وَعَن لَقِيطِ بْنِ صَبِرَةَ رضي الله عنه قَالَ: قُلْتُ يَا رَسُولَ اللهِ أَخْبِرْنِي عَنِ الوُضُوءِ؟ قَالَ: أَسْبِغِ الوُضُوءَ وَخَلِّلْ بَينَ الْأَصَابِعِ، وَبَالِغْ فِي الِاسْتِنْشَاقِ، إِلاَّ أَنْ تَكونَ صَائِماً. رَوَاهُ أَحْمَدُ، وَأَبُو دَاوُدَ، وَالتِّرْمِذِيُّ، وَالنَّسَائِيُّ، وَابْنُ مَاجَه. وَصَحَّحَهُ التِّرْمِذِيُّ، وَابْنُ خُزَيْمَة، وَالحَاكِمُ، وَغَيرُهُمْ
Dari Laqith bin Shabirah radhiyallahu anhu dia berkata, “Saya berkata, ‘Wahai Rasulullah sabdakan kepada saya tentang wudu!’ Maka beliau bersabda, ‘Sempurnakan wudu dan cucilah sela-sela jemari, ber-istinsyaq-lah dengan kuat kecuali engkau sedang berpuasa!’”[1] Hadis tersebut diriwayatkan Ahmad, Abu Daud, Tirmidzi, al-Nasai, dan Ibnu Majah, dan disahihkan oleh Tirmidzi, Ibnu Khuzaimah, al-Hakim, dan selain mereka.
وَزَادَ أَبُو دَاوُد فِي رِوَايَةٍ: إِذَا تَوَضَّأْتَ فَمَضْمِضْ. وَرَوَاهُ الدُوْلاَبِيُّ فِيْمَا جَمَعَهُ مِن حَدِيثِ الثَّوْرِيِّ، وَلَفْظُهُ: إِذَا تَوَضَّأُتَ فَأَبْلِغْ فِي الْمَضْمَضَةِ وَالِاسْتِنْشَاقِ مَا لَمْ تَكُنْ صَائِمًا، وَصَحَّحَهُ ابْنُ القَطَّانِ
Pada riwayat Abu Daud ada tambahan lafal, “Jika engkau berwudu maka berkumurlah.” Diriwayatkan pula oleh al-Dulabi dari riwayat hadis al-Tsauri dengan lafal, “Jika engkau berwudu, maka berkumurlah dan ber-istinsyaq-lah dengan kuat, jika engkau tidak dalam keadaan puasa.”[2]
Daftar Isi:
Kosa Kata Hadis:
- Laqith bin ‘Amirbin Shabirah radhiyallahu anhu, Abu Razin al-‘Uqaili. Beliau termasuk dalam golongan sahabat Nabi Muhammad ﷺ dan beliau adalah penduduk Thaif.[3]
- (الِاسْتِخْبَارُ) Al-istikhbaar adalah permintaan untuk mendapatkan informasi tambahan atau lebih dari yang sudah diketahui selama ini[4] karena secara sepintas dan sekilas, jawaban yang diberikan tidak sesuai dangan zahir Rasulullah ﷺ tidak mengajarkan beliau kaifiat wudu padahal beliau bertanya tentang wudu.
Jawabannya adalah Laqith bin ‘Amir bin Shabirah radhiyallahu anhu bertanya tentang sunah-sunah wudu atau bagaimana menjadikan wudu sempurna.[5]
Makna Hadis:
Para sahabat Nabi secara umum sudah mengetahui tata cara wudu yang benar. Permintaan sahabat Laqith tersebut adalah agar diajarkan tata cara berwudu yang paling sempurna, selain yang sudah diketahui dan dimaklumi selama ini. Rasulullah ﷺ kemudian memerintahkan untuk menyempurnakan fardu-fardu dan sunah-sunah wudu dan memasukkan air ke rongga hidung ketika berwudu, namun dikecualikan jika seseorang sedang berpuasa, maka jangan sampai air tersebut masuk ke bagian dalam tubuh yang mengakibatkan batalnya puasa orang tersebut.
Faedah dan Istinbat dari Hadis:
- Hadis ini adalah dalil tentang kewajiban menyempurnakan wudu, yaitu mencuci dan membasuh anggota tubuh saat berwudu dengan menjangkau setiap anggota tubuh dengan sebenar-benarnya. Akan tetapi, bilangan tiga kali cucian adalah hukumnya mandub dan tidak boleh lebih darinya.[6]
- Hukum asal (ashlu al-sunnah) mencuci tangan sah dengan tata cara bagaimana pun, namun dengan menyela-nyela jari jemari ketika mencuci tangan seseorang telah melakukan hal yang lebih sempurna.[7]
- Hadis tersebut menjadi landasan dalil bahwa orang yang tidak berpuasa hendaknya menyempurnakan istinsyaq.[8]
Footnote:
[1] HR. Ahmad (16384), Abu Daud (142), Tirmidzi (788), al-Nasaai (87), dan Ibnu Majah (407).
[2] HR. Abu Daud (145).
[3] Abu Al-Hajjaj Al-Mizzi. Op. Cit. Jilid 28, hlm 458.
[4] Al-Harawi. Op.Cit. Jilid 2, hlm 410.
[5] Al-Muzhhiri (w.727 H). Al-Mafaatih fii Syarh al-Mashaabih. Jilid 1, hlm 399.
[6] Muhammad bin Ismail As-Shan’ani. Op. Cit. Jilid 1, hlm 66.
[7] Al-Harawi. Op.Cit. Jilid 2, hlm 410.
[8] Muhammad bin Ismail As-Shan’ani. Op. Cit. Jilid 1, hlm 66.