ini disebutkan hadis tentang beberapa waktu yang dilarang oleh Nabi Muhammad ﷺ untuk melaksanakan ibadah salat, antara lain yaitu ketika matahari tepat terbit hingga meninggi ke atas kepala (di langit). Kemudian, ketika matahari tepat di atas kepala sehingga bayangan seseorang yang berdiri tegak tidak terlihat lagi, hingga (matahari) tergelincir. Kemudian, ketika matahari tepat mulai condong tenggelam hingga benar-benar tenggelam.
Faedah dan istinbat dari hadis:
- Ulama berbeda pandangan terkait hukum salat jenazah dan menguburkannya pada waktu-waktu yang dilarang untuk salat.
Jumhur ulama memandang bahwa hal tersebut makruh hukumnya. Hal ini adalah pendapat Ibnu ‘Umar, ‘Aṭā’, al-Nakhā’ī, al-Auzā’ī, Sufyān al-Ṡaurī, ulama Ḥanafiyah, Aḥmad bin Hanbal. Pendapat jumhur tersebut selaras dengan hadis ‘Uqbah bin ‘Āmir t.
Sedangkan al-Syāfi’ī memandang tidak mengapa salat jenazah dan menguburkan di setiap waktu pada siang dan malam hari.[5]
Footnote:
[1] H.R. Muslim (831).
[2] Al-Khaṭṭābī. Ma’ālim al-Sunan. Jilid 1, hlm. 313.
[3] Al-Nawawī. Al-Minhāj. Jilid 6, hlm. 114.
[4] Ibnu al-Jauzī. Kasyful Musykil min Hadīṡ al-Ṣaḥīḥaini. Jilid 4, hlm. 143.
[5] Al-Khaṭṭābī. Ma’ālim al-Sunan. Jilid 1, hlm. 313.