BAB: HUKUM TERKAIT DENGAN HADAS
Daftar Isi:
Berwudu ketika Salat dan Tawaf [1]
عَن عَطَاءِ بْنِ السَّائِبِ، عَنْ طَاوُسٍ، عَن ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: ((إِنَّ الطَّوَافَ بِالْبَيْتِ صَلَاةٌ إِلَّا أَنَّ اللهَ تَعَالَى أَحَلَّ فِيهِ النُّطْقَ، فَمَنْ نَطَقَ فَلَا يَنْطِقْ إِلَّا بِخَيْرٍ)). رَوَاهُ التِّرْمِذِيُّ و وَسَمَّويَه -وَهَذَا لَفْظُهُ- وَابْنُ حِبَّانَ والحَاكِمُ، وَقَالَ التِّرْمِذِيُّ: وَقَدْ رُوِيَ عَنْ طَاوُسٍ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا مَوْقُوفاً، وَلَا نَعْرِفُهُ مَرْفُوعاً إِلَّا مِنْ حَدِيْثِ عَطَاءٍ، وَقَالَ الإِمَامُ أَحْمَدُ: عَطَاءٌ ثِقَةٌ ثِقَةٌ رَجُلٌ صَالِحٌ. وَقَالَ ابْنُ مَعِيْنٍ: اخْتَلَطَ، فَمَنْ سَمِعَ مِنْهُ قَدِيْماً فَهُوَ صَحِيْحٌ. وَقَدْ رَوَاهُ غَيْرُ عَطَاءٍ عَنْ طَاوُسٍ فَرَفَعَهُ أَيْضًا، وَرَوَاهُ عَبْدُ اللهِ بْنِ طَاوُسٍ وَغَيْرُهُ مِنَ الْأَثْبَاتِ، عَنْ طَاوُسٍ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا مَوْقُوْفاً وَهُوَ أَشْبَهُ
Dari Aṭā’ bin al-Sā’ib, dari Ṭāwus, dari Ibnu ‘Abbās raḍiyallāhu ‘anhumā, ia berkata, “Rasulullah ﷺ pernah bersabda, ‘Tawaf berkeliling al-bait (Ka’bah) adalah salat, hanya saja Allah I menghalalkan di dalamnya berbicara, siapa berbicara hendaklah dia mengucapkan perkataan yang baik-baik’.”
Hadis ini diriwayatkan oleh Tirmiżi, Ibnu Ḥibbān, al-Ḥākim. Tirmiżi berkata, “Hadis tersebut juga diriwayatkan dari Ṭāwus, dari Ibnu ‘Abbās raḍiyallāhu ‘anhumā, dan kami hanya mengetahui bahwa hadis tersebut marfuk hanya dari ‘Aṭā’.” Imam Aḥmad berkata, “’Aṭā’ adalah seorang yang ṡiqah dan laki-laki yang saleh.” Ibnu Ma’īn berkata, “Dia (‘Aṭā’) bercampuran hafalannya (kemudian hari), siapa yang mendengar (meriwayatkan) darinya pada masa awal-awal maka riwayatnya sahih.” Hadis tersebut diriwayatkan pula oleh selain “Aṭā’ dari Ṭāwus dari Ibnu ‘Abbās raḍiyallāhu ‘anhumā secara maukuf dan itu lebih tepat.[2]
Kosa kata hadis:
Perkataan Imam Ibnu ‘Abdil Hādī bahwa hadis tersebut maukuf juga disepakati oleh al-Nawawī raḥimahullāh jauh sebelumnya.
Namun Imam al-Nawawī mengatakan bahwa perkataan seorang sahabat (hadis maukuf) dapat dijadikan dalil dan hujah jika perkataan tersebut tersebar luas pada masa dan di kalangan para sahabat serta tidak ada yang mengingkarinya, menurut pendapat yang lebih sahih dalam masalah ini.[3] Di sisi lain bahwa lafal yang seperti ini tidak tidaklah diucapkan berdasarkan pendapat akal semata.[4]
Makna hadis:
‘Abdullah bin ‘Abbās raḍiyallāhu ‘anhumā menyebutkan bahwa Nabi ﷺ pernah mengatakan bahwa ibadah tawaf (berkeliling Ka’bah) adalah salat, namun diperkenankan ketika seseorang sedang tawaf untuk berbicara dengan pembicaraan yang baik.
Faedah dan istinbat dari hadis:
- Dalam syariat Islamada ibadah salat, namun terkadang suatu ibadah disebut salat tetapi tidak ada di dalamnya rukuk dan sujud, seperti salat jenazah[5] dan tawaf sebagaimana ditegaskan dalam hadis tersebut.
Al-Khaṭṭābī raḥimahullāh berkesimpulan bahwa hadis ini menunjukkan bahwa syarat sah salat adalah taharah, karena tawaf adalah salat.[6]
- Lafal ‘salat’ adalah lafal yang musytarak (terbagi) antara salat yang dikenal (makruf) dengan tawaf secara etimologi.[7]
- Aṭā’ bin Abi Rabāḥ, mufti masjidilharam pada masanya, menyebutkan bahwa para sahabat bercakap-cakap ketika sedang tawaf.
‘Abdullāh bin Mubārak menyatakan bahwa yang paling afdal dilakukan ketika salat adalah membaca Al-Qur’an. Imam Mujahid mendengarkan dan menerima bacaan muridnya ketika sedang tawaf.
Imam al-Syāfi’ī dan al-Ṡaur menganjurkan membaca Al-Qur’an ketika sedang tawaf.
Footnote:
[1] Al-Syaukānī. Nailul Auṭār. Jilid 1, hlm. 259.
[2] H.R. Tirmiżī (970), Ibnu Ḥibbān (3836), dan al-Ḥākim (1686).
[3] Al-Nawawī. Al-Minhāj. Jilid 8, hlm. 220.
[4] Ibnu Baṭṭāl. Op. Cit. Jilid 5, hlm. 120.
[5] Ibnu Baṭṭāl. Op. Cit. Jilid 4, hlm. 321.
[6] Abul Faḍl Zainuddīn al-‘Irāqī. Ṭarhut Taṡrīb fī Syarḥit Taqrīb. Jilid 2, hlm. 217.
[7] Abul Faḍl Zainuddīn al-‘Irāqī. Ṭarhut Taṡrīb fī Syarḥit Taqrīb. Jilid 2, hlm. 217.