عنِ ابْنِ مَسْعُودٍ رضي الله عنه قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم: لا يَحِلُّ دَمُ امْرِئٍ مُسْلِمٍ إِلاَّ بإِحْدَى ثَلاثٍ: الثَّيِّبُ الزَّانِيْ، وَالنَّفْسُ بِالنَّفْسِ، وَالتَّاركُ لِدِيْنِهِ المُفَارِقُ للجمَاعَةِ. رواه البخاري ومسلم
Dari Ibnu Mas’ud radhiyallāhu ‘anhu ia berkata, “Rasulullah ﷺ bersabda, ‘Tidak halal darah seorang muslim (untuk ditumpahkan) kecuali karena salah satu dari tiga perkara: tsayyib (orang yang sudah menikah) yang berzina, jiwa dengan jiwa (qishāsh) dan orang yang meninggalkan agamanya (murtad) serta memisahkan diri dari jemaah (kaum muslimin)’.” (H.R. Bukhari dan Muslim)
Pada dasarnya, darah dan harta orang yang masuk ke dalam agama Islam adalah haram. Tidak diperkenankan kepada siapa pun untuk mengusik harta dengan cara apapun, entah itu mencuri, merampas, dan lain sebagainya. Demikian pula jiwa seorang muslim. Tidak diperkenankan untuk diusik sedikit pun. Oleh sebab itu, diharamkan membunuh, melukai dan lain sebagainya. Pada hari ke-10 bulan Zulhijah haji wadā’, Rasulullah ﷺ berkhotbah seraya berkata, “Wahai sekalian manusia, hari apakah ini?” Para sahabat menjawab, “Hari yang diharamkan.” Nabi kembali bertanya, “Negeri apakah ini?” Mereka menjawab, “Negeri yang diharamkan.” Nabi bertanya lagi, “Bulan apakah ini?” Mereka pun menjawab, “Bulan haram.” Nabi ﷺ lantas bersabda, “Sungguh darah, harta dan kehormatan kalian diharamkan atas kalian sebagaimana diharamkannya hari ini di negeri kalian ini dan di bulan kalian ini.”[1]
Apa maksudnya? Maksudnya adalah sudah semestinya seorang muslim berhati-hati dalam kehidupannya. Jangan sampai dalam menjalani kehidupan di dunia ini, ia menyerempet kehormatan seorang muslim, menumpahkan darahnya atau merampas hartanya. Menjaga jiwa, harta dan kehormatan orang Islam adalah kewajiban yang harus dipenuhi oleh setiap muslim sebagai bentuk pengejawantahan ajaran Islam dan penjagaan bagi pahala amal salehnya. Dengan menjaga jiwa, harta, dan kehormatan sesama muslim, sejatinya seseorang mempertahankan saldo pahalanya agar tidak bocor. Dalam sebuah hadis, Nabi bertanya kepada para sahabat, “Apakah kalian mengetahui siapakah orang yang bangkrut itu?” Para sahabat menjawab, “Menurut kami, orang yang bangkrut di antara kami adalah orang yang tidak memiliki uang dan harta kekayaan.” Rasulullah ﷺ bersabda, “Sesungguhnya umatku yang bangkrut adalah orang yang pada hari kiamat datang dengan salat, puasa, dan zakat tetapi ia selalu mencaci-maki, menuduh, dan makan harta orang lain serta membunuh dan menyakiti orang lain. Setelah itu, pahalanya diambil untuk diberikan kepada setiap orang dari mereka hingga pahalanya habis. Namun tuntutan mereka banyak yang belum terpenuhi. Selanjutnya, sebagian dosa dari setiap orang dari mereka diambil untuk dibebankan kepada orang tersebut, hingga akhirnya ia dilemparkan ke neraka.”[2]
Lihatlah! Betapa agung kedudukan seorang muslim dalam syariat Islam, kehormatannya terjamin dan jiwanya terjaga. Namun kedudukan yang agung itu ternyata dapat runtuh disebabkan kemaksiatan. Dalam hadis ini, Rasululullah ﷺ menyebutkan tiga orang yang melakukan kemaksiatan hingga mengantarkan diri mereka pada tercabik-cabiknya tirai kehormatan darah mereka. Tiga orang itu adalah:
- Tsayyib yang berzina. Yang dimaksud dengan tsayyib ialah laki-laki atau wanita yang sudah pernah melakukan hubungan suami istri dengan ikatan pernikahan yang sah. Apabila orang tersebut melakukan zina maka ia telah termasuk dari orang-orang yang dikecualikan oleh Rasulullah ﷺ dalam hadis di atas, walaupun pada saat melakukannya ia berstatus janda atau duda. Apabila orang dalam kriteria di atas mengaku berzina di hadapan hakim atau terdapat empat orang yang memberikan kesaksian lugas di hadapan hakim terkait zina yang dilakukannya maka hakim dapat menjatuhkan hukuman rajam kepadanya. Ini berlaku jika terdapat persaksian lugas dari empat orang atau pelaku mengakui perbuatannya di hadapan hakim. Demikianlah jika kita berbicara tentang hukum syar’i. Adapun jika kita melirik dari sudut pandang pelaku, maka hendaknya ia menutupi aib itu dan tidak membeberkannya. Hendaknya ia bertaubat kepada Allah dan menyesali perbuatannya serta berusaha menggantinya dengan memperbanyak amal saleh. Allah berfirman,
قُلْ يٰعِبَادِيَ الَّذِيْنَ اَسْرَفُوْا عَلٰٓى اَنْفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوْا مِنْ رَّحْمَةِ اللّٰهِ ۗاِنَّ اللّٰهَ يَغْفِرُ الذُّنُوْبَ جَمِيْعًا ۗاِنَّهٗ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ
“Katakanlah, ‘Wahai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri! Janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah! Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sungguh, Dialah Yang Maha Pengampun, Maha Penyayang’.” (Q.S. al-Zumar/39:53)
- Jiwa dengan jiwa (qishāsh). Maksudnya apabila ada seorang muslim sengaja membunuh muslim lainnya tanpa alasan yang dibenarkan syariat maka muslim tersebut telah termasuk dari pengecualian yang disebutkan oleh baginda Rasulullah ﷺ dalam hadis di atas. Allah berfirman,
وَكَتَبْنَا عَلَيْهِمْ فِيْهَآ اَنَّ النَّفْسَ بِالنَّفْسِ وَالْعَيْنَ بِالْعَيْنِ وَالْاَنْفَ بِالْاَنْفِ وَالْاُذُنَ بِالْاُذُنِ وَالسِّنَّ بِالسِّنِّۙ وَالْجُرُوْحَ قِصَاصٌۗ
“Kami telah menetapkan bagi mereka di dalamnya (Taurat) bahwa nyawa (dibalas) dengan nyawa, mata dengan mata, hidung dengan hidung, telinga dengan telinga, gigi dengan gigi, dan luka-luka (pun) ada qishāsh-nya (balasan yang sama)…” (Q.S. al-Ma’idah/5:45)
- Orang yang meninggalkan agamanya alias murtad dan memisahkan diri dari jemaah kaum muslimin. Apabila seorang muslim keluar dari agama Islam maka ia berhak dijatuhi had murtad. Nabi ﷺ bersabda, “Siapa yang mengganti agamanya maka bunuhah dia.”[3] Maksudnya adalah mengganti Islam dengan kekufuran (murtad). Hukum ini mencakup laki-laki dan wanita yang keluar dari Islam menurut pendapat jumhur ulama.[4]
Perlu diketahui bahwa penegakan hukum syariat terhadap ketiga orang di atas bukanlah wewenang sembarang orang. Kewenangan tersebut adalah milik imam kaum muslimin atau pihak yang telah diberikan kewenangan oleh imam.
Perlu diketahu juga bahwa hukum di atas juga berlaku untuk pelaku homoseksual, orang yang menikahi mahram yang diharamkan untuk dinikahi, dan tukang sihir. Wallahu a’lam. Semoga Allah mejaga kita, keturunan kita dan seluruh kaum mukminin dari dosa-dosa di atas.
Footnote:
[1] H.R. Bukhari (1739).
[2] H.R. Muslim (2581).
[3] H.R. Bukhari (2794).
[4] Lihat: Al-Hulal al-Bahiyyah hal. 126.