SYARAT-SYARAT SAH PELAKSANAAN SALAT JUMAT – BAGIAN PERTAMA

420
SYARAT SYARAT SAH PELAKSANAAN SALAT JUMAT BAGIAN PERTAMA
SYARAT SYARAT SAH PELAKSANAAN SALAT JUMAT BAGIAN PERTAMA
Perkiraan waktu baca: 5 menit

Dalam tiga pembahasan sebelumnya telah kami sebutkan dan jelaskan beberapa syarat wajibnya pelaksanaan Salat Jumat. Dalam edisi kali ini dan edisi depan insyaallah kami akan membahas beberapa syarat sah pelaksanaan Salat Jumat.

Daftar Isi:

SYARAT PERTAMA: WAKTU TELAH MASUK

Para ulama sepakat di antara syarat sahnya pelaksanaan suatu salat termasuk di dalamnya Salat Jumat adalah waktu telah masuk, berdasarkan keumuman firman Allah azza wajalla,

إِنَّ الصَّلاةَ كَانَتْ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ كِتَابًا مَوْقُوتًا

Sesungguhnya salat itu adalah fardu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman.” (Q.S. al-Nisa’ ayat 103)

Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu anhu berkata tentang ayat ini, “Sesungguhnya salat memiliki waktu tertentu sebagaimana ibadah haji.”(1)

Para ulama juga telah ijmak bahwa siapa yang melaksanakan Salat Jumat pada waktu zuhur setelah zawal (matahari tergelincir) maka salatnya sah.(2) Setelah ijmak tersebut yang menjadi perselisihan dan perbedaan pendapat di kalangan ulama adalah hukum Salat Jumat sebelum zawal. Berikut ini kami sebutkan hadis-hadis sahih yang berkaitan dengan masalah ini.

Hadis Pertama:

عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ: أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يُصَلِّي الْجُمُعَةَ حِينَ تَمِيلُ الشَّمْسُ

Dari Anas bin Malik radhiyallahu anhu, bahwa Nabi shallallahu alaihi wasallam melaksanakan Salat Jumat ketika matahari sudah tergelincir.” [H.R. Bukhari (no. 904)]

Fikih dan Faedah Hadis:

  1. Hadis ini sangat gamblang menunjukkan bahwa waktu Salat Jumat adalah pada saat matahari telah tergelincir. Ini adalah pendapat mazhab Hanafi,(3) Maliki,(4) Syafii,(5) Ibnu Hazm,(6) dan kebanyakan ulama dari kalangan tabiin dan setelahnya,(7) kesemuanya mengatakan bahwa waktu Salat Jumat adalah sama dengan waktu Salat Zuhur dan tidak boleh sebelum zawal.
  2. Hadis ini juga mengisyaratkan bahwa Nabi shallallahu alaihi wasallam selalu melaksanakan Salat Jumat setelah matahari sudah tergelincir. Adapun riwayat Anas bin Malik radhiyallahu anhu yang mengatakan, “Kami dahulu bercepat-cepat melaksanakan Salat Jumat dan tidur siang setelahnya” (H.R. Bukhari, no. 905) maka yang dimaksudkan di sini adalah melaksanakannya pada awal waktu dan mereka mendahulukan salat sebelum istirahat siang karena kata tabkir disebutkan untuk makna melaksanakan sesuatu pada awal waktunya atau mendahulukannya dari selainnya dan makna kedua ini yang diinginkan dalam pernyataan tersebut.(6)
  3. Ulama dari kalangan mazhab Hambali berpandangan bahwa melaksanakan Salat Jumat sebelum zawal sah walaupun demikian mereka juga berpandangan bahwa melaksanakannya setelah zawal lebih afdal demi menghindari perbedaan pandangan yang ada.(7) Pendapat bolehnya Salat Jumat sebelum tergelincir matahari juga dinisbatkan kepada sebagian sahabat dan ulama salaf,(8) juga dipilih oleh al-Syaukani(9) dan Ibnu Baz.(10)
Baca juga:  HADIS TATA CARA TAYAMUM

Hadis Kedua:

عن سَلَمَةَ بْنِ الْأَكْوَعِ رضي الله عنه-وَكَانَ مِنْ أَصْحَابِ الشَّجَرَةِ- قَالَ: كُنَّا نُصَلِّي مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْجُمُعَةَ ثُمَّ نَنْصَرِفُ وَلَيْسَ لِلْحِيطَانِ ظِلٌّ نَسْتَظِلُّ فِيهِ

Dari Salamah bin Al Akwa’ radhiyallahu anhu -beliau salah seorang sahabat yang ikut dalam baiat di bawah pohon (bai’ah al-Ridhwan)- berkata, “Kami pernah Salat Jumat bersama Nabi shallallahu alaihi wasallam, seusai salat kami beranjak pergi. Saat itu, tidak ada bayangan dinding yang dapat kami jadikan untuk tempat berteduh.” (HR. Bukhari, no. 4168 dan Muslim, no. 860, ini sesuai lafaz periwayatan Bukhari)

Adapun lafaz periwayatan Muslim,

كُنَّا نُجَمِّعُ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا زَالَتْ الشَّمْسُ ثُمَّ نَرْجِعُ نَتَتَبَّعُ الْفَيْءَ

“Kami Salat Jumat bersama Rasulullah shallallahu alaihi wasallam ketika matahari tergelincir. Setelah itu kami pulang dalam keadaan masih perlu mencari-cari naungan untuk tempat berlindung.”

Fikih dan Faedah Hadis:

  1. Nabi shallallahu alaihi wasallam dan para sahabatnya melaksanakan Salat Jumat pada awal waktu setelah matahari tergelincir dan mereka tidak menanti hingga suasana sejuk sebagaimana yang kadang mereka lakukan pada Salat Zuhur.
  2. Imam Nawawi mengatakan, “Hadis ini menegaskan bahwa ada sedikit bayangan/naungan namun yang dinafikan adalah bayangan yang cukup digunakan untuk bernaung.”(11)
  3. Hadis ini juga dijadikan dalil oleh ulama yang mengatakan sahnya melaksanakan Salat Jumat sebelum zawal karena matahari jika sudah tergelincir akan nampak bayangan berarti pada saat itu mereka Salat Jumat sebelum zawal.(12)

Pandangan ini disanggah dan dikatakan bahwa maksud dinafikannya naungan adalah yang digunakan untuk bernaung bukan menafikan sama sekali keberadaannya. Naungan tembok atau bangunan tidak tersedia kecuali setelah zawal dengan kadar yang berbeda pada musim panas dan musim dingin.(13) Imam Nawawi mengatakan bahwa hal itu terjadi karena mereka sangat bercepat-cepat melaksanakannya dan sedikitnya bangunan pada saat itu,(14) dan bukan bermakna mereka salat sebelum zawal.(15)

Hadis Ketiga:

عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا: كَانَ النَّاسُ مَهَنَةَ أَنْفُسِهِمْ وَكَانُوا إِذَا رَاحُوا إِلَى الْجُمُعَةِ رَاحُوا فِي هَيْئَتِهِمْ، فَقِيلَ لَهُمْ: لَوْ اغْتَسَلْتُمْ

Dari Aisyah radhiyallahu anha berkata, “Orang-orang bekerja untuk memenuhi kebutuhan diri mereka masing-masing, ketika datang menghadiri Salat Jumat, mereka tetap dalam keadaan mereka masing-masing (dengan pakaian kerjanya), maka dikatakan kepada mereka, “Seandainya kalian mandi terlebih dahulu.” (H.R. Bukhari, no. 903)

Baca juga:  TATA CARA MANDI SETELAH BERSIH DARI HAID

Fikih dan Faedah Hadis:

  1. Keutamaan para sahabat yang senantiasa berupaya dan bekerja untuk memenuhi kebutuhan mereka dan tidak bergantung kepada uluran tangan orang lain.
  2. Para sahabat tetap melakukan rutinitas pekerjaan mereka di Hari Jumat.
  3. Disyariatkannya mengagungkan Salat Jumat, di antaranya dengan keadaan dan penampilan yang terbaik pada saat menghadirinya.
  4. Perintah dan anjuran untuk mandi sebelum menghadiri Salat Jumat.
  5. Sebagian ulama di antaranya Imam Bukhari(16) menjadikan hadis ini sebagai dalil bahwa Salat Jumat waktunya setelah zawal karena kalimat (رَاحُوا إِلَى الْجُمُعَةِ) dari kata rawaah (رَوَاح) yang berarti berangkat di waktu ketika telah tergelincir matahari.(17)

Hadis Keempat:

عن محمد بن علي بن الحسين أبي جعفر الباقر، أنه سأل جَابِر بْن عَبْدِ اللَّهِ رضي الله عنهما: مَتَى كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّي الْجُمُعَةَ؟ قَالَ: كَانَ يُصَلِّي ثُمَّ نَذْهَبُ إِلَى جِمَالِنَا فَنُرِيحُهَا، حِينَ تَزُولُ الشَّمْسُ يَعْنِي النَّوَاضِحَ

Dari Muhammad bin Ali bin Husain Abu Jafar al-Baqir, beliau bertanya kepada Jabir bin Abdullah radhiyallahu anhuma, “Kapan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam menunaikan Salat Jumat?” Jabir menjawab, “Biasanya beliau Salat Jumat, kemudian setelah itu kami pulang ke ternak unta kami, dan mengistirahatkannya serta memberinya minum pada saat matahari tergelincir, yakni ketika unta diberi minum.” (H.R. Muslim, no. 656)

Fikih dan Faedah Hadis:

  1. Pentingnya mengetahui waktu salat, di antaranya waktu Salat Jumat.
  2. Para tabiin senantiasa bertanya dan belajar dari para sahabat tentang sunah-sunah Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam.
  3. Keutamaan sahabat yang mulia Jabir bin Abdullah radhiyallahu anhuma.
  4. Hadis ini dalil kuat bagi yang mengatakan Salat Jumat sah dikerjakan sebelum zawal karena biasanya mereka memberikan minum ternak mereka setelah Jumat dan setelah waktu zawal, padahal sebagaimana diketahui durasi waktu pelaksanaan khotbah Jumat dan salatnya cukup lama. Maka mafhum dari hadis ini bahwa mereka kadang mengerjakan Salat Jumat sebelum waktu zawal.(18)

Kesimpulan:

Itulah beberapa hadis pokok yang berkenaan dengan awal waktu Salat Jumat, masih ada beberapa hadis yang dijadikan dalil oleh para ulama dalam menetapkan awal waktu Salat Jumat akan tetapi hadis-hadis yang kami sebutkan insyaallah telah mewakili.

Dari keempat hadis tersebut dapat kita ketahui dan pahami dalil yang diperpegangi oleh para ulama kita serta letak sisi perbedaannya. Pendapat yang kuat adalah pendapat jumhur ulama bahwa waktu awalnya sama dengan waktu zuhur karena dalilnya lebih gamblang dibandingkan dengan pendapat kedua yang umumnya berdalilkan dengan mafhum dari hadis-hadis tersebut, apatah lagi pendapat ini lebih berhati-hati, wallahu a’lam.

Alangkah indah pernyataan Syekh Abdulaziz bin Baz rahimahullah, walaupun beliau memilih pendapat kedua namun beliau menyimpulkan masalah ini dengan sangat bijaknya. Beliau rahimahullah berkata, “Afdalnya dikerjakan setelah zawal demi keluar dari perbedaan pendapat di kalangan ulama, karena kebanyakan ulama mengatakan tidak boleh dikerjakan Salat Jumat kecuali setelah zawal dan ini pendapat kebanyakan ulama. Sebagian ulama berpandangan bolehnya dikerjakan sebelum zawal dan mereka juga berdalilkan dengan hadis-hadis dan atsar yang sahih, maka jika Salat Jumat dikerjakan menjelang zawal maka salatnya juga sah. Akan tetapi sepatutnya dikerjakan setelah zawal sebagai aplikasi dari seluruh hadis-hadis yang ada dan juga menghindari perbedaan pendapat di kalangan ulama serta memudahkan bagi manusia agar mereka hadir di waktu yang satu secara bersama-sama. Ini pendapat lebih pantas dan berhati-hati.”(19)

Baca juga:  HUKUM BERTAYAMUM KARENA JANABAH DAN TATA CARANYA

 


Footnote:

(1) Lihat: Tafsir Ibn Katsir (2/403).

(2) Lihat: Al-Awsath (3/48), al-Tamhid (8/73), Aridhah al-Ahwadzi (2/292), al-Mughni (2/219), Tabyin al-Haqaiq (1/219) dan Syarhu al-Zarkasyi ‘ala Mukhtashar al-Khiraqi (2/164).

(3) Lihat: Fathu al-Qadir karya Ibnu Humam (2/56).

(4) Lihat: Al-Kaafi fii Fiqh Ahli al-Madinah oleh Ibnu Abd al-Barr (1/250). Sedikit perbedaan dengan jumhur ulama dalam mazhab Maliki mereka berpandangan bahwa waktu Salat Jumat berlanjut hingga sebelum terbenam matahari, lihat: Al-Mudawwanah (1/239).

(5) Lihat: Al-Majmu’ (4/511) dan Asna al-Mathalib oleh Zakariya al-Anshari (1/247).

(6) Lihat: Al-Muhalla (3/244).

(7) Ibnu Rajab berkata dalam kitabnya Fathu al-Bari (5/413), “Ini adalah pendapat kebanyakan fukaha, di antaranya: Hasan al-Bashri, Ibrahim al-Nakhai, Sufyan al-Tsauri…”

(6) Lihat: Fathu al-Bari oleh Ibnu Hajar (2/388).

(7) Lihat: Al-Mughni (2/265).

(8) Lihat: Al-Majmu’ (4/511).

(9) Lihat: Nail al-Authar (1/1110) dan (3/309-310).

(10) Lihat: Majmu’ Fatawa Ibn Baz (12/391).

(11) Al-Minhaj Syarhu Shahih Muslim bin al-Hajjaj (6/149).

(12) Lihat: Al-Mughni (2/264).

(13) Lihat: Fathu al-Bari oleh Ibnu Hajar (7/450).

(14) Lihat: Al-Minhaj Syarhu Shahih Muslim bin al-Hajjaj (6/149).

(15) Lihat: Ahadits al-Jumu’ah (hal. 167).

(16) Imam Bukhari memberi judul hadis ini dengan: Bab Salat Jumat Ketika Matahari Telah Tergelincir, Shahih al-Bukhari (2/7).

(17) Lihat: Fathu al-Bari oleh Ibnu Hajar (2/388).

(18) Lihat: Nail al-Authar (3/310).

(19) Majmu’ Fatawa Ibn Baz (12/391-392).

Subscribe
Notify of
guest
0 Komentar
Inline Feedbacks
View all comments