MASA TENGGANG WAKTU MENGGUNTING KUMIS DAN KUKU

341
MASA TENGGANG WAKTU MENGUNTING KUMIS DAN KUKU 1
MASA TENGGANG WAKTU MENGUNTING KUMIS DAN KUKU 1
Perkiraan waktu baca: 2 menit

وَعَنْ جَعْفَر بْنِ سُلَيْمَانَ، عَنْ أَبِي عِمْرَانَ الجَوْنِي، عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْه، قَالَ: وُقِّتَ لَنَا فِي قَصِّ الشَّارِبِ، وتَقْليْمِ الْأَظْفَارِ، ونَتْفِ الإِبْطِ، وَحَلْقِ العَانَةِ، أَنْ لَا نَتْرُكَ أَكْثَرَ مِنْ أَرْبَعِينَ لَيْلَةً. رَوَاهُ مُسْلِمٌ. وَقَالَ ابْنُ عَبْدِ البَرِّ: لَمْ يَرْوِهِ إِلَّا جَعْفَرُ بْنُ سُلَيْمَانَ، وَلَيْسَ حجَّة لِسُوْءِ حِفْظِهِ وَكَثْرَةِ غَلَطِهِ. وَقَدْ وَثَّقَ جَعْفَراً ابْنُ معِينٍ وَغَيرُه. وَقَالَ ابنُ عَديِّ: هُوَ عِنْدِي مِمَّنْ يَجِبُ أَن يُقْبَلَ حَدِيثُهُ. وَقَدْ رَوَى هَذَا الحَدِيثَ أَحْمدُ وَأَبُو دَاوُد والتِّرْمِذِيّ مِنْ رِوَايَةِ صَدَقَة ابنِ مُوسَى الدَّقِيقِيِّ – وَفِيه ضَعْفٌ – عَنْ أَبِي عِمَرَانَ، وَفِيهِ: وَقَّتَ لَنَا رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

Dari Ja’far bin Sulaiman, dari Abi Imran al-Jauny, dari Anas bin Malik, beliau berkata, “Ditetapkan waktu bagi kami untuk mengunting kumis, menggunting kuku, mencabut bulu ketiak, mencukur bulu kemaluan, agar tidak lebih dari empat puluh hari.”[1] Ibnu Abdil Barr berkata, “Dalam silsilah sanad hadis ini, terdapat rawi yang bernama Ja’far bin Sulaiman, beliau tidak dapat dijadikan hujah karena buruknya hafalan dan sering melakukan kesalahan ( dalam periwayatan).” Namun Ibnu Ma’in dan selainnya menilai beliau tsiqah (terpercaya). Ibnu Adiy berkata, “Dia (Ja’far bin Sulaiman) menurut penilaian saya dapat diterima hadisnya.”

Hadis ini juga diriwayatkan oleh Ahmad, Abu Daud, Tirmidzi melalui jalur periwayatan Shadaqah bin Musa al-Daqiiq -dan ada kelemahannya- dari Abu Imran, dengan lafal, “Rasulullah shallallahu alaihi wasallam menetapkan waktu bagi kami.”

Daftar Isi:

Kosa kata hadis:

  1. Konteks perkataan Anas bin Malik radhiyallahu anhu, “Ditetapkan waktu bagi kami….”, menjadikan hadis ini sebagai hadis marfuk (hadis yang disandarkan kepada Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam),[2] karena teks seperti itu menunjukkan bahwa kejadian tersebut terjadi dengan sepengetahuan Nabi shallallahu alaihi wasallam dan pada masa beliau masih hidup.
  2. Ibnu Abdil Barr, Ibnu Ma’in, Ibnu Adiy berbeda pandangan terhadap salah seorang rawi dalam sanad hadis tersebut, namun Imam Muslim berhujah dengan rawi tersebut karena para imam (ulama) mutaqaddimin mayoritas menilai beliau tsiqah, sebagaimana dipaparkan oleh Imam al-Nawawi [3]
Baca juga:  AIR SUMUR BOLEH UNTUK BERTAHARAH

Makna hadis:

Islam adalah agama dengan ajaran yang paripurna, salah satu perhatiannya adalah kebersihan fisik seseorang. Waktu yang diberikan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wasallam sebagai batasan paling lama dalam mengunting kumis, menggunting kuku, mencabut bulu ketiak, mencukur bulu kemaluan adalah empat puluh hari, karena jika lebih dari batas waktu tersebut kotoran akan menumpuk. Olehnya, dianjurkan untuk memelihara kondisi fisik dan kebersihannya setiap pekan, yaitu hari jumat. Bahkan jika dibutuhkan dan dilakukan pada durasi (waktu) yang lebih pendek, maka itu boleh dilakukan sesuai kebutuhan dan keadaan.[4]

Faedah dan istinbat dari hadis:

  1. Mustahab untuk membersihkan hal tersebut di atas lebih awal yaitu pada setiap Jumat. Sedangkan batas waktu yang disebutkan dalam hadis adalah sebagai waktu tenggang maksimal.[5]
  2. Kumis, kuku, bulu ketiak, dan bulu kemaluan jika dibiarkan panjang melebihi empat puluh hari, dapat dipastikan kuku dan kumis tidak lagi terlihat indah, padahal ia adalah perhiasan alami yang ada pada manusia. Bahkan bisa saja kotoran yang ada menghalangi air sampai ke kulit ketika seseorang berwudu.[6]
  3. Membiarkan kumis, kuku, bulu ketiak, dan bulu kemaluan tidak dibersihkan dan panjang melebihi empat puluh hari hukumnya makruh dan menyelisihi sunah Nabi shallallahu alaihi wasallam.[7]

 


Footnote:

[1] H.R. Muslim (257).

[2] Al-Nawawi. Al-Minhaaj. Jilid 3, hlm. 148.

[3] Al-Nawawi. Al-Minhaaj. Jilid 3, hlm. 150.

[4] Abul Fadhl Zainuddin al-Iraaqi. Op. Cit. Jilid 2, hlm. 83.

[5] Al-Qadhi Iyadh; Iyadh bin Musa bin Iyadh al-Sabti. Op. Cit. Jilid 2, hlm. 62.

[6] Ibnul Jauzi. Kasyful Musykil min Hadits al-Shahihaini. Jilid 3, hlm. 313.

[7] Al-Harawi. Op.Cit. Jilid 7, hlm. 2816.

Baca juga:  ORANG YANG JUNUB TIDAK BOLEH MEMBACA AL-QUR’AN
Subscribe
Notify of
guest
0 Komentar
Inline Feedbacks
View all comments