KUMPULAN HADIS JUMAT Arsip - MARKAZSUNNAH.COM | MENEBAR SUNNAH MENUAI HIKMAH Fri, 11 Mar 2022 23:03:20 +0000 id hourly 1 https://wordpress.org/?v=6.8.1 HADIS ANJURAN QAILULAH (ISTIRAHAT SIANG) SETELAH SALAT JUMAT https://markazsunnah.com/hadis-anjuran-qailulah-istirahat-siang-setelah-salat-jumat/ https://markazsunnah.com/hadis-anjuran-qailulah-istirahat-siang-setelah-salat-jumat/#respond Fri, 11 Mar 2022 23:02:28 +0000 http://markazsunnah.com/?p=3363 HADIS PERTAMA: عَنْ أَنَسٍ بن مالك رضي الله عنه، قَالَ: كُنَا نُبَكِّرُ بِالْجُمُعَةِ وَنَقِيلُ بَعْدَ الْجُمُعَة Dari Anas bin Mālik raḍiyallāhu ‘anhu, ia berkata, “Kami dahulu bersegera menghadiri salat Jumat lalu kami qailulah (istirahat siang) setelahnya.” (H.R. Bukhari dalam kitab Ṣaḥīḥ-nya; Kitab al-Jumu’ah, Bab “Waktu Salat Jumat”, no. 905 dan di Bab “Istirahat Siang Setelah […]

Artikel HADIS ANJURAN QAILULAH (ISTIRAHAT SIANG) SETELAH SALAT JUMAT pertama kali tampil pada MARKAZSUNNAH.COM | MENEBAR SUNNAH MENUAI HIKMAH.

]]>
HADIS PERTAMA:

عَنْ أَنَسٍ بن مالك رضي الله عنه، قَالَ: كُنَا نُبَكِّرُ بِالْجُمُعَةِ وَنَقِيلُ بَعْدَ الْجُمُعَة

Dari Anas bin Mālik raḍiyallāhu ‘anhu, ia berkata, “Kami dahulu bersegera menghadiri salat Jumat lalu kami qailulah (istirahat siang) setelahnya.” (H.R. Bukhari dalam kitab Ṣaḥīḥ-nya; Kitab al-Jumu’ah, Bab “Waktu Salat Jumat”, no. 905 dan di Bab “Istirahat Siang Setelah Jumat”, no. 940)

HADIS KEDUA:

عَنْ سَهْلِ بْنِ سَعْدٍ رضي الله عنه، قَالَ: مَا كُنَّا نَقِيلُ، وَلَا نَتَغَدَّى إِلَّا بَعْدَ الجُمُعَةِ فِي عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

Dari Sahl bin Sa’d raḍiyallāhu ‘anhu, ia berkata, “Kami dahulu  di zaman Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam tidak qailulah (istirahat siang) dan tidak makan siang melainkan setelah melaksanakan salat Jumat.” (H.R. Bukhari dalam kitab Ṣaḥīḥ-nya; Kitab al-Jumu’ah, Bab “Firman Allah Ta’ālā (artinya), Apabila Salat Telah Ditunaikan maka Berpencarlah di Muka Bumi”, no. 939, dan Muslim dalam kitab Ṣaḥīḥ-nya; Kitab al-Jumu’ah, Bab “Salat Jumat Setelah Matahari Tergelincir”, no. 859 di Bab “Istirahat Siang Setelah Jumat”, no. 940)

FIKIH DAN FAEDAH KEDUA HADIS:

  1. Perhatian dan pengagungan para sahabat riwānullāhi alaihim jamī’an terhadap salat Jumat.
  2. Keutamaan bercepat-cepat dalam menghadiri salat Jumat dan para sahabat Nabi ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam adalah contoh terbaik dalam hal ini.
  3. Perhatian dan antusias para sahabat dalam menukil sunah Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam.
  4. Qailulah (istirahat siang) dan gada (makan siang) adalah dua hal yang dikenal dan dicontohkan oleh para sahabat sejak zaman Nabi Muḥammad ṣalallāhu ‘alaihi wa sallam.
  5. Ibnu al-Aṡīr berkata, “Qailulah adalah beristirahat di pertengahan siang walaupun tidak disertai dengan tidur.”(1)
  6. Para sahabat riḍwānullāhi ‘alaihim jamī’an mengundur waktu istirahat dan makan siang setelah salat Jumat agar dapat menghadirinya di awal-awal waktu dan tidak terlambat.
  7. Kebiasaan para sahabat istirahat dan makan siang umumnya sebelum salat Zuhur selain hari Jumat.(2)
  8. Hadis ini walaupun ẓāhir-nya maukuf namun hukumnya marfuk sampai kepada Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam karena Sahl bin Sa’d raḍiyallāhu ‘anhu meriwayatkan bahwa perbuatan mereka itu terjadi di zaman Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam.(3)


Footnote:

(1) Al-Nihāyah fī Garīb al-Ḥadī (4/ 133).

(2) Lihat: Aḥāṡ al-Jumu’ah (hal. 190).

(3) Lihat: Nuzhah al-Naẓar (hal. 107).

Artikel HADIS ANJURAN QAILULAH (ISTIRAHAT SIANG) SETELAH SALAT JUMAT pertama kali tampil pada MARKAZSUNNAH.COM | MENEBAR SUNNAH MENUAI HIKMAH.

]]>
https://markazsunnah.com/hadis-anjuran-qailulah-istirahat-siang-setelah-salat-jumat/feed/ 0
HADIS ANJURAN MEMISAHKAN ANTARA SALAT JUMAT DAN SALAT SUNAH https://markazsunnah.com/hadis-anjuran-memisahkan-antara-salat-jumat-dan-salat-sunah/ https://markazsunnah.com/hadis-anjuran-memisahkan-antara-salat-jumat-dan-salat-sunah/#respond Fri, 04 Mar 2022 09:42:53 +0000 http://markazsunnah.com/?p=3349 Imam Muslim raḥimahullāhu meriwayatkan: حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ، حَدَّثَنَا غُنْدَرٌ، عَنِ ابْنِ جُرَيْجٍ، قَالَ: أَخْبَرَنِي عُمَرُ بْنُ عَطَاءِ بْنِ أَبِي الْخُوَارِ، أَنَّ نَافِعَ بْنَ جُبَيْرٍ أَرْسَلَهُ إِلَى السَّائِبِ ابْنِ أُخْتِ نَمِرٍ، يَسْأَلُهُ عَنْ شَيْءٍ رَآهُ مِنْهُ مُعَاوِيَةُ فِي الصَّلَاةِ، فَقَالَ: نَعَمْ، صَلَّيْتُ مَعَهُ الْجُمُعَةَ فِي الْمَقْصُورَة، فَلَمَّا سَلَّمَ الْإِمَامُ، قُمْتُ فِي مَقَامِي، فَصَلَّيْتُ، […]

Artikel HADIS ANJURAN MEMISAHKAN ANTARA SALAT JUMAT DAN SALAT SUNAH pertama kali tampil pada MARKAZSUNNAH.COM | MENEBAR SUNNAH MENUAI HIKMAH.

]]>
Imam Muslim raḥimahullāhu meriwayatkan:

حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ، حَدَّثَنَا غُنْدَرٌ، عَنِ ابْنِ جُرَيْجٍ، قَالَ: أَخْبَرَنِي عُمَرُ بْنُ عَطَاءِ بْنِ أَبِي الْخُوَارِ، أَنَّ نَافِعَ بْنَ جُبَيْرٍ أَرْسَلَهُ إِلَى السَّائِبِ ابْنِ أُخْتِ نَمِرٍ، يَسْأَلُهُ عَنْ شَيْءٍ رَآهُ مِنْهُ مُعَاوِيَةُ فِي الصَّلَاةِ، فَقَالَ: نَعَمْ، صَلَّيْتُ مَعَهُ الْجُمُعَةَ فِي الْمَقْصُورَة، فَلَمَّا سَلَّمَ الْإِمَامُ، قُمْتُ فِي مَقَامِي، فَصَلَّيْتُ، فَلَمَّا دَخَلَ أَرْسَلَ إِلَيَّ، فَقَالَ: لَا تَعُدْ لِمَا فَعَلْتَ، إِذَا صَلَّيْتَ الْجُمُعَةَ، فَلَا تَصِلْهَا بِصَلَاةٍ حَتَّى تَكَلَّمَ، أَوْ تَخْرُجَ، فَإِنَّ رَسُولَ اللهِ -صلى الله عليه وسلم- أَمَرَنَا بِذَلِكَ، أَنْ لَا تُوصَلَ صَلَاةٌ بِصَلَاةٍ، حَتَّى نَتَكَلَّمَ، أَوْ نَخْرُجَ

Artinya:

Abū Bakar bin Abī Syaibah telah menceritakan kepada kami, Gundar telah menceritakan kepada kami dari Ibnu Juraij, ia berkata, “Telah mengabarkan kepadaku ‘Umar bin Aṭā` bin Abū al-Khuwār bahwa Nāfi’ bin Jubair mengutusnya kepada al-Sā’ib, putra saudara perempuan Namir, untuk bertanya kepadanya (Sā’ib) tentang kejadian ketika Mu’āwiyah melihat perbuatan al-Sā’ib pada waktu ia (al-Sā’ib) mengerjakan salat, maka al-Saib berkata, ‘Benar, aku pernah salat Jumat bersama Mu’āwiyah di dalam al-maqūrah (suatu ruangan yang dibangun di dalam masjid). Setelah imam salam, aku berdiri di tempatku kemudian aku menunaikan salat sunah. Ketika Mu’āwiyah masuk, ia mengutus seseorang kepadaku dan mengatakan, ‘Jangan kamu ulangi perbuatanmu tadi. Jika kamu telah selesai mengerjakan salat Jumat, janganlah kamu sambung dengan salat sunah sebelum kamu berbincang-bincang atau sebelum kamu keluar dari masjid karena Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam memerintahkan hal itu kepada kami yaitu ‘Janganlah suatu salat (wajib) disambung dengan salat (sunah), kecuali setelah kita berbicara atau keluar dari masjid’.”

TAKHRIJ HADIS:

Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam kitabnya al-Ṣaḥīḥ; Kitab al-Jumu’ah, Bab ‘Salat Setelah Jumat’, no. 883.

FIKIH DAN FAEDAH HADIS:

  1. Semangat para tabiin dalam mempelajari sunah melalui perantaraan para sahabat yang pernah belajar dan bertemu langsung dengan Nabi Muhammad ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam.
  2. Anjuran memberikan arahan dan tuntunan kepada umat tentang bagaimana tata cara salat yang diajarkan dan dicontohkan oleh Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam.
  3. Pentingnya membudayakan nasihat dan amar makruf nahi mungkar di antara kaum muslimin.
  4. Bolehnya mewakilkan nasihat kepada seseorang.
  5. Sepatutnya seseorang yang telah mengetahui sunah dan kebenaran untuk mempraktikkannya dan tidak mengulangi kekeliruannya.
  6. Bolehnya salat sunat setelah salat Jumat di masjid.
  7. Disyariatkannya memisahkan antara salat Jumat dan salat sunah; baik itu dengan perkataan atau keluar dari masjid, namun afdalnya adalah pulang ke rumah berdasarkan keumuman hadis,

فَصَلُّوا أَيُّهَا النَّاسُ فِي بُيُوتِكُمْ، فَإِنَّ أَفْضَلَ صَلاَةِ المَرْءِ فِي بَيْتِهِ إِلَّا الصَّلاَةَ المَكْتُوبَةَ

“Salatlah wahai manusia di rumah-rumah kalian karena salat yang afdal bagi seseorang adalah di rumahnya kecuali salat wajib”(1)

  1. Anjuran memisahkan antara salat wajib dengan salat sunah juga berlaku untuk seluruh salat wajib lainnya dan bukan terkhusus salat Jumat.  Imam Nawawi berkata, “Hadis ini merupakan dalil bagi mazhab kami bahwa salat sunah rawatib dan selainnya dianjurkan berpindah dari tempat salat wajib ke tempat lain dan afdalnya berpindah ke rumah, jika tidak maka berpindah ke tempat lain di masjid atau selainnya agar banyak tempat sujud dan tampak perbedaan antara salat wajib dan salat sunah. Perkataannya ‘hingga kami berbicara’ adalah dalil bolehnya memisahkan antara salat wajib dan sunah dengan berbicara, akan tetapi dengan cara berpindah lebih afdal sebagai mana yang telah dijelaskan.”(2)
  2. Al-Qurṭūbī (wafat 656 H) berkata, “Maksud dari hadis ini adalah mencegah hal yang bisa mengantarkan kepada menambah sesuatu dari salat yang telah ditetapkan dan tertentu”(3)
  3. Hadis ini menunjukkan bolehnya menggunakan dan membuat al-maqṣūrah di dalam masjid, dimana dalam masalah ini terdapat perbedaan pandangan di antara para ulama.

Al-Qaḍī ‘Iyāḍ (wafat 544 H) raḥimahullāhu berkata, “Para ulama berbeda pendapat tentang hukum al-maqṣūrah; kebanyakan ulama Salaf membolehkannya dan mereka juga salat di dalamnya, di antaranya: Hasan al-Baṣrī, Qasim bin Muḥammad, Sālim dan selain mereka. Sebagian ulama lain tidak membolehkan dan memakruhkannya. Diriwayatkan dari Ibnu Umar raiyallāhu anhumā  jika berada di al-maqṣūrah lalu salat berjamaah sudah akan dikerjakan maka beliau keluar dari al-maqṣūrah dan masuk ke dalam masjid. Pandangan seperti Ibnu Umar ini juga dikatakan oleh Sya’bi, Aḥmad dan Isḥāq. Akan tetapi, Isḥāq mengatakan bahwa apabila salat di situ tetap sah tetapi dimakruhkan. Dikatakan juga oleh sebagian ulama bahwa sah salat Jumat dikerjakan di al-maqṣūrah jika setiap orang boleh berada di dalamnya namun jika hanya dikhususkan untuk sebagian orang saja lalu dilarang untuk orang lain maka tidak sah salat Jumat di situ karena keluar dari makna masjid Jamik yang merupakan syarat pelaksanaan salat Jumat.”(4).

Al- Qurṭūbī )wafat 656 H) menjelaskan, “Al-maqṣūrah adalah tempat dalam masjid yang dikhususkan untuk para raja dan pemimpin. Orang yang pertama kali membuatnya adalah Mu’āwiyah ketika beliau dipukul oleh seorang dari kalangan Khawarij dan akhirnya diikuti oleh para pemimpin setelahnya. Tujuan dari pengadaannya adalah untuk melindungi para pemimpin.  Adapun jika untuk tujuan lain maka hal itu tidak diperbolehkan dan juga tidak boleh salat di situ.”(5)

Imam Nawawi (wafat 676 H) raḥimahullāhu berkata, “Hadis ini adalah dalil bolehnya menggunakan al-maqṣūrah di masjid jika pemimpin memandang adanya maslahat untuk itu. Mereka mengatakan bahwa yang pertama kali melakukannya adalah Mu’āwiyah bin Abī Sufyān raiyallāhu anhumā  ketika beliau dipukul oleh Khawarij.”(6)

Syekh Muḥammad bin ‘Ālī bin Adam al-Ityubī (wafat 1442 H) raḥimahullāhu berkata, “Pendapat yang mengatakan tidak sah Jumat di al-maqṣūrah jika dilarang sebagian orang di situ tidak memiliki dalil, karena jika setiap orang boleh salat di situ maka sudah hilang tujuan dibuatnya, karena tempat itu dibuat untuk menghindari dari orang-orang jahat, apabila setiap orang bisa ke situ maka hilanglah maksud tujuannya. Kesimpulannya adalah jika al-maqṣūrah dibuat karena tujuan yang benar maka boleh salat di situ menurut pandangan yang lebih rajih sebagaimana telah disebutkan.”(7)

 

 


Footnote:

(1) H.R. Bukhari (no. 7290) dan Muslim (no. 781) dari sahabat Zaid bin Tsabit raiyallāhu ‘anhu.

(2) Al-Minhāj Syarḥu Ṣaḥīḥ Muslim bin al-Hajjāj (6/170-171).

(3) Al-Mufhim Limā Asykala min Talkhīṣ Kitāb Ṣaḥīḥ Muslim (2/520).

(4) Ikmāl al-Mu’lim bi Fawāid Muslim (3/288).

(5) Al-Mufhim Limā Asykala min Talkhīṣ Kitāb Ṣaḥīḥ Muslim (2/519).

(6) Al-Minhāj Syarḥu Ṣaḥīḥ Muslim bin al-Hajjāj (6/170).

(7) Al-Baḥru al-Muhīṭ al-ajjāj (17/409).

Artikel HADIS ANJURAN MEMISAHKAN ANTARA SALAT JUMAT DAN SALAT SUNAH pertama kali tampil pada MARKAZSUNNAH.COM | MENEBAR SUNNAH MENUAI HIKMAH.

]]>
https://markazsunnah.com/hadis-anjuran-memisahkan-antara-salat-jumat-dan-salat-sunah/feed/ 0
SALAT SUNAH SETELAH JUMAT https://markazsunnah.com/salat-sunah-setelah-jumat/ https://markazsunnah.com/salat-sunah-setelah-jumat/#respond Fri, 17 Sep 2021 09:44:24 +0000 http://markazsunnah.com/?p=2971 HADIS PERTAMA: Imam Muslim meriwayatkan dalam kitab Ṣaḥīḥ-nya (no. 881), وحَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ يَحْيَى، أَخْبَرَنَا خَالِدُ بْنُ عَبْدِ اللهِ، عَنْ سُهَيْلٍ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: إِذَا صَلَّى أَحَدُكُمُ الْجُمُعَةَ فَلْيُصَلِّ بَعْدَهَا أَرْبَعًا “Telah menceritakan kepada kami Yaḥya bin Yaḥya, telah mengabarkan kepada kami […]

Artikel SALAT SUNAH SETELAH JUMAT pertama kali tampil pada MARKAZSUNNAH.COM | MENEBAR SUNNAH MENUAI HIKMAH.

]]>
HADIS PERTAMA:

Imam Muslim meriwayatkan dalam kitab aḥīḥ-nya (no. 881),

وحَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ يَحْيَى، أَخْبَرَنَا خَالِدُ بْنُ عَبْدِ اللهِ، عَنْ سُهَيْلٍ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: إِذَا صَلَّى أَحَدُكُمُ الْجُمُعَةَ فَلْيُصَلِّ بَعْدَهَا أَرْبَعًا

“Telah menceritakan kepada kami Yaḥya bin Yaḥya, telah mengabarkan kepada kami Khālid bin Abdullāh, dari Suhail, dari bapaknya, dari Abū Hurairah raḍiyallāhu ‘anhu ia berkata, “Rasulullah ṣallallāhu ‘alayhi wa sallam bersabda, ‘Jika salah seorang dari kalian telah menunaikan salat Jumat, maka hendaklah ia salat empat rakaat setelahnya’.” (H.R. Muslim, no. 881)

Imam Muslim meriwayatkan lagi,

وحَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ، وَعَمْرٌو النَّاقِدُ، قَالَا: حَدَّثَنَا عَبْدُ اللهِ بْنُ إِدْرِيسَ، عَنْ سُهَيْلٍ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: إِذَا صَلَّيْتُمْ بَعْدَ الْجُمُعَةِ فَصَلُّوا أَرْبَعًا

زَادَ عَمْرٌو فِي رِوَايَتِهِ: قَالَ ابْنُ إِدْرِيسَ: قَالَ سُهَيْلٌ: فَإِنْ عَجِلَ بِكَ شَيْءٌ فَصَلِّ رَكْعَتَيْنِ فِي الْمَسْجِدِ، وَرَكْعَتَيْنِ إِذَا رَجَعْتَ

Telah menceritakan kepada kami Abū Bakar bin Abū Syaibah dan Amrū al-Nāqid, keduanya berkata, “Telah menceritakan kepada kami, Abdullāh bin Idrīs, dari Suhail, dari bapaknya, dari Abū Hurairah raḍiyallāhu ‘anhu, ia berkata, ‘Rasulullah ṣallallāhu ‘alayhi wa sallam bersabda’, ‘Jika kalian ingin salat (sunah) setelah menunaikan salat Jumat, maka salatlah empat rakaat’.”

Amrū menambahkan di dalam riwayatnya, Ibnu Idris berkata, “Suhail berkata, ‘Jika kamu terburu-buru (karena suatu keperluan), maka salatlah dua rakaat di masjid dan dua rakaat di rumah’.”

Dalam riwayat berikutnya, Imam Muslim mengatakan,

وحَدَّثَنِي زُهَيْرُ بْنُ حَرْبٍ، حَدَّثَنَا جَرِيرٌ، ح وحَدَّثَنَا عَمْرٌو النَّاقِدُ، وَأَبُو كُرَيْبٍ، قَالَا: حَدَّثَنَا وَكِيعٌ، عَنْ سُفْيَانَ، كِلَاهُمَا عَنْ سُهَيْلٍ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: مَنْ كَانَ مِنْكُمْ مُصَلِّيًا بَعْدَ الْجُمُعَةِ فَلْيُصَلِّ أَرْبَعًا

“Telah menceritakan kepadaku, Zuhair bin Harb, telah menceritakan kepada kami, Jarir -dalam jalur lain- Imam Muslim telah menceritakan kepada kami, Amrū al-Nāqid dan Abu Kuraib keduanya berkata, ‘Telah menceritakan kepada kami, Waki’, dari Sufyan, keduanya dari Suhail, dari bapaknya, dari Abū Hurairah raḍiyallāhu ‘anhu, ia berkata, ‘Rasulullah ṣallallāhu ‘alayhi wa sallam bersabda’, ‘Barangsiapa di antara kalian yang ingin menunaikan salat setelah salat Jumat, maka hendaklah ia salat empat rakaat’.”

FIKIH DAN FAEDAH HADIS:

  1. Perintah melaksanakan salat sunah setelah Jumat sebanyak empat rakaat.
  2. Suhail bin Abū Ṣālih menganjurkan bagi yang tidak sempat mengerjakan salat sunah empat rakaat di masjid, dia mengerjakan dua rakaat di masjid lalu dua rakaat berikutnya nanti setelah pulang ke rumah. Dalam sunan Abu Daud (no. 1131) disebutkan bahwa anjuran ini datang dari bapak beliau, Abū Ṣālih Dzakwan al-Samman.

HADIS KEDUA:

عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عُمَرَ رضي الله عنهما أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يُصَلِّي قَبْلَ الظُّهْرِ رَكْعَتَيْنِ وَبَعْدَهَا رَكْعَتَيْنِ، وَبَعْدَ الْمَغْرِبِ رَكْعَتَيْنِ، فِي بَيْتِهِ، وَبَعْدَ الْعِشَاءِ رَكْعَتَيْنِ، وَكَانَ لَا يُصَلِّي بَعْدَ الْجُمُعَةِ حَتَّى يَنْصَرِفَ فَيُصَلِّي رَكْعَتَيْنِ

Dari Abdullah bin Umar raḍiyallāhu ‘anhuma, bahwa Rasulullah ṣallallāhu ‘alayhi wa sallam biasa melaksanakan dua rakaat sebelum Zuhur dan dua rakaat sesudahnya, dua rakaat setelah Magrib di rumahnya, dan dua rakaat sesudah Isya. Beliau tidak mengerjakan salat setelah Jumat hingga beliau pulang, lalu salat dua rakaat. (H.R. Bukhari, no. 937 dan Muslim, no. 729 dan 882. Lafaz hadis ini sesuai redaksi hadis periwayatan Bukhari)

HADIS KETIGA:

عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ: صَلَّيْتُ مَعَ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَكْعَتَيْنِ قَبْلَ الظُّهْرِ وَرَكْعَتَيْنِ بَعْدَ الظُّهْرِ، وَرَكْعَتَيْنِ بَعْدَ الْجُمُعَةِ، وَرَكْعَتَيْنِ بَعْدَ الْمَغْرِبِ، وَرَكْعَتَيْنِ بَعْدَ الْعِشَاءِ

Dari Abdullah bin Umar raḍiyallāhu ‘anhumā berkata, “Aku pernah salat bersama Rasulullah ṣallallāhu ‘alayhi wa sallam dua rakaat sebelum salat Zuhur, dua rakaat sesudah salat Zuhur, dua rakaat sesudah salat Jumat, dua raka’at sesudah shalat Maghrib dan dua rakaat sesudah salat Isya.” (H.R. Bukhari, no. 1165 dan Muslim, no. 729 dan 882. Lafaz hadis ini sesuai redaksi hadis periwayatan Bukhari)

HADIS KEEMPAT:

عَنْ ابن عمر رضي الله عنهما: أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يُصَلِّي بَعْدَ الْجُمُعَةِ رَكْعَتَيْنِ

Dari Ibnu Umar raḍiyallāhu ‘anhumā, bahwa Nabi ṣallallāhu ‘alayhi wa sallam biasanya salat dua rakaat setelah salat Jumat. (H.R. Bukhari, no. 1165 dan Muslim, no. 882. Hadis ini sesuai redaksi periwayatan Muslim)

HADIS KELIMA:

عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عُمَرَ رضي الله عنهما، أَنَّهُ وَصَفَ تَطَوُّعَ صَلَاةِ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَالَ: فَكَانَ لَا يُصَلِّي بَعْدَ الْجُمُعَةِ حَتَّى يَنْصَرِفَ، فَيُصَلِّي رَكْعَتَيْنِ فِي بَيْتِهِ

Dari Abdullah bin Umar raḍiyallāhu ‘anhumā bahwa ia menyifati salat taṭawwu’ Rasulullah ṣallallāhu ‘alayhi wa sallam, ia berkata, “Biasanya beliau tidak salat setelah salat Jumat hingga beliau pulang, kemudian beliau baru salat dua rakaat di rumahnya.” (H.R. Bukhari, no. 937 dan Muslim, no. 882. Hadis ini sesuai redaksi periwayatan Muslim)

FIKIH DAN FAEDAH KEEMPAT HADIS:

  1. Penjelasan salat-salat sunah rawatib yang rutin dikerjakan oleh Rasulullah ṣallallāhu ‘alayhi wa sallam.
  2. Perhatian Abdullāh bin ‘Umar raḍiyallāhu ‘anhumā dalam mempelajari, mengikuti dan menyifatkan salat sunah Rasulullah ṣallallāhu ‘alayhi wa sallam.
  3. Salat sunah rawatib ini ada yang dikerjakan sebelum salat wajib dan ada yang dikerjakan setelah salat wajib.
  4. Salat sunah setelah Magrib dan setelah salat Jumat lebih ditekankan dikerjakan di rumah.
  5. Rasulullah ṣallallāhu ‘alayhi wa sallam mengerjakan salat sunah setelah Jumat sebanyak dua rakaat di rumah.

HADIS KEENAM:

عَنْ نَافِعٍ، عَنْ عَبْدِ اللهِ بن عمر رضي الله عنهما، أَنَّهُ كَانَ إِذَا صَلَّى الْجُمُعَةَ انْصَرَفَ، فَسَجَدَ سَجْدَتَيْنِ فِي بَيْتِهِ، ثُمَّ قَالَ: كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَصْنَعُ ذَلِكَ

Dari Nāfi’, dari Abdullāh bin ‘Umar raḍiyallāhu ‘anhumā, bahwasanya bila ia telah menunaikan salat Jumat, ia lalu pulang dan salat dua rakaat di rumahnya. Kemudian ia (Ibnu Umar) berkata, “Rasulullah ṣallallāhu ‘alayhi wa sallam biasa melakukan amalan tersebut.” (H.R. Muslim, no. 882)

HADIS KETUJUH:

عَنْ نَافِعٍ قَالَ: كَانَ ابْنُ عُمَرَ يُطِيلُ الصَّلَاةَ قَبْلَ الْجُمُعَةِ، وَيُصَلِّي بَعْدَهَا رَكْعَتَيْنِ فِي بَيْتِهِ، وَيُحَدِّثُ أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَفْعَلُ ذَلِكَ

Dari Nāfi’, dia berkata, “Ibnu Umar raḍiyallāhu ‘anhumā biasa memanjangkan salatnya sebelum (salat) Jumat, dan salat (sunah) setelahnya dua rakaat di rumahnya, dia mengatakan bahwa Rasulullah ṣallallāhu ‘alayhi wa sallam juga melakukan yang demikian itu (dua rakaat setelah Jumat di rumahnya).” (H.R. Abu Daud, no. 1128, Tirmidzi, no. 522, Nasai, no. 1429 dan Ibnu Majah, no. 1130. Lafaz hadis ini sesuai redaksi periwayatan Abu Daud).

FIKIH DAN FAEDAH HADIS-6 DAN HADIS-7:

  1. Perhatian Nāfi’ dalam menukil sunah yang dicontohkan dan diajarkan oleh Ibnu Umar raḍiyallāhu ‘anhumā dari Rasulullah ṣallallāhu ‘alayhi wa sallam.
  2. Ibnu Umar raḍiyallāhu ‘anhumā melaksanakan salat sunah setelah Jumat sebanyak dua rakaat di rumahnya.
  3. Keutamaan sujud dalam salat, terkadang pelaksanaan salat yang lengkap diwakilkan dengan ungkapan sujud.
  4. Konsistensi Ibnu Umar raḍiyallāhu ‘anhumā dalam mengikuti sunah Rasulullah ṣallallāhu ‘alayhi wa sallam.
  5. Sepatutnya seorang alim senantiasa menjelaskan dan mengarahkan muridnya untuk mengikuti contoh sunah dari Rasulullah ṣallallāhu ‘alayhi wa sallam.
  6. Ibnu Umar raḍiyallāhu ‘anhumā memperpanjang salat sunah sebelum salat Jumat, salat yang dimaksudkan di sini adalah salat sunah menanti kehadiran imam untuk berkhotbah dan bukan salat sunah rawatib sebelum Jumat.(1)

 

HADIS KEDELAPAN:

عَنْ عَطَاءٍ عَنْ ابْنِ عُمَرَ رضي الله عنهما قَالَ: كَانَ إِذَا كَانَ بِمَكَّةَ فَصَلَّى الْجُمُعَةَ تَقَدَّمَ فَصَلَّى رَكْعَتَيْنِ ثُمَّ تَقَدَّمَ فَصَلَّى أَرْبَعًا، وَإِذَا كَانَ بِالْمَدِينَةِ صَلَّى الْجُمُعَةَ ثُمَّ رَجَعَ إِلَى بَيْتِهِ فَصَلَّى رَكْعَتَيْنِ، وَلَمْ يُصَلِّ فِي الْمَسْجِدِ، فَقِيلَ لَهُ فَقَالَ: كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَفْعَلُ ذَلِكَ

Dari Aṭā` bin Abī Rabāh, dari Ibnu Umar raḍiyallāhu ‘anhumā, dia berkata, “Apabila di Makkah, dia (Ibnu Umar) mengerjakan salat Jumat, lalu maju kemudian dia mengerjakan salat (sunah) dua rakaat, sesudah itu beliau maju kembali dan mengerjakan salat empat rakaat, apabila di Madinah, dia salat Jumat kemudian pulang ke rumahnya lalu salat dua rakaat, dan tidak salat di masjid, lalu di beritahukan kepadanya, maka dia menjawab, ‘Rasulullah ṣallallāhu ‘alayhi wa sallam juga melakukan hal itu’.” (H.R. Abu Daud, no. 1130)

FIKIH DAN FAEDAH HADIS:

  1. Penjelasan tentang sifat salat sunah Ibnu Umar raḍiyallāhu ‘anhumā setelah Jumat di Makkah dan Madinah.
  2. Abdullah bin Umar raḍiyallāhu ‘anhumā melaksanakan salat sunah setelah Jumat di masjid Makkah sebanyak enam rakaat dan ketika di Madinah beliau melaksanakannya di rumah sebanyak dua rakaat.
  3. Ibnu Umar raḍiyallāhu ‘anhumā senantiasa menisbatkan perbuatan yang beliau lakukan kepada Rasulullah ṣallallāhu ‘alayhi wa sallam dan hal ini menunjukkan keteguhan beliau dalam menghidupkan sunah.
  4. Imam al-‘Irāqi berkata, “Tampaknya hal yang marfuk (penisbatannya sampai kepada Rasulullah ṣallallāhu ‘alayhi wa sallam) hanyalah bagian akhir dari riwayat di atas yaitu apa yang dilakukan oleh Ibnu Umar raḍiyallāhu ‘anhumā ketika di Madinah dan tidak termasuk apa yang beliau lakukan di Makkah. Kesimpulan ini diambil karena tidak ada riwayat yang valid menunjukkan bahwa Nabi ṣallallāhu ‘alayhi wa sallam pernah salat Jumat di Makkah…”(2)
  5. Imam al-‘Irāqi juga telah menyebutkan beberapa hikmah mengapa Ibnu Umar ketika selesai salat Jumat di Makkah tidak langsung pulang ke kediamannya untuk salat sunah sebagaimana ketika di Madinah? Di antaranya, boleh jadi Ibnu Umar raḍiyallāhu ‘anhumā ingin melaksanakan tawaf setelah salat sunah dan hal itu tentu saja berat beliau lakukan kalau harus pulang dulu ke kediamannya untuk melaksanakan salat Jumat. Boleh jadi pula Ibnu Umar raḍiyallāhu ‘anhumā memandang salat sunah di masjid haram Makkah dilipatgandakan pahalanya berbeda dengan tempat lain karena itu beliau memilih melaksanakan salat sunah setelah Jumat di masjid. Kemungkinan lainnya, Ibnu Umar raḍiyallāhu ‘anhumā memiliki hajat di masjid haram seperti pertemuan dengan seseorang atau lainnya sehingga beliau salat sunah setelah Jumat di masjid dan tidak balik ke kediamannya, wallāhu a’lam.(3)

PENDAPAT ULAMA TENTANG JUMLAH RAKAAT SALAT SUNAH RAWATIB SETELAH JUMAT:

Para ulama berbeda pendapat tentang jumlah rakaat salat sunah setelah Jumat. Paling tidak ada empat pendapat yang paling terkenal.

Pendapat Pertama, salat sunah setelah Jumat jumlahnya empat rakaat. Ini adalah pendapat sebagian kaum salaf seperti Abdullāh bin Mas’ūd raḍiyallāhu ‘anhu, Sufyān al-Tsaurī, Abdullāh bin Mubārak(4), al-Hasan bin Hay(5), juga pendapat mazhab Hanafi(6), mazhab Syafii(7), serta pendapat yang dipilih oleh Ibnu al-Munżir(8) dan al-Ṣan’ānī(9).

Dalil yang dikemukakan oleh pendapat pertama adalah hadis pertama di atas, dimana riwayat-riwayat hadis tersebut menyebutkan perintah Nabi Muhammad ṣallalāhu alayhi wa sallam bagi yang selesai salat Jumat untuk melaksanakan salat sunah sebanyak empat. Perintah ini menunjukkan bahwa empat rakaat lebih afdal dari pada dua rakaat(10).

Pendapat Kedua, boleh memilih antara dua rakaat atau empat rakaat. Pendapat ini dikatakan oleh Imam Ahmad(11) dan dipilih oleh Ibnu Bāz(12) dan al-Albānī(13).

Dalil yang digunakan adalah penggabungan antara hadis pertama yang menunjukkan perintah untuk salat empat rakaat dan hadis-hadis lain yang dikabarkan oleh Ibnu Umar raḍiyallāhu ‘anhumā bahwa Rasulullah ṣallallāhu ‘alayhi wa sallam melaksanakan salat sunah setelah Jumat sebanyak dua rakaat. Perbedaan hadis pertama dan hadis-hadis lainnya yang semuanya sahih menunjukkan bahwa kedua-keduanya disunahkan baik itu empat rakaat ataupun dua rakaat.

Pendapat Ketiga, salat sunat setelah Jumat jumlahnya enam rakaat. Pendapat ini disebutkan oleh Alī bin Abī Ṭālib(14) raḍiyallāhu ‘anhu dan riwayat dari Imam Ahmad(15).

Dalil yang digunakan adalah hadis kedelapan di atas dan juga penggabungan antara hadis yang memerintahkan salat sunah sesudah Jumat sebanyak empat rakaat dan apa yang dicontohkan oleh Nabi ṣallallāhu ‘alayhi wa sallam melaksanakannya sebanyak dua rakaat.

Pendapat Keempat, apabila salat di masjid maka dikerjakan sebanyak empat rakaat dan apabila di rumah dikerjakan sebanyak dua rakaat. Pendapat ini dikemukakan oleh Isḥāq bin Raḥuyah(16), dipilih oleh Ibnu Taimiyah(17), dan Ibnu al-Qayyim(18) serta difatwakan oleh Komisi Tetap Fatwa dan Riset Kerajaan Saudi Arabia(19).

Dalil yang digunakan adalah hadis-hadis Ibnu Umar raḍiyallāhu ‘anhumā yang menunjukkan bahwa salat sunat setelah Jumat dikerjakaan di rumah sebanyak dua rakaat. Oleh karena itu, perintah mengerjakan salat sunah setelah Jumat sebanyak empat rakaat yang disebutkan dalam hadis Abū Hurairah raḍiyallāhu ‘anhu dibawa kepada makna ketika dilaksanakan di rumah.

Wallāhu a’lā wa a’lam wa huwa waliyyu al-taufīq.

 

 


Footnote:

(1) Lihat: Al-Manhal al-‘Ażbu al-Maurūd Syarḥu Sunan Abi Daud (6/299), al-Baru al-Muhīṭ al-Tsajjāj Syarḥu Ṣaḥīḥ Muslim bin al-Hajjāj (17/393) dan tulisan sebelumnya dengan link berikut: https://markazsunnah.com/hadis-hadis-salat-sunah-sebelum-jumat/#KETIGA_APAKAH_ADA_SALAT_SUNAH_RAWATIB_SEBELUM_SALAT_JUMAT   

(2) arhu al-Tab fī Syarḥi al-Taqrīb (3/39).

(3) Lihat: arhu al-Tab fī Syarḥi al-Taqrīb (3/39).

(4) Lihat: Sunan al-Tirmidzi (2/401).

(5) Lihat: al-Tamhīd karya Ibnu Abdilbār (14/172).

(6) Lihat: al-‘Ināyah Syarḥu al-Hidāyah karya Akmaluddīn al-Babarti (2/395) dan Durar al-Hukkām Syarḥu Gurar al-Ahkām (1/115).

(7) Menurut mazhab Syafii disunahkan salat sunah setelah Jumat sebanyak empat rakaat, dua rakaat di antaranya hukumnya muakadah, lihat: al-Majmū karya al-Nawawī (4/9 dan 592) dan Nihāyah al-Muhtaj karya al-Ramli (2/111).

(8) Lihat: Al-Iqnā (1/107).

(9) Lihat: Subul al-Salām (2/53).

(10) Lihat: Subul-al-Salām (2/53).

(11) Lihat: Fatu al-Bā karya Ibnu Rajab al-Hambali (8/322) dan Al-Inṣāf fī Ma’rifah al-Rajih min al-Khilāf karya al-Mardawi (2/405).

(12) Lihat: Majmū’ Fatāwa Ibn Bāz (12/387).

(13) Lihat: Tamām al-Minnah (hal. 341).

(14) Lihat: Sunan al-Tirmidzi (2/401).

(15) Lihat: Fatu al-Bā karya Ibnu Rajab (8/323).

(16) Lihat: Sunan al-Tirmidzī (2/401) dan Fathu al-Bari karya Ibnu Rajab (8/323).

(17) Lihat: Al-Mustadrak alā Majmū’ al-Fatāwa (3/129).

(18) Lihat: Zād al-Ma’ād (1/440).

(19) Lihat: Fatawa al-Lajnah al-Dā’imah, vol. II (6/131).

Artikel SALAT SUNAH SETELAH JUMAT pertama kali tampil pada MARKAZSUNNAH.COM | MENEBAR SUNNAH MENUAI HIKMAH.

]]>
https://markazsunnah.com/salat-sunah-setelah-jumat/feed/ 0
HADIS-HADIS SALAT SUNAH SEBELUM JUMAT https://markazsunnah.com/hadis-hadis-salat-sunah-sebelum-jumat/ https://markazsunnah.com/hadis-hadis-salat-sunah-sebelum-jumat/#respond Fri, 27 Aug 2021 09:30:44 +0000 http://markazsunnah.com/?p=2883 HADIS-HADIS SALAT SUNAH SEBELUM JUMAT(1) PERTAMA: DISYARIATKAN SALAT SUNAH SEBELUM KHATIB NAIK KE ATAS MIMBAR عن سَلْمَانَ الْفَارِسِيِّ رضي الله عنه قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: مَنْ اغْتَسَلَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ وَتَطَهَّرَ بِمَا اسْتَطَاعَ مِنْ طُهْرٍ، ثُمَّ ادَّهَنَ أَوْ مَسَّ مِنْ طِيبٍ، ثُمَّ رَاحَ فَلَمْ يُفَرِّقْ بَيْنَ اثْنَيْنِ فَصَلَّى مَا كُتِبَ لَهُ ثُمَّ […]

Artikel HADIS-HADIS SALAT SUNAH SEBELUM JUMAT pertama kali tampil pada MARKAZSUNNAH.COM | MENEBAR SUNNAH MENUAI HIKMAH.

]]>
HADIS-HADIS SALAT SUNAH SEBELUM JUMAT(1)

PERTAMA: DISYARIATKAN SALAT SUNAH SEBELUM KHATIB NAIK KE ATAS MIMBAR

عن سَلْمَانَ الْفَارِسِيِّ رضي الله عنه قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: مَنْ اغْتَسَلَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ وَتَطَهَّرَ بِمَا اسْتَطَاعَ مِنْ طُهْرٍ، ثُمَّ ادَّهَنَ أَوْ مَسَّ مِنْ طِيبٍ، ثُمَّ رَاحَ فَلَمْ يُفَرِّقْ بَيْنَ اثْنَيْنِ فَصَلَّى مَا كُتِبَ لَهُ ثُمَّ إِذَا خَرَجَ الْإِمَامُ أَنْصَتَ غُفِرَ لَهُ مَا بَيْنَهُ وَبَيْنَ الْجُمُعَةِ الْأُخْرَى

Dari Salman Al Farisi radhiyallahu anhu, beliau berkata, “Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda, ‘Barang siapa mandi pada Hari Jumat lalu bersuci semaksimal mungkin, lalu memakai minyak atau wewangian lalu keluar rumah menuju masjid, ia tidak memisahkan antara dua orang pada tempat duduknya, kemudian ia mengerjakan salat apa yang ditetapkan baginya (semampunya), lalu bila imam sudah datang dia berdiam mendengarkan (khotbah), maka dia akan diampuni dosa-dosanya yang ada antara Jumatnya itu dan Jumat yang lainnya.” [H.R. Bukhari, no. 883 dan 910]

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: مَنْ اغْتَسَلَ، ثُمَّ أَتَى الْجُمُعَةَ، فَصَلَّى مَا قُدِّرَ لَهُ، ثُمَّ أَنْصَتَ حَتَّى يَفْرُغَ مِنْ خُطْبَتِهِ، ثُمَّ يُصَلِّي مَعَهُ ؛ غُفِرَ لَهُ مَا بَيْنَهُ وَبَيْنَ الْجُمُعَةِ الْأُخْرَى، وَفَضْلُ ثَلَاثَةِ أَيَّامٍ

Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu, dari Nabi shallallahu alaihi wasallam, beliau bersabda, “Barang siapa yang mandi kemudian mendatangi Jumat, lalu ia salat semampunya dan diam (mendengarkan khotbah) hingga selesai, kemudian ia lanjutkan dengan salat bersama imam, maka ia akan diampuni (dosa-dosa yang dilakukannya) antara hari itu dan Hari Jumat yang lain, dan bahkan hingga lebih tiga hari.” [H.R. Muslim, no. 857]

Fikih dan Faedah Kedua Hadis:

  1. Disyariatkannya mandi pada Hari Jumat. (2)
  2. Memaksimalkan mandi dan bersuci pada Hari Jumat sebelum berangkat ke masjid.
  3. Anjuran memakai minyak dan parfum ketika akan berangkat ke masjid.
  4. Larangan memisahkan antara dua orang dari tempat duduknya kecuali izin keduanya.
  5. Hukum asal khatib Jumat juga berfungsi sebagai imam salat.
  6. Khatib Jumat masuk masjid pada saat akan berkhotbah.
  7. Mendengarkan dan diam pada saat khotbah.
  8. Jaminan pengampunan dosa antara dua Jumat bahkan ditambah tiga hari bagi yang melaksanakan adab-adab di atas.
  9. Anjuran bagi jemaah Jumat untuk melaksanakan salat sunah semampunya tanpa ditentukan jumlah maksimalnya sebelum khatib naik di atas mimbar, dan minimalnya dua rakaat. Hal ini merupakan sunah yang dipraktekkan kaum muslimin sejak dahulu.(3)
  10. Anjuran melaksanakan salat sunah pada Hari Jumat sebelum waktu zawal, hal ini telah ditegaskan oleh para ulama dari mazhab Maliki,(4) Syafii,(5) dan Hambali(6). Demikian pula setelah zawal selama khotib belum naik ke atas mimbar.(7)

KEDUA: HUKUM SALAT SUNAH SEBELUM JUMAT PADA WAKTU ZAWAL

Para ulama berbeda pendapat tentang hukum salat sunah di waktu zawal (matahari tepat berada di atas kepala) pada Hari Jumat, ada beberapa pandangan dari ulama kita, akan tetapi ada dua pendapat yang terkuat

Pendapat Pertama: Tidak boleh karena waktu terlarang sebagaimana hari-hari lain

Ini adalah pendapat mazhab Hanafi,(7) Hambali(8) dan juga pendapat yang dipilih oleh Syekh Ibn Utsaimin(9)

Dalilnya:

عَنْ عُقْبَةَ بْن عَامِرٍ الْجُهَنِيّ رضي الله عنه قال: ثَلَاثُ سَاعَاتٍ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَنْهَانَا أَنْ نُصَلِّيَ فِيهِنَّ، أَوْ أَنْ نَقْبُرَ فِيهِنَّ مَوْتَانَا: حِينَ تَطْلُعُ الشَّمْسُ بَازِغَةً حَتَّى تَرْتَفِعَ، وَحِينَ يَقُومُ قَائِمُ الظَّهِيرَةِ حَتَّى تَمِيلَ الشَّمْسُ، وَحِينَ تَضَيَّفُ الشَّمْسُ لِلْغُرُوبِ حَتَّى تَغْرُبَ

Dari Uqbah bin Amir al-Juhani radhiyallahu anhu (dia) berkata, “Ada tiga waktu yang mana Rasulullah shallallahu alaihi wasallam telah melarang kami untuk salat atau menguburkan jenazah pada waktu-waktu tersebut: (Pertama), saat matahari terbit hingga ia agak meninggi, (kedua), saat matahari tepat berada di pertengahan langit (tengah hari tepat) hingga ia telah condong ke barat, (ketiga), saat matahari hampir terbenam hingga ia benar-benar telah terbenam.” [H.R. Muslim, no. 831]

Fikih dan Faedah Hadis:

  1. Ibadah memiliki aturan waktu yang ditetapkan oleh syariat.
  2. Penjelasan tiga waktu yang terlarang melaksanakan salat dan menguburkan jenazah.
  3. Di antara hikmah pelarangan salat ketika terbit dan terbenam matahari agar tidak menyerupai orang-orang yang menyembah matahari.
  4. Perhatian Islam dalam menjaga dan membentengi akidah muslim agar tidak menyerupai kaum musyrikin dalam ibadah mereka di waktu-waktu tersebut.
  5. Matahari memiliki tempat terbit di sebelah timur dan terbenam di sebelah barat, ini semuanya adalah di antara tanda-tanda kekuasaan Allah azza wajalla.
  6. Perhatian dan antusias Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam dalam mengajarkan dan menarbiah sahabatnya dalam setiap waktu dan keadaan.
  7. Imam Nawawi berkata, “Sebagian mengatakan bahwa yang dimaksud larangan menguburkan dalam hadis tersebut adalah larangan salat jenazah dan ini pendapat yang daif, karena salat jenazah tidak terlarang di waktu tersebut berdasarkan ijmak ulama, oleh karena itu, tidak boleh menafsirkan hadis dengan tafsiran yang menyelisihi ijmak. Makna yang benar dari hadis ini adalah larangan sengaja menunda menguburkan jenazah hingga masuk ketiga waktu tersebut sebagaimana larangan sengaja menunda Salat Asar hingga matahari sudah menguning tanpa ada uzur yang merupakan model salatnya kaum munafikin sebagaimana yang disebutkan dalam hadis, ‘Ia berdiri melakukan salat dan ia (bagaikan) mematuk empat kali.’ Adapun jika menguburkan jenazah dilakukan pada ketiga waktu ini tanpa sengaja menundanya maka tidak dimakruhkan.”(10)
  8. Hadis ini menunjukkan bahwa salah satu waktu yang terlarang melaksanakan salat adalah pada saat matahari tepat berada di pertengahan langit hingga ia telah condong. Hadis ini menjadi dalil para ulama kita yang melarang salat sunah pada waktu zawal secara umum di hari apa saja termasuk Hari Jumat.

Pendapat Kedua: Khusus pada Hari Jumat salat di waktu zawal tidak terlarang selama imam belum naik di atas mimbar

Ini adalah pendapat mazhab Maliki,(11) pendapat yang paling sahih dari mazhab Syafii,(12) pendapat Abu Yusuf dari kalangan mazhab Hanafi,(13), salah satu pandangan dari mazhab Hambali,(14) pendapat beberapa tabiin seperti Atha bin Abi Rabah, Thawus bin Kaisan, Mak-hul, dan Hasan al-Basri, juga pendapat al-Auza’I,(15) dan pendapat yang dipilih oleh Ibnu Taimiyah,(16) Ibnu al-Qayyim,(17) al-Shan’ani,(18) dan Ibnu Baz.(19)

Dalil yang digunakan untuk pendapat ini adalah hadis Salman al-Farisi radhiyallahu anhu yang telah disebutkan di awal, di mana hadis tersebut menganjurkan untuk melaksanakan salat sunah dan tidak ada yang menghalangi untuk salat kecuali datangnya khatib untuk berkhotbah dan bukan matahari yang tepat di atas kepala.

Dalil lain yang digunakan adalah atsar Umar bin al-Khaththab radhiyallahu anhu berikut:

عَنْ ثَعْلَبَةَ بْنِ أَبِي مَالِكٍ الْقُرَظِيِّ أَنَّهُ أَخْبَرَهُ أَنَّهُمْ كَانُوا فِي زَمَانِ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ، يُصَلُّونَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ، حَتَّى يَخْرُجَ عُمَرُ. فَإِذَا خَرَجَ عُمَرُ، وَجَلَسَ عَلَى الْمِنْبَرِ، وَأَذَّنَ الْمُؤَذِّنُونَ – قَالَ ثَعْلَبَةُ – جَلَسْنَا نَتَحَدَّثُ. «فَإِذَا سَكَتَ الْمُؤَذِّنُونَ وَقَامَ عُمَرُ يَخْطُبُ، أَنْصَتْنَا، فَلَمْ يَتَكَلَّمْ مِنَّا أَحَدٌ» قَالَ ابْنُ شِهَابٍ: «فَخُرُوجُ الْإِمَامِ يَقْطَعُ الصَّلَاةَ، وَكَلَامُهُ يَقْطَعُ الْكَلَامَ»

Dari Tsa’labah bin Abu Malik al-Qurazhi ia mengabarkan bahwa mereka melaksanakan salat sunah pada Hari Jumat di masa Umar bin Khatthab radhiyallahu anhu hingga Umar masuk ke masjid untuk berkhotbah. Jika Umar telah keluar dari rumahnya dan masuk ke masjid lalu duduk di atas mimbar, Muazin mengumandangkan azan.” Tsa’labah berkata, “Kami masih duduk mengobrol, jika muazin telah diam dan Umar berdiri berkhotbah, maka kami pun diam dan tidak ada seorangpun yang berbicara.” Ibnu Syihab al-Zuhri berkata, “Keluarnya imam menghentikan salat sunah, dan khotbahnya menghentikan pembicaraan.” [Diriwayatkan oleh Malik dalam al-Muwaththa, no. 274]

Atsar Umar bin Khaththab radhiyallahu anhu ini menunjukkan bahwa bolehnya salat sunah di waktu zawal karena para sahabat dan tabiin tetap mengerjakan salat sunah hingga Umar naik di atas mimbar untuk berkhotbah padahal Umar tidak naik di atas mimbar kecuali setelah zawal. Perbuatan Umar dan sahabat ini dipahami diambil dari sunah nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam maka atsar ini menkhususkan keumuman dalil yang melarang salat di waktu zawal pada hari-hari lain.

Kesimpulan: Para ulama telah berbeda pendapat tentang hukum salat sunah sebelum salat Jumat di waktu zawal, akan tetapi dari dua pendapat yang telah dikemukakan di atas tampaknya pendapat kedua yang lebih tepat, wallahualam.

KETIGA: APAKAH ADA SALAT SUNAH RAWATIB SEBELUM SALAT JUMAT?

Tidak ada salat sunah rawatib sebelum salat Jumat. Ini adalah pendapat mazhab Maliki,(20) Hambali,(21) dan jumhur ulama umat.(22) Pendapat ini juga dipilih oleh Ibnu Taimiyah,(23) Ibnu al-Qayyim,(24) dan Ibnu Hajar al-Asqalani.(25)

Di antara dalil dan hujah yang menjelaskan masalah ini:

Pertama: Riwayat yang disebutkan oleh sahabat Abdullah bin Umar radhiyallahu anhuma,

صَلَّيْتُ مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سَجْدَتَيْنِ قَبْلَ الظُّهْرِ، وَسَجْدَتَيْنِ بَعْدَ الظُّهْرِ، وَسَجْدَتَيْنِ بَعْدَ الْمَغْرِبِ، وَسَجْدَتَيْنِ بَعْدَ الْعِشَاءِ، وَسَجْدَتَيْنِ بَعْدَ الْجُمُعَةِ

“Aku pernah salat bersama Nabi shallallahu alaihi wasallam dua sujud (rakaat) sebelum Salat Zuhur dan dua rakaat sesudah Salat Zuhur, dua rakaat sesudah Salat Magrib, dua rakaat sesudah Salat Isya, dan dua rakaat sesudah salat Jumat. [H.R. Bukhari, no. 1172 dan Muslim, no. 729]

 Abdullah bin Umar radhiyallahu anhuma di hadis ini tidak menyebutkan sunah rawatib kecuali setelah Salat Jumat, hal ini menunjukkan bahwa tidak ada salat sunah rawatib sebelum Jumat.(26)

Kedua: Salat yang disunahkan adalah apa yang dinukil dari Nabi shallallahu alaihi wasallam baik itu lewat sabda beliau ataupun perbuatan beliau. Salat sunah rawatib sebelum Jumat tidak dicontohkan sama sekali oleh Nabi shallallahu alaihi wasallam dan juga tidak beliau anjurkan dengan sabdanya serta tidak dilakukan oleh para salaf, lalu persoalan seperti ini tentu tidak boleh dikiaskan dengan salat-salat lainnya.(27)

Ketiga: Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam keluar dari rumahnya pada Hari Jumat lalu masuk masjid dan naik di atas mimbar kemudian muazin berazan. Apabila azan telah usai Nabi shallallahu alaihi wasallam mulai berkhotbah. Seandainya ada salat sunah rawatib sebelum Jumat tentu beliau akan perintahkan setelah azan untuk salat sunah dan tentu beliau akan mencontohkan sendiri. Pada zaman beliau belum ada azan kecuali satu kali pada saat imam naik di atas mimbar.(28)

Keempat: Seandainya Nabi shallallahu alaihi wasallam salat sunah rawatib di rumahnya sebelum masuk masjid tentu akan ada riwayat yang menyebutkannya sebagaimana riwayat yang menyebutkan salat sunah rawatib setelah Jumat dan salat sunah sebelum Zuhur. Demikian pula istri-istri beliau radhiyallahu anhunna tentu akan mengutip informasi tersebut sebagaimana nukilan mereka terhadap salat-salat sunah lainnya yang beliau kerjakan di rumahnya baik di waktu siang atau malam, kaifiat salat tahajud, dan qiamulail. Maka ketika tidak ada nukilan seperti itu maka hukum asalnya tidak ada dan hal itu tidak pernah dilakukan dan tidak disyariatkan.(29)

Kelima: Sunah rawatib jika dilakukan setelah waktu salat Jumat masuk maka tidak sah karena Nabi shallallahu alaihi wasallam keluar dari rumahnya lalu masuk masjid dan naik di atas mimbar setelah waktu zawal dan beliau sibuk dengan khotbah kemudian salat Jumat. Apabila yang dimaksudkan salat sunah sebelum masuk waktu Jumat maka itu salat sunah mutlak untuk menanti imam dan tidak termasuk salat sunah rawatib.(30)

Wallahu a’lam wahuwa Waliyyu al-Taufiq

 


Footnote:

(1) Tulisan ini diramu dari https://dorar.net/feqhia/1227/لمطلب-السادس:-سنة-الجمعة  dan kitab  Ahadits alJumu’ah Dirasah Naqdiyyah wa Fiqhiyyah (Hadis-hadis Jumat: Studi Kritis dan Fikihnya) karya Syekh Abdul Quddus Muhammad Nadzir, hal 315-317.

(2) Lihat rincian hukumnya di: https://markazsunnah.com/hadis-hadis-tentang-mandi-jumat/

(3) Lihat: Al-Umm karya al-Syafi’i (1/172), Fathu al-Bari karya Ibnu Rajab al-Hambali (5/538 dan 541) dan Nail al-Authar karya al-Syaukani (3/303).

(4) Lihat: Hasyiah al-Adawi ala Kifayah al-Thalib al-Rabbani karya Abu al-Hasan al-Adawi (1/382) dan al-Fawakih al-Dawani karya al-Nafrawi (2/636).

(5) Lihat: Al-Bayan fi Madzhab al-Imam al-Syafii karya Abu al-Husain al-Imrani al-Yamani (2/595), Majmu’ karya al-Nawawi (4/541) dan al-Hawi al-Kabir karya al-Mawardi (2/429).

(6) Lihat: Al-Furu’ karya Syamsuddin al-Maqdisi (3/159 dan 191) dan al-Mubdi’ fi Syarhi al-Muqni’ karya Burhanuddin Ibn Muflih (2/155).

(7) Lihat: Majmu’ Fatawa Syekh al-Islam Ibn Taimiyah (23/208) dan Fathu al-Bari karya Ibnu Rajab al-Hambali (5/541).

(7) Lihat: Al-Binayah Syarhu al-Hidayah karya Badruddin al-‘Aini (2/61) dan al-‘Inayah Syarhu al-Hidayah karya Akmaluddin al-Babarti (1/233).

(8) Lihat: Al-Mughni karya Ibnu Qudamah (2/90) dan Kasysyaf al-Qina’ karya al-Buhuti (1/450-451).

(9) Lihat: Liqa al-Bab al-Maftuh (96/16).

(10) Al-Minhaj Syarhu Shahih Muslim bin al-Hajjaj (6/114).

(11) Lihat: Bidayah al-Mujtahid (1/102), Syarhu Mukhtashar al-Khalil karya al-Kharasyi (1/222-223) dan al-Mufhim (2/462).

(12) Lihat: Raudhahal-Thalibin karya al-Nawawi (1/94) dan Asna al-Mathalib karya Zakariya al-Anshari (1/124).

(13) Lihat: Fathu al-Qadir karya Ibnu Humam (1/233).

(14) Lihat: Al-Furu’ karya Ibnu Muflih (2/410) dan al-Inshaf karya al-Mardawi (2/144).

(15) Lihat: Ma’rifah al-Sunan wa al-Atsar (3/438) dan Fathu al-Bari karya Ibnu Rajab (5/540).

(16) Lihat: Majmu’ al-Fatawa (23/208).

(17) Lihat: Zaad al-Ma’ad (1/378).

(18) Lihat: Subul al-Salam (1/168).

(19) Lihat: Fatawa Nur ‘ala al-Darb (10/436).

(20) Lihat: Risalah al-Qairawani (hal. 47), Mukhtashar al-Khalil (hal. 46) dan al-Bayan wa al-Tahshil karya Ibn Rusyd (1/451).

(21) Lihat: al-Inshaf karya al-Mardawi (2/284) dan Kasysyaf al-Qina’ karya al-Buhuti (1/423).

(22) Lihat: Majmu’ Fatawa Ibn Taimiyah (24/189) dan al-Inshaf karya al-Mardawi (2/284).

(23) Lihat: Majmu’ Fatawa Ibn Taimiyah (24/189).

(24) Lihat: Zaad al-Ma’ad (1/431-432).

(25) Lihat: Fathu al-Bari (2/410).

(26) Lihat: Al-Ba’its ala Inkar al-Bida’ wa al-Hawadits karya Abu Syamah al-Maqdisi (hal. 99).

(27) Lihat: Al-Ba’its ala Inkar al-Bida’ wa al-Hawadits karya Abu Syamah al-Maqdisi (hal. 96) dan al-Madkhal karya Ibnu al-Hajj (2/239).

(28) Lihat: Al-Ba’its ala Inkar al-Bida’ wa al-Hawadits karya Abu Syamah al-Maqdisi (hal. 97).

(29) Lihat: Al-Ba’its ala Inkar al-Bida’ wa al-Hawadits karya Abu Syamah al-Maqdisi (hal. 97-98) dan Tharhu al-Tatsrib (3/41).

(30) Lihat: ‘Aun al-Ma’bad ma’a Hasyiah Ibn al-Qayyim (3/337).

Artikel HADIS-HADIS SALAT SUNAH SEBELUM JUMAT pertama kali tampil pada MARKAZSUNNAH.COM | MENEBAR SUNNAH MENUAI HIKMAH.

]]>
https://markazsunnah.com/hadis-hadis-salat-sunah-sebelum-jumat/feed/ 0
BACAAN YANG DIANJURKAN PADA SALAT JUMAT https://markazsunnah.com/bacaan-yang-dianjurkan-pada-salat-jumat/ https://markazsunnah.com/bacaan-yang-dianjurkan-pada-salat-jumat/#respond Fri, 06 Aug 2021 03:26:22 +0000 http://markazsunnah.com/?p=2807 Para ulama dari keempat mazhab yang muktabar baik itu Hanafi,(1) Maliki,(2) Syafii,(3) dan Hambali(4) sepakat menyebutkan bahwa pada saat Salat Jumat dianjurkan membaca surat al-Jumu’ah di rakaat pertama dan surat al-Munafiqun di rakaat kedua. Imam al-Auza’i mengatakan, “Kami tidak mengetahui seorang pun dari imam kaum muslimin yang meninggalkan membaca surat al-Jumu’ah pada saat Salat Jumat.”(5) […]

Artikel BACAAN YANG DIANJURKAN PADA SALAT JUMAT pertama kali tampil pada MARKAZSUNNAH.COM | MENEBAR SUNNAH MENUAI HIKMAH.

]]>
Para ulama dari keempat mazhab yang muktabar baik itu Hanafi,(1) Maliki,(2) Syafii,(3) dan Hambali(4) sepakat menyebutkan bahwa pada saat Salat Jumat dianjurkan membaca surat al-Jumu’ah di rakaat pertama dan surat al-Munafiqun di rakaat kedua. Imam al-Auza’i mengatakan, “Kami tidak mengetahui seorang pun dari imam kaum muslimin yang meninggalkan membaca surat al-Jumu’ah pada saat Salat Jumat.”(5) Imam Ibnu al-Qayyim menerangkan, “Tidak dianjurkan membaca sebagian ayat saja dari masing-masing surat tersebut di dua rakaat atau membaca salah satu surat saja namun dibagi pada dua rakaat, karena praktek semacam itu menyelisihi sunah Rasulullah shallallahu alaihi wasallam.”(6)

Bacaan lain yang dianjurkan untuk dibaca pada saat Salat Jumat adalah surat al-Alaa dan al-Ghasyiyah. Hal ini disepakati oleh jumhur ulama dari mazhab Hanafi,(7) Maliki,(8) Hambali,(9) dan demikian pula mazhab terdahulu dari Imam Syafii.(10)

Berikut beberapa dalil dari hadis-hadis sahih yang menjadi dasar penetapan hukum para ulama beserta sedikit penjelasan fikih dan faedah hadisnya, semoga bermanfaat.

HADIS PERTAMA:

عَنْ ابْنِ أَبِي رَافِعٍ قَالَ اسْتَخْلَفَ مَرْوَانُ أَبَا هُرَيْرَةَ عَلَى الْمَدِينَةِ، وَخَرَجَ إِلَى مَكَّةَ، فَصَلَّى لَنَا أَبُو هُرَيْرَةَ الْجُمُعَةَ، فَقَرَأَ بَعْدَ سُورَةِ الْجُمُعَةِ فِي الرَّكْعَةِ الْآخِرَةِ: إِذَا جَاءَكَ الْمُنَافِقُونَ، قَالَ: فَأَدْرَكْتُ أَبَا هُرَيْرَةَ حِينَ انْصَرَفَ، فَقُلْتُ لَهُ: إِنَّكَ قَرَأْتَ بِسُورَتَيْنِ كَانَ عَلِيُّ بْنُ أَبِي طَالِبٍ يَقْرَأُ بِهِمَا بِالْكُوفَةِ. فَقَالَ أَبُو هُرَيْرَةَ رضي الله عنه: إِنِّي سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقْرَأُ بِهِمَا يَوْمَ الْجُمُعَةِ. رواه مسلم

Dari Ibnu Abu Rafi’ ia berkata, “Suatu ketika (khalifah) Marwan meminta kepada Abu Hurairah radhiyallahu anhu untuk menggantikannya (sebagai pemimpin sementara) di Madinah, sementara Marwan pergi ke Makkah. Maka pada suatu Hari Jumat, Abu Hurairah mengimami kami Salat Jumat. Ia membaca surat al-Jumu’ah pada rakaat pertama, dan surat al-Munafiqun pada rakaat kedua. Setelah selesai salat, kutemui Abu Hurairah dan kukatakan kepadanya, ‘Kedua surat yang Anda baca tadi, pernah dibaca oleh Ali bin Abi Thalib radhiyallahu anhu ketika ia berada di Kufah.’ Abu Hurairah radhiyallahu anhu berkata, ‘Saya telah mendengar Rasulullah shallallahu alaihi wasallam membaca kedua surat itu pada Hari Jumat.’” [H.R. Muslim, no. 877]

Fikih dan Faedah Hadis:

  1. Pentingnya kepemimpinan dalam Islam.
  2. Apabila seorang pemimpin hendak bepergian meninggalkan pusat pemerintahannya maka dia mendelegasikannya ke salah seorang yang mampu dan pantas mengambil amanah tersebut.
  3. Keutamaan Abu Hurairah radhiyallahu anhu yang mendapat kepercayaan menjadi pemimpin di Madinah walaupun sifatnya sementara.
  4. Pemimpin dalam Islam bukan dipilih berdasarkan harta dan status sosialnya namun berdasarkan ilmu dan kemampuannya sebagaimana yang ada pada sahabat Abu Hurairah radhiyallahu anhu.
  5. Sejatinya seorang penguasa dalam pemerintahan dia juga yang memimpin rakyatnya dalam salat jemaah.
  6. Perhatian para salaf terhadap salat jemaah, termasuk di antaranya mengetahui bacaan-bacaan yang dianjurkan pada saat salat.
  7. Pentingnya bertanya kepada ulama terhadap perkataan dan amalannya yang memerlukan penjelasan hukum.
  8. Para sahabat radhiyallahu anhum senantiasa komitmen dalam mengikuti sunah Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam termasuk di antaranya dalam sunah bacaan pada waktu salat, sebagaimana yang dicontohkan oleh Abu Hurairah radhiyallahu anhu dan Ali bin Abu Thalib radhiyallahu anhu.
  9. Mengikuti dan komitmen terhadap sunah mendatangkan dan melahirkan persatuan di mana pun berada.
  10. Bacaan Salat Jumat dijaharkan.
  11. Disunahkannya membaca surat al-Jumu’ah di rakaat pertama dan surat al-Munafiqun di rakaat kedua pada saat Salat Jumat.
  12. Para sahabat senantiasa menisbatkan perkataan dan perbuatan mereka dalam hal ibadah kepada sunah Rasulullah shallallahu alaihi wasallam.

HADIS KEDUA:

عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رضي الله عنهما أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَقْرَأُ فِي صَلَاةِ الْفَجْرِ يَوْمَ الْجُمُعَة (الم تَنْزِيلُ) السَّجْدَةِ، وَ(هَلْ أَتَى عَلَى الْإِنْسَانِ حِينٌ مِنْ الدَّهْرِ). وَأَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَقْرَأُ فِي صَلَاةِ الْجُمُعَةِ سُورَةَ الْجُمُعَةِ وَالْمُنَافِقِينَ. رواه مسلم

Dari Ibnu Abbas radhiyallahu anhuma bahwa biasanya Nabi shallallahu alaihi wasallam ketika mengerjakan Salat Subuh pada hari Jumat, beliau membaca Alif Laam Miim Tanziil (surat al-Sajadah) dan, Hal Ataa ‘Alal Insaani Hiinum Minad Dahri (surat al-Insan), dan dalam Salat Jumat beliau membaca surat al-Jumu’ah dan surat al-Munafiqun. [H.R. Muslim, no. 879]

Fikih dan Faedah Hadis:

  1. Di antara sunah Nabi shallallahu alaihi wasallam pada Hari Jumat adalah membaca surat al-Sajadah dan surat al-Insan pada saat Salat Subuh.
  2. Keutamaan sahabat yang mulia Abdullah bin Abbas radhiyallahu anhuma.
  3. Perhatian para sahabat untuk mengetahui dan menukil bacaan yang dicontohkan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wasallam saat salat berjemaah.
  4. Disunahkan membaca surat al-Jumu’ah dan surat al-Munafiqun pada saat Salat Jumat.

HADIS KETIGA:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه، قَالَ: كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِمَّا يَقْرَأُ فِي صَلَاةِ الْجُمُعَةِ بِالْجُمُعَةِ، فَيُحَرِّضُ بِهِ الْمُؤْمِنِينَ، وَفِي الثَّانِيَةِ بِسُورَةِ الْمُنَافِقِينَ فَيُفْزِعُ بِهِ الْمُنَافِقِينَ

Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu ia berkata, “Di antara yang dibaca Rasulullah shallallahu alaihi wasallam pada saat Salat Jumat adalah surat al-Jumu’ah, dengan bacaan ini beliau menyemangati kaum mukminin dan di rakaat kedua beliau membaca surat al-Munafiqun, dengan bacaan ini membuat panik kaum munafikin. [H.R. Thabarani dalam al-Mu’jam al-Awsath (9/112), no. 927](11)

Fikih dan Faedah Hadis:

  1. Hadis ini ikut menegaskan bahwa di antara bacaan yang sering dibaca Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam pada saat Salat Jumat adalah surat al-Jumu’ah dan surat al-Munafiqun.
  2. Hadis ini menjelaskan di antara hikmah mengapa Nabi shallallahu alaihi wasallam memilih kedua surat ini pada saat Salat Jumat.
  3. Pentingnya memperhatikan bacaan imam pada salat berjemaah.
  4. Anjuran menadaburi dan mengambil hikmah dari bacaan imam pada salat berjemaah.
  5. Disyariatkannya menyemangati kaum mukminin dan membuat takut serta kepanikan bagi kaum munafikin.

HADIS KEEMPAT:

عَنْ سَمُرَةَ بْنِ جُنْدُبٍ رضي الله عنه: أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَقْرَأُ فِي صَلَاةِ الْجُمُعَةِ بِـ (سَبِّحْ اسْمَ رَبِّكَ الْأَعْلَى) وَ(هَلْ أَتَاكَ حَدِيثُ الْغَاشِيَةِ)

Dari Samurah bin Jundub radhiyallahu anhu bahwa pada waktu Salat Jumat, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam membaca Sabbihisma Rabbika al-A’laa (surah al-A’laa) dan Hal ataaka haditsu al-Ghasyiyah. (surah al-Ghasyiyah).” [H.R. Abu Daud, no. 1125 dan al-Nasai, no. 1422]


HADIS KELIMA:

عَنْ النُّعْمَانِ بْنِ بَشِيرٍ رضي الله عنهما قَالَ: كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقْرَأُ فِي الْعِيدَيْنِ، وَفِي الْجُمُعَةِ بِـ (سَبِّحِ اسْمَ رَبِّكَ الْأَعْلَى)، وَ(هَلْ أَتَاكَ حَدِيثُ الْغَاشِيَةِ)، قَالَ: وَإِذَا اجْتَمَعَ الْعِيدُ وَالْجُمُعَةُ فِي يَوْمٍ وَاحِدٍ؛ يَقْرَأُ بِهِمَا أَيْضًا فِي الصَّلَاتَيْنِ

Dari Nu’man bin Basyir radhiyallahu anhuma ia berkata, “Rasulullah shallallahu alaihi wasallam biasa membaca surat al-A’la dan surat al-Ghasyiah dalam salat dua hari raya dan Salat Jumat. Bila salat Id bertepatan dengan Hari Jumat, beliau juga membaca kedua surat tersebut dalam kedua salat itu.”

Fikih dan Faedah Hadis Keempat dan Kelima:

  1. Keutamaan sahabat yang mulia Samurah bin Jundub radhiyallahu anhu dan Nukman bin Basyir radhiyallahu anhuma.
  2. Perhatian para sahabat dalam mengetahui dan menukil bacaan-bacaan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam pada waktu salat.
  3. Disyariatkannya salat Idulfitri dan Iduladha secara berjemaah dan menjaharkan bacaan.
  4. Di antara bacaan yang disunahkan pada saat salat hari raya tahunan (Idulfitri/Iduladha) dan hari raya pekanan (Hari Jumat) adalah surat al-A’laa dan surat al-Ghasyiyah.
  5. Keutamaan dan kekhususan surat al-A’laa dan surat al-Ghasyiyah.
  6. Kedua surat ini tetap dianjurkan dibaca dan diulangi walaupun hari Id bertepatan dengan hari Jumat.
  7. Nabi shallallahu alaihi wasallam tetap melaksanakan Salat Jumat walaupun sudah melaksanakan salat Id di hari yang sama, walaupun ada keringanan bagi yang sudah melaksanakan salat Id untuk tidak lagi hadir Salat Jumat.(12)


Footnote:

(1) Lihat: Al-Binayah Syarhu al-Hidayah karya Badruddin al-‘Aini (3/92) dan Radd al-Mukhtar ‘ala ad-Dur al-Mukhtar karya Ibnu Abidin (2/161).

(2) Menurut mazhab Maliki dianjurkan membaca pada rakaat pertama surat al-Jumu’ah dan rakaat kedua dipilih antara surat al-A’laa, al-Ghasyiyah atau surat al-Munafiqun. Lihat: Al-Kafi karya Ibnu Abdilbarr (1/251) dan al-Fawakih al-Danawi karya al-Nafrawi (1/262).

(3) Lihat: Fathu al-Aziz karya al-Rafii (4/622) dan al-Hawi al-Kabir karya al-Mawardi (2/434).

(4) Lihat: Al-Mughni karya Muwaffaquddin Ibnu Qudamah (2/230), al-Syarhu al-Kabir karya Syamsuddin Ibnu Qudamah (2/189) dan Kasysyaf al-Qina’ karya al-Bahuti (2/38).

(5) Lihat: Al-Istidzkar (2/53) karya Ibnu Abdilbarr.

(6) Zaad al-Ma’ad (1/369).

(7) Lihat: Al-Bahru al-Raiq karya Ibnu Nujaim (2/169) dan al-Mabsuth karya al-Sarakhsi (2/65).

(8) Lihat: Kifayah al-Thalib al-Rabbani karya Abu al-Hasan al-Maliki (1/474).

(9) Lihat: Al-‘Uddah Syarhu al-‘Umdah karya Bahauddin al-Maqdisi (hal. 117).

(10) Lihat: Al-Majmu’ Syarhu al-Muhadzdzab karya al-Nawawi (4/531).

(11) Sanad hadis ini dinilai hasan oleh Nuruddin al-Haitsami dalam Majma’ al-Zawaid wa Manba’ al-Fawaid (2/191), no. 3167, lihat juga Ahadits al-Jumu’ah karya Abdulquddus Muhammad Nadzir (hal. 312).

(12) Lihat rincian permasalahan ini dalam tulisan sebelumnya di link berikut: https://markazsunnah.com/hukum-salat-jumat-jika-bertepatan-dengan-hari-id/

Artikel BACAAN YANG DIANJURKAN PADA SALAT JUMAT pertama kali tampil pada MARKAZSUNNAH.COM | MENEBAR SUNNAH MENUAI HIKMAH.

]]>
https://markazsunnah.com/bacaan-yang-dianjurkan-pada-salat-jumat/feed/ 0
KAPAN SESEORANG DIKATAKAN MENDAPATKAN SALAT JUMAT? https://markazsunnah.com/kapan-seseorang-dikatakan-mendapatkan-salat-jumat/ https://markazsunnah.com/kapan-seseorang-dikatakan-mendapatkan-salat-jumat/#respond Fri, 02 Jul 2021 08:15:41 +0000 http://markazsunnah.com/?p=2673 HADIS PERTAMA عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: مَنْ أَدْرَكَ مِنْ صَلَاةِ الْجُمُعَةِ رَكْعَةً فَقَدْ أَدْرَكَ Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu, dari Nabi shallallahu alaihi wasallam, beliau bersabda, “Barang siapa yang mendapatkan satu rakaat Salat Jumat maka ia telah mendapatkan Salat Jumat tersebut.” (H.R. Nasai) TAKHRIJ DAN DERAJAT […]

Artikel KAPAN SESEORANG DIKATAKAN MENDAPATKAN SALAT JUMAT? pertama kali tampil pada MARKAZSUNNAH.COM | MENEBAR SUNNAH MENUAI HIKMAH.

]]>
HADIS PERTAMA

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: مَنْ أَدْرَكَ مِنْ صَلَاةِ الْجُمُعَةِ رَكْعَةً فَقَدْ أَدْرَكَ

Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu, dari Nabi shallallahu alaihi wasallam, beliau bersabda, “Barang siapa yang mendapatkan satu rakaat Salat Jumat maka ia telah mendapatkan Salat Jumat tersebut.” (H.R. Nasai)

TAKHRIJ DAN DERAJAT HADIS

Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Nasai dalam kitabnya al-Sunan al-Shughra atau al-Mujtaba’, kitab al-Jumu’ah, bab Man Adraka Rak’atan min Shalah al-Jumu’ah, no. 1425, dan juga diriwayatkan oleh Ibnu Majah dalam kitabnya al-Sunan, Kitab Iqamah al-Shalah wa al-Sunnah fiiha, bab Fii Man Adraka min al-Jumu’ah Rak’ah, no. 1121 dengan tambahan lafaz, “Maka hendaknya dia menambah satu rakaat.” Keduanya meriwayatkan dari jalur al-Zuhri dari Abu Salamah dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu. Hadis ini sahih akan tetapi lafaz “Jumat” dinilai syadz oleh ulama kita dan dinilai sebagai periwayatan secara makna.(1) Lafaz yang benar adalah bersifat umum sebagaimana riwayat,

مَنْ أَدْرَكَ رَكْعَةً مِنَ الصَّلَاةِ فَقَدْ أَدْرَكَ الصَّلَاةَ

“Barang siapa yang mendapatkan satu rakaat maka ia telah mendapatkan salat tersebut.” (H.R. Bukhari, no. 580 dan Muslim, no. 607)

HADIS KEDUA

عَنْ ابْنِ عُمَرَ رضي الله عنهما، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: مَنْ أَدْرَكَ رَكْعَةً مِنْ صَلَاةِ الْجُمُعَةِ أَوْ غَيْرِهَا، فَقَدْ أَدْرَكَ الصَّلَاةَ

Dari Ibnu Umar radhiyallahu anhuma, ia berkata, “Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, ‘Barang siapa mendapatkan satu rakaat dari Salat Jumat atau selainnya, maka dia telah mendapatkan salat.’” (H.R. Ibnu Majah)

TAKHRIJ DAN DERAJAT HADIS

Hadis ini diriwayatkan oleh Ibnu Majah dalam kitabnya al-Sunan; kitab Iqamah al-Shalah wa al-Sunnah fiiha, bab Fii Man Adraka min al-Jumu’ah Rak’ah, no. 1123, dari jalur Baqiyyah bin Walid dari Yunus bin Yazid al-Aili dari Zuhri dari Salim dari Ibnu Umar radhiyallahu anhuma. Hadis ini dinilai sahih oleh al-Albani sebagaimana disebutkan dalam beberapa kitab beliau.(2) Adapun Syekh Syuaib al-Arnauth beliau menyebut kelemahan sanad ini karena salah seorang perawinya yaitu Baqiyyah bin al-Walid memiliki kelemahan dan dikenal sebagai mudallis, lalu beliau menyebutkan riwayat yang lebih kuat adalah mursal sebagaimana yang diriwayatkan oleh Nasai dalam al-Sunan al-Kubra dan riwayat maukuf sebagaimana yang diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah dan Baihaqi.(3)                                                                      

FIKIH DAN FAEDAH HADIS

Kedua hadis di atas dan berdasarkan keumuman lafaz yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim menunjukkan bahwa Salat Jumat sudah didapatkan dengan mendapatkan satu rakaat walaupun tidak mendapatkan sedikit pun khotbah Jumat.

Para ulama berbeda pendapat dalam masalah ini yaitu kapan seseorang terhitung mendapatkan Salat Jumat, dalam hal ini paling tidak ada ada tiga pendapat yang dikenal:(4)

Pendapat Pertama: Salat Jumat terhitung dengan mendapatkan satu rakaat yaitu dengan mendapatkan rukuk di rakaat kedua. Ini adalah pendapat jumhur ulama(5) di antaranya Mazhab Maliki,(6) Mazhab Syafii(7), Mazhab Hambali(8), Imam al-Auzai, Sufyan al-Tsauri, Abu Yusuf, Ishak bin Rahuyah, Abu Tsaur, dan ulama Mazhab al-Zhahiri, dan selainnya. Pendapat ini juga yang diberpegangi ulama salaf dari kalangan sahabat dan tabiin di antaranya Ibnu Mas’ud, Ibnu Umar, Anas bin Malik, Said bin al-Musayyib, Hasan al-Bashri, Alqamah, al-Aswad, Urwah bin al-Zubair, al-Sya’bi, al-Zuhri, dan Ibrahim al-Nakhai.(9) Bahkan sebagian ulama menukil bahwa pendapat ini merupakan ijmak.(10) Atas dasar pendapat ini, siapa yang hanya mendapatkan tasyahud imam pada Salat Jumat maka dia harus melaksanakan Salat Zuhur empat rakaat setelah salam.

Pendapat Kedua: Atha, Thawus, Mujahid, dan Mak-hul berpendapat bahwa harus mendapatkan sesuatu dari khotbah, karena bagi mereka khotbah adalah syarat di mana Salat Jumat tidak sah tanpa mendapatkannya. Maka siapa yang tidak mendapatkan khotbah maka dia melaksanakan Salat Zuhur empat rakaat.

Pendapat Ketiga: Sebagian ulama mengatakan bahwa barang siapa yang mendapatkan tasyahud pada Hari Jumat bersama imam maka cukup baginya salat dua rakaat setelah imam salam. Pendapat ini diriwayatkan dari al-Nakhai, Hakam, Hammad, al-Dhahhak, dan al-Nu’man.

Imam Ibnu al-Mundzir (w. 319 H) rahimahullah telah menjelaskan masalah ini secara rinci dan beliau menguatkan pendapat pertama. Beliau berkata, “Nabi shallallahu alaihi wasallam telah bersabda dalam hadis sahih, “Barang siapa yang mendapatkan satu rakaat dari salat maka berarti dia telah mendapatkan rakaat.” Kemudian Ibnu al-Mundzir meriwayatkan dengan sanadnya hingga ke al-Zuhri berkata Abu Salamah bin Abdurrahman mengabarkanku dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda,

مَنْ أَدْرَكَ مِنَ الصَّلَاةِ رَكْعَةً، فَقَدْ أَدْرَكَ الصَّلَاةَ

“Barang siapa yang mendapatkan satu rakaat dari salat maka berarti dia telah mendapatkan salat tersebut”

Al-Zuhri berkata bahwa Salat Jumat termasuk salat yang disebutkan dalam hadis itu.

Ibnu al-Mundzir berkata, “Kami meriwayatkan dari Nabi shallallahu alaihi wasallam dari beberapa jalur periwayatan sabdanya, “Barang siapa yang mendapatkan satu rakaat Jumat maka hendaknya dia sempurnakan dengan satu rakaat berikutnya.”

Sanad-sanad hadis ini (yang menyebutkan Jumat secara khusus) diperbincangkan, seandainya al-Zuhri punya kabar yang valid maka dia tidak perlu berdalilkan dengan hadis umum, “Barang siapa yang mendapatkan satu rakaat dari salat maka berarti dia telah mendapatkan salat tersebut.” Lalu al-Zuhri mengatakan bahwa Jumat termasuk bagian dari salat. Seandainya beliau memiliki kabar yang valid maka tentu dia mencukupkan dengannya dan tidak perlu berdalilkan dengan selainnya.

Sanadnya yang terbaik adalah hadis dari jalur Ibnu Ayyub menceritakan kepada kami Allan berkata Ibnu Abi Maryam berkata menceritakan kepada kami Yahya bin Ayyub dari Usamah bin Zaid al-Laitsi dari Ibnu Syihab dari Abu Salamah bin Abdurrahman dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu dari Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda,

مَنْ أَدْرَكَ مِنَ الْجُمُعَةِ رَكْعَةً، فَلْيُصَلِّ إِلَيْهَا أُخْرَى

“Barang siapa yang mendapatkan satu rakaat Jumat maka hendaknya dia salat satu rakaat berikutnya.”

Ibnu al-Mundzir berkata, “Perkataan kami bahwa ini sesuai dengan atsar yang sahih dari Ibnu Mas’ud, Ibnu Umar, Anas, dan seluruh tabiin.”

Ada ikhtilaf dari al-Nakhai, kami riwayatkan dari Hammad bin Abu Sulaiman bahwa beliau rujuk dari pendapatnya yang mengatakan dia salat dua rakaat.

Ibnu al-Mundzir juga menerangkan ijmak para ulama bahwa satu rakaat itu terhitung dengan mendapatkan rukuk, maka tidak terhitung satu rakaat yang hanya mendapatkan sujudnya imam atau tasyahud. Demikian pula ulama telah ijmak bahwa orang yang salat sendirian tidak terhitung melaksanakan Salat Jumat. Kedua konsensus (ijmak) tersebut merupakan dalil yang gamblang bahwa siapa yang mendapatkan jemaah sudah duduk pada saat Salat Jumat maka hendaknya dia salat empat rakaat Zuhur. Karena hukum seseorang yang mendapatkan jemaah sudah sujud atau tasyahud di rakaat kedua Jumat bagaikan orang yang tidak mendapatkan sama sekali salat. Dengan demikian bisa dipahami kelemahan pendapat sebagian ulama yang mengatakan cukup baginya melaksanakan dua rakaat yang sempurna lalu dia dianggap bersendirian di jemaah. Pandangan tersebut tidak tepat dan lemah karena apa yang didapatkan oleh seseorang setelah rukuknya imam pada rakaat kedua Jumat maka itu tidak terhitung dan tidak ada hak bagi seseorang untuk Salat Jumat sendirian. (11)

Syekh Muhammad Adam al-Itsyubi (w. 1442 H) mengatakan pendapat yang dikatakan oleh Imam Ibnu al-Mundzir ini sangat bagus.

Walhasil, pendapat yang rajih adalah yang mengatakan siapa yang mendapatkan satu rakaat bersama imam maka tinggal menambah satu rakaat lagi dan baginya Salat Jumat, dan barang siapa yang tidak mendapatkan satu rakaat seperti hanya mendapatkan imam waktu tasyahud maka dia harus melaksanakan Salat Zuhur empat rakaat karena dia tidak dianggap mendapatkan Jumat berdasarkan hadis, “Barang siapa yang mendapatkan satu rakaat dari salat maka dia telah mendapatkannya.” (HR. Bukhari dan Muslim). Jumat adalah salah satu salat yang disebutkan dalam hadis tersebut sebagaimana yang dikatakan oleh al-Zuhri.

Adapun pendapat yang mengatakan tidak mendapatkan Jumat bagi yang tidak mendapatkan khotbah atau yang mengatakan siapa yang mendapatkan imam tasyahud maka silakan dia sempurnakan Salat Jumatnya maka kedua pendapat ini tidak dikuatkan oleh dalil-dalil yang sahih, wallahualam.(12)


Footnote:

(1) Lihat: Shahih Ibn Khuzaimah (3/ 173), al-Tsamar al-Mustathab fi al-Sunnah wa al-Kitab karya al-Albani (hal. 94), dan Dzakhirah al-‘Uqba fi Syarhi al-Mujtaba karya Muhammad bin Ali al-Itsyubi (16/ 288).

(2) Lihat: Irwa’ al-Ghalil (3/89), Shahih al-Jami’ al-Shaghir (2/1038), dan Shahih wa Dha’if Sunan Ibn Majah (3/123).

(3) Lihat: Tahkik dan takhrij Syekh Al-Arnauth dalam Sunan Ibn Majah (2/212).

(4) Lihat: Al-Ausath karya Ibnu al-Mundzir (4/100) dan al-Fatawa al-Kubra (2/300).

(5) Lihat: Al-Mughni karya Ibnu Qudamah (2/231) dan al-Majmu’ (4/558)

(6) Lihat: Mawahib al-Jalil karya al-Hatthab (2/397), al-Istidzkar karya Ibnu Abdilbarr (2/32) dan al-Qawanin al-Fiqhiyyah karya Ibnu Juzay (hal. 50).

(7) Lihat: Al-Majmu’ karya al-Nawawi (4/558).

(8) Lihat: Al-Inshaf karya al-Mardawi (2/266) dan Kasysyaf al-Qina’ karya al-Bahuti (2/29).

(9) Lihat: Al-Ausath karya Ibnu al-Mundzir (4/109) dan al-Mughni karya Ibnu Qudamah (2/231).

(10) Lihat: Al-Istidzkar karya Ibnu Abdilbarr (2/32), Majmu’ al-Fatawa karya Ibnu Taimiyah (23/332), Bada-i’ al-Shana-i’ karya al-Kasani (1/267), al-Muhalla karya Ibnu Hazm (3/285) dan al-Inshaf karya al-Mardawi (2/266).

(11) Al-Ausath (4/ 100-103), dikutip dengan sedikit perubahan dan ringkasan.

(12) Dzakhirah al-‘Uqba fi Syarhi al-Mujtaba (16/291).

Artikel KAPAN SESEORANG DIKATAKAN MENDAPATKAN SALAT JUMAT? pertama kali tampil pada MARKAZSUNNAH.COM | MENEBAR SUNNAH MENUAI HIKMAH.

]]>
https://markazsunnah.com/kapan-seseorang-dikatakan-mendapatkan-salat-jumat/feed/ 0
SALAT JUMAT DUA RAKAAT https://markazsunnah.com/salat-jumat-dua-rakaat/ https://markazsunnah.com/salat-jumat-dua-rakaat/#respond Fri, 05 Mar 2021 09:25:27 +0000 http://markazsunnah.com/?p=2254 قال عمر رَضِيَ الله عَنْه: صَلاَةُ الْجُمُعَةِ رَكْعَتَانِ، وَصَلاَةُ الْفِطْرِ رَكْعَتَانِ، وَصَلاَةُ الأَضْحَى رَكْعَتَانِ، وَصَلاَةُ السَّفَرِ رَكْعَتَانِ، تَمَامٌ، غَيْرُ قَصْرٍ عَلَى لِسَانِ مُحَمَّدٍ -صلى الله عليه وسلم- Umar raḍiyallāhu ‘anhu berkata, “Salat Jumat dua rakaat, salat Idulfitri dua rakaat, salat Duha dua rakaat, salat saat safar itu dua rakaat, sempurna tanpa diringkas sebagaimana sabda Muhammad […]

Artikel SALAT JUMAT DUA RAKAAT pertama kali tampil pada MARKAZSUNNAH.COM | MENEBAR SUNNAH MENUAI HIKMAH.

]]>
قال عمر رَضِيَ الله عَنْه: صَلاَةُ الْجُمُعَةِ رَكْعَتَانِ، وَصَلاَةُ الْفِطْرِ رَكْعَتَانِ، وَصَلاَةُ الأَضْحَى رَكْعَتَانِ، وَصَلاَةُ السَّفَرِ رَكْعَتَانِ، تَمَامٌ، غَيْرُ قَصْرٍ عَلَى لِسَانِ مُحَمَّدٍ -صلى الله عليه وسلم-

Umar raiyallāhu ‘anhu berkata, “Salat Jumat dua rakaat, salat Idulfitri dua rakaat, salat Duha dua rakaat, salat saat safar itu dua rakaat, sempurna tanpa diringkas sebagaimana sabda Muhammad shallallahu alaihi wasallam.”

Takhrij Hadis:

Hadis ini diriwayatkan oleh Nasai dalam kitabnya al-Mujtaba’ (al-Sunan al-Shughra); kitab al-Jumu’ah, bab “Jumlah Rakaat Jumat”, no. 1420, Ibnu Majah dalam kitabnya al-Sunan; kitab Iqamah al-Shalah wa al-Sunnah fiha, bab “Memendekkan Salat pada Saat Safar”, no. 1063, serta imam Ahmad dalam kitabnya al-Musnad; Musnad Umar bin al-Khaththab radhiyallahu anhu, no. 257, semuanya dari jalur Zubaid bin Harits bin Abdulkarim al-Yami dari Abdurrahman bin Abu Layla dari sahabat mulia Umar bin al-Khaththab radhiyallahu anhu. Imam Nasai ketika meriwayatkan hadis ini beliau mengatakan bahwa Abdurrahman bin Abu Layla tidak mendengar dari Umar bin al-Khaththab radhiyallahu anhu.(1) Dengan demikian berarti ada sanad terputus. Akan tetapi,  dalam riwayat lain di antaranya pada Sunan Ibn Majah (no. 1064), ada perawi antara Abdurrahman bin Abi Layla dan Umar bin al-Khatthab yaitu Kaab bin ‘Ujrah sehingga sanad hadis ini bersambung dan sahih sebagaimana yang diterangkan oleh Syuaib al-Arnauth dalam tahkik Sunan Ibn Majah (2/ 173) dan tahkik Musnad Imam Ahmad (1/ 367). Syekh al-Albani juga menyatakan hadis ini sahih dalam Irwa’ al-Ghalil (3/ 106) dan beliau memilih pendapat bahwa Abdurrahman bin Abi Layla telah mendengar langsung dari Umar bin al-Khaththab sebagaimana yang ditegaskan dalam periwayatan Yazid bin Harun [Lihat: Musnad Imam Ahmad (1/ 368). Lihat juga penjelasan Syekh Muhammad bin Ali al-Itsyubi tentang kesahihan hadis ini dalam Dzakhirah al-‘Uqba fi Syarhi al-Mujtaba’ (16/ 280)].

Fikih dan Faedah Hadis:

  1. Salat Jumat terdiri dari dua rakaat. Hal ini merupakan bantahan bagi yang mengatakan bahwa asal dari salat Jumat adalah empat rakaat, sebagaimana yang disebutkan oleh Imam Ibnu Hibban dalam judul babnya ketika menyebutkan hadis ini, “Kabar (Dalil) Bantahan Tehadap Perkataan yang Mengklaim Salat Jumat Asalnya Empat Rakaat Bukan Dua Rakaat”.(2)
  2. Salat Jumat yang jumlahnya dua rakaat merupakan ijmak (konsensus) di antara ulama dan tidak ada perselisihan di antara mereka, sebagaimana yang dinukil oleh Ibnu al-Mundzir, Ibnu Hazm, al-Kasani, Ibnu Rusyd, Ibnu Qudamah, al-Nawawi dan Ibnu Juzai.(3)
  3. Salat Id dan salat Duha juga terdiri dari dua rakaat.
  4. Salat wajib yang empat rakaat pada saat safar dijadikan dua rakaat. Hal ini merupakan hukum asal bagi musafir dan lebih afdal.
  5. Seluruh salat yang terdiri dari dua rakaat ini terhitung sempurna di sisi Allah azza wa jalla dan tidak kurang pahalanya.
  6. Penentuan jumlah rakaat salat adalah persoalan tauqifiyyah (berdasarkan dalil Al-Qur’an dan Sunah) bukan berdasarkan ijtihad para ulama atau logika semata.
  7. Hikmah dan rahmat Allah subhanahu wa taala dalam setiap hukum dan syariat-Nya.

Footnote:

(1) Sunan al-Nasai (3/ 111), para ulama berbeda pendapat tentang masalah ini namun kebanyakan ulama hadis berpendapat seperti apa yang disebutkan oleh Imam Nasai bahwa Abdurrahman bin Abi Layla tidak mendengar dari Umar bin al-Khaththab radhiyallahu anhu. Lihat: Dzakhirah al-‘Uqba (16/ 279-280).

(2) Sahih Ibnu Hibban (7/ 22)

(3) Lihat: al-Ijma’ (hal. 40), Maratib al-Ijma’ (hal. 33), Badai’ al-Shanai’ (1/ 269), Bidayah al-Mujtahid (1/ 170), al-Mughni (2/ 230), al-Majmu’ (4/ 530) dan al-Qawanin al-Fiqhiyyah (hal. 56).

Artikel SALAT JUMAT DUA RAKAAT pertama kali tampil pada MARKAZSUNNAH.COM | MENEBAR SUNNAH MENUAI HIKMAH.

]]>
https://markazsunnah.com/salat-jumat-dua-rakaat/feed/ 0
HUKUM SALAT JUMAT JIKA BERTEPATAN DENGAN HARI ID https://markazsunnah.com/hukum-salat-jumat-jika-bertepatan-dengan-hari-id/ https://markazsunnah.com/hukum-salat-jumat-jika-bertepatan-dengan-hari-id/#respond Fri, 26 Feb 2021 00:58:59 +0000 http://markazsunnah.com/?p=2227 Hadis Pertama: عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، عَنْ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ: قَدِ اجْتَمَعَ فِي يَوْمِكُمْ هَذَا عِيدَانِ، فَمَنْ شَاءَ أَجْزَأَهُ مِنَ الْجُمُعَةِ، وَإِنَّا مُجَمِّعُونَ Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu, dari Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, beliau bersabda, “Pada hari ini telah berkumpul bagi kalian dua hari raya, barang siapa yang […]

Artikel HUKUM SALAT JUMAT JIKA BERTEPATAN DENGAN HARI ID pertama kali tampil pada MARKAZSUNNAH.COM | MENEBAR SUNNAH MENUAI HIKMAH.

]]>
Hadis Pertama:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، عَنْ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ: قَدِ اجْتَمَعَ فِي يَوْمِكُمْ هَذَا عِيدَانِ، فَمَنْ شَاءَ أَجْزَأَهُ مِنَ الْجُمُعَةِ، وَإِنَّا مُجَمِّعُونَ

Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu, dari Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, beliau bersabda, “Pada hari ini telah berkumpul bagi kalian dua hari raya, barang siapa yang ingin, salat hari raya ini sudah mencukupi salat Jumatnya, namun kami akan tetap melaksanakan salat Jumat.”

Takhrij Hadis:

Hadis ini diriwayatkan oleh Abu Daud dalam kitabnya Sunan Abi Daud; Kitab al-Shalah, Bab “Jika Hari Jumat Bertepatan dengan Hari Id”, no. 1073 dan Ibnu Majah dalam kitabnya Sunan Ibn Majah; Kitab Iqamah al-Shalah wa al-Sunnah Fiha, Bab “Ketika Dua Hari Raya Berkumpul pada Satu Hari”, no. 1311 dengan dua sanad; pertama adalah musnad Abu Hurairah radhiyallahu anhu sebagaimana periwayatan Abu Daud dan kedua adalah musnad Ibnu Abbas radhiyallahu anhuma. Hadis ini dinyatakan sahih oleh al-Albani(1) dan Syuaib al-Arnauth.(2)

Fikih dan Faedah Hadis:

  1. Berkumpulnya hari Id dan hari Jumat telah terjadi pada zaman Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam.
  2. Hari Jumat termasuk hari raya kaum muslimin yang datang setiap pekan.
  3. Sebagian ulama menjadikan hadis ini dan semisalnya sebagai dalil tentang kewajiban salat Id karena tidak mungkin kewajiban salat Jumat dapat digugurkan kecuali oleh salat yang juga hukumnya wajib.(3)
  4. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam tetap melaksanakan salat Jumat di hari raya dan ini menjadi salah satu dalil dalam mazhab Hambali bahwa kewajiban salat Jumat gugur bagi yang sudah melaksanakan salat Id kecuali imam.(4)
  5. Hadis ini menunjukkan salat Jumat sebagai rukhsah dan hukumnya tidak wajib lagi bagi yang telah melaksanakan salat Id. Masalah ini telah diperselisihkan oleh ulama kita, paling tidak ada tiga pendapat yang terkenal:

Pendapat Pertama: Salat Jumat tetap wajib dan kewajibannya tidak gugur. Ini adalah pendapat jumhur ulama, di antaranya mazhab Hanafi, Maliki, Ibnu Hazm al-Zhahiri dan mayoritas fukaha.(5) Dalil yang digunakan oleh mereka di antaranya adalah keumuman dalil yang memerintahkan salat Jumat. Mereka juga mengatakan bahwa salat Jumat hukumnya wajib. Adapun salat Id hukumnya sunah.  Oleh karena itu, tidak mungkin sesuatu yang sunah menggugurkan sesuatu yang wajib.

Pendapat Kedua: Salat Jumat tetap wajib bagi yang tinggal di daerah perkotaan dan gugur kewajibannya bagi yang di luar kota. Ini adalah pendapat khalifah Usman bin Affan radhiyallahu anhu dan Umar bin Abdulaziz rahimahullah, juga pendapat yang dipilih dalam mazhab Syafii.(6) Dalil yang digunakan oleh mereka adalah atsar sahih dari khalifah Usman bin Affan radhiyallahu anhu yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari.(7)

Pendapat Ketiga: Kewajiban salat Jumat gugur bagi yang telah menghadiri salat Id, namun bagi imam tetap melaksanakannya kecuali jika tidak ada jemaah yang hadir. Ini adalah pendapat mazhab Hambali, juga pandangan yang dinisbahkan kepada banyak ulama salaf seperti Umar bin Khaththab, Ali bin Abu Thalib, Said, Ibnu Umar, Ibnu Abbas dan Abdullah bin Zubair, Sya’bi, Nakhai dan Auza’i. Pendapat ini juga dipilih oleh Syekh al-Islam Ibnu Taimiyah dan beberapa ulama kontemporer di antaranya Ibnu Baz dan Ibn Utsaimin.(8)

Dalil yang digunakan oleh pendapat ketiga ini adalah hadis yang pertama dan kedua (atsar Ibnu Zubair) dalam pembahasan artikel ini yang secara gamblang menunjukkan tidak wajibnya salat Jumat bagi yang sudah melaksanakan salat Id. Mereka juga berdalilkan dengan riwayat Iyas bin Abu Ramlah al-Syami,  dia berkata, “Aku pernah melihat Muawiyah bin Abu Sufyan bertanya kepada Zaid bin Arqam, ‘Apakah kamu pernah melakukan dua hari raya bertepatan dalam satu hari ketika bersama Rasulullah shallallahu alaihi wasallam’? Jawabnya, ‘Ya’. Mu’awiyah bertanya, ‘Bagaimana beliau mengerjakan salat tersebut’? Zaid bin Arqam menjawab, ‘Beliau mengerjakan salat Id dan memberi keringanan pada waktu salat Jumat, lalu beliau bersabda, ‘Barangsiapa ingin mengerjakan (salat Jumat), maka silakan mengerjakan salat (Jumat).(9)

Hadis Kedua:

عن وَهْب بْن كَيْسَانَ قَالَ: اجْتَمَعَ عِيدَانِ عَلَى عَهْدِ ابْنِ الزُّبَيْرِ فَأَخَّرَ الْخُرُوجَ حَتَّى تَعَالَى النَّهَارُ ثُمَّ خَرَجَ فَخَطَبَ فَأَطَالَ الْخُطْبَةَ ثُمَّ نَزَلَ فَصَلَّى وَلَمْ يُصَلِّ لِلنَّاسِ يَوْمَئِذٍ الْجُمُعَةَ، فَذُكِرَ ذَلِكَ لِابْنِ عَبَّاسٍ فَقَالَ: أَصَابَ السُّنَّةَ

Dari Wahb bin Kaisan dia berkata, “Pada masa Ibnu Zubair radhiyallahu anhuma, pernah terjadi dua hari raya berkumpul (hari raya dan  Jumat) dalam satu hari. Ibnu Zubair mengakhirkan keluar untuk salat Id saat agak siang, lalu ia keluar dan menyampaikan khotbah dengan khotbah yang lama. Kemudian ia turun dan mengerjakan salat. Pada hari itu, ia tidak mengerjakan salat Jumat bersama manusia. Hal tersebut diceritakan kepada Ibnu Abbas radhiyallahu anhuma lalu beliau berkata, ‘Ibnu Zubair sudah melakukan sesuai dengan sunah’.”

Takhrij Hadis:

Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Nasai dalam kitabnya al-Mujtaba atau Sunan al-Nasai; Kitab Shalah al-Idain, Bab “Keringanan Tidak Salat Jumat Bagi yang Sudah Mengerjakan Salat Id”, no. 1592 dan Abu Daud juga meriwayatkan kisah Abdullah bin Zubair dan perkataan Ibnu Abbas ini dalam kitabnya Sunan Abi Daud; Kitab al-Shalah, Bab “Ketika Hari Jumat Bertepatan dengan Hari Id”, no. 1071, namun dari tabiin, Atha’ bin Abi Rabah, kedua riwayat ini dinyatakan sahih oleh al-Albani.(10)

Fikih dan Faedah Hadis:

  1. Sahabat mulia, Abdullah bin Zubair bin Awwam radhiyallahu anhuma, menjadi khalifah di tahun 64 H hingga tahun 73 H.
  2. Pada saat pemerintahan beliau, pernah terjadi salat Id bertepatan dengan hari Jumat.
  3. Bolehnya menunda pelaksanaan salat Id bukan di awal waktu ketika ada maslahat yang lebih besar.
  4. Abdullah bin Zubair radhiyallahu anhuma termasuk di antara yang berpendapat bolehnya mendahulukan khotbah sebelum salat Id, namun pendapat ini tidak kuat dan menyelisihi jumhur ulama.(11)
  5. Abdullah bin Zubair radhiyallahu anhuma termasuk yang berpendapat bolehnya tidak salat Jumat bagi yang sudah melaksanakan salat Id dan ketika beliau dikonfirmasi terkait masalah ini, beliau menyebutkan bahwa hal seperti itu juga telah dilakukan oleh Umar bin Khaththab radhiyallahu anhu.(12)
  6. Abdullah bin Abbas radhiyallahu anhuma setuju dengan perbuatan Abdullah bin Zubair radhiyallahu anhuma yang mencukupkan diri dengan salat Id dan tidak lagi melaksanakan salat Jumat serta beliau mengatakan bahwa itu sesuai sunah Rasulullah shallallahu alaihi wasallam.(13)
  7. Perlunya merujuk kepada para ulama ketika melihat suatu pengamalan yang kelihatannya baru, agar tidak tergesa-gesa memvonisnya sebagai sesuatu yang bid’ah atau keliru padahal boleh jadi amalan itu merupakan bagian dari sunah yang belum kita ketahui.

 

Hadis Ketiga:

قال أَبُو عُبَيْدٍ مَوْلَى ابْنِ أَزْهَرَ: …ثُمَّ شَهِدْتُ الْعِيدَ مَعَ عُثْمَانَ بْنِ عَفَّانَ فَكَانَ ذَلِكَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ فَصَلَّى قَبْلَ الْخُطْبَةِ ثُمَّ خَطَبَ، فَقَالَ: يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّ هَذَا يَوْمٌ قَدْ اجْتَمَعَ لَكُمْ فِيهِ عِيدَانِ فَمَنْ أَحَبَّ أَنْ يَنْتَظِرَ الْجُمُعَةَ مِنْ أَهْلِ الْعَوَالِي فَلْيَنْتَظِرْ وَمَنْ أَحَبَّ أَنْ يَرْجِعَ فَقَدْ أَذِنْتُ

Dari Abu Ubaid maula Ibnu Azhar berkata, “…Setelah itu aku juga pernah salat Id bersama Usman bin Affan radhiyallahu anhu, waktu itu bertepatan dengan hari Jumat, kemudian dia mengerjakan salat Id sebelum berkhotbah kemudian berkhotbah, katanya, ‘Wahai sekalian manusia, sesungguhnya pada hari ini telah berkumpul dua hari raya kalian, maka siapa di antara kalian dari penduduk luar kota yang hendak menunggu di sini (hingga tiba waktu Jumat), silakan menunggu, namun jika menginginkan pulang sekarang, maka aku telah mengizinkannya pulang’.”

Takhrij Hadis:

Hadis ini diriwayatkan oleh Bukhari dalam kitabnya Shahih al-Bukhari; Kitab al-Adhahi, Bab “Daging Udhiyah yang Dimakan dan yang Berbekal Dengannya”, no. 5571.

Fikih dan Faedah Hadis:

  1. Keutamaan tabiin, Abu Ubaid maula Ibn Azhar, yang memiliki nama lengkap Saad bin Ubaid al-Zuhri al-Madani, di mana beliau telah meriwayatkan pengalaman beliau melaksanakan salat Id bersama dengan khalifah Usman bin Affan radhiyallahu anhu dan sebelumnya bersama khalifah Umar bin al-Khaththab radhiyallahu anhu serta khalifah setelahnya, Ali bin Abu Thalib radhiyallahu anhu.(14)
  2. Salat Jumat bertepatan dengan hari Id juga telah terjadi pada zaman pemerintahan Usman bin Affan radhiyallahu anhu.
  3. Salat Id dilaksanakan sebelum khotbah.
  4. Seruan pada saat berkhotbah dengan kalimat “yaa ayyuhan naas”.
  5. Hadis ini dijadikan dalil oleh ulama mazhab Syafii bahwa rukhsah meninggalkan salat Jumat bagi yang sudah salat Id terkhusus bagi mereka yang tinggal di luar kota sebagaimana telah diterangkan dalam faedah hadis pertama.

Wallahu a’laa wa a’lam.


Footnote:

(1) Lihat: Shahih al-Jami’ al-Shaghir (2/ 805).

(2) Lihat: Tahkik beliau terhadap Sunan Abi Daud (2/ 299) dan Sunan Ibn Majah (2/ 344).

(3) Lihat: al-Raudhah al-Nadiyyah (1/ 380).

(4) Lihat: Dzakhirah al-‘Uqba (17/ 237).

(5) Lihat: Al-Durr al-Mukhtar (2/ 166), Mukhtahshar Ikhtilaf al-Ulama karya al-Thahawi (1/ 346), Syarhu Mukhtashar Khalil (2/ 92), al-Dzakhirah karya al-Qarafi (2/ 355), al-Mughni (2/ 265), al-Awsath (4/ 334), al-Muhalla (3/ 303) dan al-Tamhid (10/ 277).

(6) Lihat: al-Majmu’ (4/ 491) dan Mughni al-Muhtaj (1/ 278).

(7) Lihat pembahasan hadis ketiga dari tulisan ini.

(8) Lihat: Kasysyaf al-Qina’ (2/ 40), al-Mughni (2/ 265), al-Fatawa al-Kubra (5/ 356), Majmu’ al-Fatawa (24/ 211), Fatawa Nur ala al-Darb (13/ 354) dan Majmu’ Fatawa wa Rasail al-Utsaimin (16/ 171).

(9) H.R. Abu Daud (no. 1070), Nasai (3/ 194), Ibnu Majah (1310) dan disahihkan oleh Albani dalam Sahih Abu Daud (no. 1070).

(10) Lihat: al-Ajwibah al-Nafi’ah an al-ilah Lajnah Masjid al-Jami’ah (hal. 88).

(11) Lihat: Dzakhirah al-‘Uqba fi Syarhi al-Mujtaba (13/ 239).

(12) Diriwayatkan oleh Hakim dalam al-Mustadrak (1/ 435).

(13) Lihat: Dzakhirah al-‘Uqba fi Syarhi al-Mujtaba (13/ 239).

(14) Lihat riwayat ini secara lengkap dalam Shahih Bukhari (no. 5571).

Artikel HUKUM SALAT JUMAT JIKA BERTEPATAN DENGAN HARI ID pertama kali tampil pada MARKAZSUNNAH.COM | MENEBAR SUNNAH MENUAI HIKMAH.

]]>
https://markazsunnah.com/hukum-salat-jumat-jika-bertepatan-dengan-hari-id/feed/ 0
HUKUM SALAT JUMAT https://markazsunnah.com/hukum-salat-jumat/ https://markazsunnah.com/hukum-salat-jumat/#respond Fri, 12 Feb 2021 00:48:18 +0000 http://markazsunnah.com/?p=2131 عن أَبيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، أَنَّهُ سَمِعَ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: نَحْنُ الآخِرُونَ السَّابِقُونَ يَوْمَ القِيَامَةِ، بَيْدَ أَنَّهُمْ أُوتُوا الكِتَابَ مِنْ قَبْلِنَا، ثُمَّ هَذَا يَوْمُهُمُ الَّذِيْ فُرِضَ عَلَيْهِمْ، فَاخْتَلَفُوْا فِيْهِ، فَهَدَانَا اللهُ، فَالنَّاسُ لَنَا فِيْهِ تَبَعٌ اليَهُودُ غَدًا، وَالنَّصَارَى بَعْدَ غَدٍ. متفق عليه Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu bahwa dia mendengar […]

Artikel HUKUM SALAT JUMAT pertama kali tampil pada MARKAZSUNNAH.COM | MENEBAR SUNNAH MENUAI HIKMAH.

]]>
عن أَبيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، أَنَّهُ سَمِعَ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: نَحْنُ الآخِرُونَ السَّابِقُونَ يَوْمَ القِيَامَةِ، بَيْدَ أَنَّهُمْ أُوتُوا الكِتَابَ مِنْ قَبْلِنَا، ثُمَّ هَذَا يَوْمُهُمُ الَّذِيْ فُرِضَ عَلَيْهِمْ، فَاخْتَلَفُوْا فِيْهِ، فَهَدَانَا اللهُ، فَالنَّاسُ لَنَا فِيْهِ تَبَعٌ اليَهُودُ غَدًا، وَالنَّصَارَى بَعْدَ غَدٍ. متفق عليه

Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu bahwa dia mendengar Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, “Kita datang belakangan namun terdepan pada hari kiamat, meskipun mereka diberi kitab sebelum kita. Kemudian hari ini (Jumat) adalah hari di mana mereka mendapat kewajiban, namun kemudian mereka berselisih di dalamnya. Allah lalu memberi hidayah kepada kita (memilih Hari Jumat), maka semua manusia akan mengikuti setelah kita, besok hari (Sabtu) untuk Yahudi dan Nasrani hari setelahnya lagi (Ahad).” (H.R. Bukhari dan Muslim)

Takhrij Hadis:

Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Bukhari dalam kitabnya Shahih al-Bukhari, Kitab al-Jumu’ah, Bab Kewajiban Salat Jumat, nomor 876 dan Muslim dalam kitabnya Shahih Muslim, Kitab al-Jumu’ah, Bab Hidayah Bagi Umat Islam Memilih Hari Jumat, nomor 855.

Fikih dan Faedah Hadis:

  1. Kewajiban Salat Jumat.

Hadis ini salah satu di antara sekian banyak dalil tentang wajibnya Salat Jumat dan hal ini telah dikatakan dan disepakati oleh para fukaha di seluruh negeri. Ibnu al-Arabi al-Maliki (w. 543 H) mengatakan, “Salat Jumat hukumnya fardu dan tidak ada ikhtilaf tentang kewajibannya karena disebutkan dalam al-Qur’an dan sunah.”(1) Alauddin al-Kasani (w. 587 H) berkata, “Salat Jumat hukumnya fardu tidak boleh ditinggalkan, dikafirkan orang yang mengingkari kewajibannya. Dalil kewajiban Salat Jumat berdasarkan Al-Qur’an, sunah, dan ijmak umat Islam.”(2) Ibnu Qudamah (w. 620 H) berkata, “Asal dari penetapan kewajiban Salat Jumat adalah al-Qur’an, sunah, dan ijmak.”(3)

Dengan demikian tidak ada perbedaan pendapat ulama tentang kewajiban Salat Jumat, namun perbedaan yang terjadi di kalangan ulama adalah apakah Salat Jumat fardu ain atau fardu kifayah. Imam al-Baghawi (w. 516 H) berkata, “Salat Jumat termasuk fardu ain menurut pendapat kebanyakan ulama dan sebagian ulama berpendapat fardu kifayah.”(4) Imam al-Khaththabi (w. 388 H) berkata, “Kebanyakan fukaha mengatakan Salat Jumat hukumnya fardu kifayah.”(5) Al-Hafizh al-Iraqi (w. 806 H) berkata, “Apa yang diklaim oleh al-Khatthabi bahwa kebanyakan fukaha mengatakan salat Jumat hukumnya fardu kifayah perlu dikaji ulang, karena kenyataannya seluruh mazhab fikih yang empat menyatakan bahwa hukumnya fardu ain walaupun ada perbedaan dalam persyaratannya di setiap mazhab.”(6)

Apa yang dikatakan oleh al-Hafizh al-Iraqi lebih tepat karena dalam kenyataannya ketika kita merujuk referensi dari para fukaha di keempat mazhab yang ada maka seluruhnya menyatakan bahwa hukumnya fardu ain. Berikut beberapa nukilan di antaranya:

a. Ibnu Humam al-Hanafi (w. 861 H) berkata, “Para ulama mazhab kami telah menegaskan bahwa kewajiban Salat Jumat lebih ditekankan dari kewajiban Salat Zuhur dan yang mengingkari kewajibannya kafir.”(7)

b. Ibnu Abdilbarr al-Maliki (w. 463 H) berkata, “Ulama umat telah ijmak bahwa Salat Jumat wajib atas setiap yang merdeka, balig, laki-laki, mendapatkan waktu zawal dan dia berada di kota serta tidak musafir.”(8)

c. Al-Nawawi al-Dimasyqi al-Syafi’i (w. 676 H) berkata, “Salat Jumat fardu ain atas setiap mukalaf yang tidak memiliki uzur dan kekurangan.”(9)

d. Mansur al-Bahuti al-Hambali (w. 1051 H) berkata, “Salat Jumat fardu ain berdasarkan ijmak.”(10)

2.  Allah subhanahu wa taala telah menurunkan dan memberikan kitab petunjuk kepada para hamba-Nya.

3.  Hidayah dan kesesatan seseorang atau suatu umat adalah ketetapan dan kebijakan Allah azza wajalla.

4.  Keutamaan umat Islam dibandingkan umat-umat lain.

5.  Selamatnya suatu ijmak (konsensus) dari kesalahan hanya terkhusus bagi umat Islam, hal itu ditunjukkan dengan kesesatan yang terjadi pada ijmak kaum Yahudi dan Nasrani dalam memilih hari ibadah mereka.

6.  Hari Jumat adalah hari pertama dalam sepekan, hal ini juga ditunjukkan dengan penamaan tujuh hari dalam sepekan dengan nama Jumat. Sebelum kedatangan Islam dahulu penduduk Madinah menamakan tujuh hari dalam sepekan dengan istilah Sabtu karena mereka hidup bertetangga dengan kaum Yahudi yang mengagungkan Hari Sabtu sehingga ikut dengan peristilahan mereka.(11)

7.  Umat Islam adalah umat terakhir yang hadir di dunia namun terdepan pada hari kiamat.

8.  Keutamaan akhirat dibandingkan dunia.

9.  Keutamaan Hari Jumat dibandingkan hari-hari lainnya.

10.  Allah azza wajalla telah menciptakan hamba dan makhluknya yang banyak lalu Dia memilih dan mengutamakan sebagian makhluk-Nya dari sebagian yang lain.

 


Footnote:

(1) Ahkam al-Qur’an (4/246).

(2) Badai’ al-Shanai’ (1/256).

(3) Al-Mughni (2/218).

(4) Syarhu al-Sunnah (4/226).

(5) Ma’alim al-Sunan (1/244).

(6) Lihat: Nail al-Authar (3/266).

(7) Fathu al-Qadir fi Syarhi al-Hidayah (2/50).

(8) Al-Istidzkar (2/56).

(9) Al-Majmu’ Syarhu al-Muhadzdzab (4/483)

(10) Kasysyaf al-Qina’ ‘an Matni al-Iqna’ (2/22)

(11) Lihat: Fathu al-Mun’im Syarhu Shahih Muslim (4/75) dan al-Bahru al-Muhith al-Tsajjaj fi Syarhi Shahih al-Imam Muslim bin al-Hajjaj (17/176-177)

Artikel HUKUM SALAT JUMAT pertama kali tampil pada MARKAZSUNNAH.COM | MENEBAR SUNNAH MENUAI HIKMAH.

]]>
https://markazsunnah.com/hukum-salat-jumat/feed/ 0
SYARAT-SYARAT SAH PELAKSANAAN SALAT JUMAT – BAGIAN KEDUA https://markazsunnah.com/syarat-syarat-sah-pelaksanaan-salat-jumat-bagian-kedua/ https://markazsunnah.com/syarat-syarat-sah-pelaksanaan-salat-jumat-bagian-kedua/#respond Thu, 04 Feb 2021 23:43:14 +0000 http://markazsunnah.com/?p=2091 SYARAT KEDUA: DIDAHULUI OLEH KHOTBAH(1) Salah satu syarat sahnya pelaksanaan salat Jumat adalah didahului dengan khotbah. Hal ini disebutkan oleh para ulama kita karena tidak didapatkan contoh dan dalil yang menyebutkan tentang salat Jumat yang dikerjakan oleh Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam bersama sahabatnya kecuali didahului dengan khotbah. Pendapat ini hampir dikatakan telah menjadi ijmak […]

Artikel SYARAT-SYARAT SAH PELAKSANAAN SALAT JUMAT – BAGIAN KEDUA pertama kali tampil pada MARKAZSUNNAH.COM | MENEBAR SUNNAH MENUAI HIKMAH.

]]>
SYARAT KEDUA: DIDAHULUI OLEH KHOTBAH(1)

Salah satu syarat sahnya pelaksanaan salat Jumat adalah didahului dengan khotbah. Hal ini disebutkan oleh para ulama kita karena tidak didapatkan contoh dan dalil yang menyebutkan tentang salat Jumat yang dikerjakan oleh Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam bersama sahabatnya kecuali didahului dengan khotbah.

Pendapat ini hampir dikatakan telah menjadi ijmak (konsensus) para ulama kaum muslimin dan tidak ada yang menyelisihinya kecuali tabiin, Hasan al-Bashri. Imam al-Mawardi (w. 450 H) berkata, “Khotbah Jumat hukumnya wajib dan merupakan syarat sah pelaksanaan Jumat, salat Jumat tidak sah kecuali ada khotbah. Ini adalah pendapat seluruh fukaha kecuali Hasan al-Basri, beliau telah menyelisihi ijmak dalam hal ini dan mengatakan bahwa Khotbah Jumat tidak wajib.”(2) Imam Ibnu Abdilbarr (w. 463 H) berkata, “Ijmak telah terjadi bahwa seorang imam ketika tidak melaksanakan Khotbah Jumat di hadapan manusia maka dia hanya boleh melaksanakan salat Zuhur empat rakaat.”(3) Imam Ibnu Qudamah (w. 620 H) juga menegaskan, “Khotbah Jumat adalah syarat pelaksanaan salat Jumat, tidak sah salat Jumat tanpa adanya khotbah, hal ini telah dikatakan oleh Atha’, al-Nakhai, Qatadah, al-Tsauri, al-Syafii, Ishak, Abu Tsaur dan ashabu al-ra’yi. Kami tidak mengetahui ada perbedaan pendapat dalam hal ini kecuali dari Hasan al-Bashri yang menyatakan bahwa salat Jumat dianggap cukup dan sah baik imamnya berkhotbah atau tidak.”(4)

Para ulama dan fukaha empat mazhab fikih muktabar yang ada; Hanafi(5), Maliki(6), Syafii(7) dan Hambali(8) juga telah bersepakat tentang masalah ini.

Allah azza wajalla berfirman,

يَاأَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا إِذَا نُودِيَ لِلصَّلَاةِ مِنْ يَوْمِ الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا إِلَى ذِكْرِ اللهِ وَذَرُوا الْبَيْعَ ذَلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُوْنَ

Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan salat Jumat, maka bersegeralah kamu kepada dzikrullah (mengingat Allah) dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.” (Q.S. al-Jumu’ah ayat 9)

Sebagian ulama mengatakan bahwa yang dimaksudkan dengan “dzikrullah” (mengingat Allah) pada ayat di atas adalah Khotbah Jumat(9) atau khotbah dan salat Jumat sekaligus(10). Pendapat ulama yang menafsirkan kata “dzikrullah” dalam ayat tersebut sebagai khotbah juga ditunjukkan dalam hadis yang menyebutkan bahwa para malaikat juga hadir mendengarkan khotbah.(11) Dari ayat di atas dipahami bahwa Khotbah Jumat hukumnya wajib karena kita diperintahkan untuk bersegera mendatanginya lalu juga ada larangan berjual beli pada saat pelaksanaannya. Seandainya hukumnya sekadar mustahab dan tidak wajib maka tidak mungkin pelaksanaannya mengharamkan sesuatu yang hukum asalnya boleh yaitu jual beli.

Allah subhanahu wa taala juga berfirman,

وَإِذَا رَأَوْا تِجَارَةً أَوْ لَهْوًا انْفَضُّوا إِلَيْهَا وَتَرَكُوْكَ قَائِمًا، قُلْ مَا عِنْدَ اللهِ خَيْرٌ مِنَ اللَّهْوِ وَمِنَ التِّجَارَةِ، وَاللهُ خَيْرُ الرَّازِقِينَ

Dan apabila mereka melihat perdagangan atau permainan, mereka segera menuju kepadanya dan mereka tinggalkan engkau (Muhammad) sedang berdiri (berkhotbah). Katakanlah, ‘Apa yang ada di sisi Allah lebih baik daripada permainan dan perdagangan, dan Allah pemberi rezeki yang terbaik’.” (Q.S. al-Jumu’ah ayat 11)

Ibnu Abdilbarr al-Maliki (w. 463 H) berkata, “Sebagian ulama pengikut mazhab Maliki telah berdalilkan dengan ayat di atas tentang kewajiban Khotbah Jumat, karena Allah azza wajalla telah mencela dan mengecam mereka yang meninggalkan Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam yang sedang berdiri berkhotbah Jumat lalu pergi menuju ke kafilah dagang yang datang. Celaan dan kecaman Allah kepada mereka menunjukkan wajibnya Khotbah Jumat karena seandainya tidak wajib maka tidak mungkin mereka dicela seperti itu.”(12)

Adapun dalil dari hadis yang disebutkan oleh para ulama tentang wajibnya Khotbah Jumat dan merupakan syarat sah pelaksanaan salat Jumat cukup banyak, di antaranya:

Hadis Pertama:

عَنْ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ: كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَخْطُبُ قَائِمًا ثُمَّ يَقْعُدُ ثُمَّ يَقُومُ كَمَا تَفْعَلُونَ الْآنَ

Dari Ibnu Umar radhiallahu anhuma, ia berkata, “Rasulullah shallallahu alaihi wasallam berkhothbah sambil berdiri, kemudian duduk lalu berdiri kembali seperti yang kalian lakukan di zaman sekarang ini.” (H.R. Bukhari no. 920 dan Muslim no. 861)

Fikih dan Faedah Hadis:

  1. Disyariatkannya Khotbah Jumat.
  2. Perhatian dan ketelitian sahabat yang mulia, Abdullah bin Umar radhiyallahu anhuma, dalam menukil tata cara khotbah Rasulullah shallallahu alaihi wasallam.
  3. Di antara sunah yang penting dalam berkhotbah adalah berdiri.
  4. Khotbah Jumat dilakukan dua kali dengan berdiri dan diantarai dengan duduk.
  5. Tata cara Khotbah Jumat seperti ini adalah di antara sunah yang masih dihidupkan oleh kaum muslimin dan tidak ada yang menyelisihinya kecuali sangat sedikit.

Hadis Kedua:

عَنْ جَابِرِ بْنِ سَمُرَةَ رَضِيَ الله عَنْهُ: أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَخْطُبُ قَائِمًا ثُمَّ يَجْلِسُ ثُمَّ يَقُومُ فَيَخْطُبُ قَائِمًا، فَمَنْ نَبَّأَكَ أَنَّهُ كَانَ يَخْطُبُ جَالِسًا، فَقَدْ كَذَبَ، فَقَدْ وَاللهِ صَلَّيْتُ مَعَهُ أَكْثَرَ مِنْ أَلْفَيْ صَلَاةٍ

Dari Jabir bin Samurah radhiyallahu anhu, bahwasanya Rasulullah shallallahu alaihi wasallam berkhotbah sambil berdiri. Kemudian beliau duduk, setelah itu beliau berdiri kembali dan menyampaikan khotbah kedua. Maka barangsiapa yang memberitakan kepadamu bahwa beliau berkhotbah sambil duduk, sesungguhnya ia telah berkata dusta. Demi Allah, saya telah salat bersama beliau lebih dari dua ribu kali. (H.R. Muslim no. 862)

Fikih dan Faedah Hadis:

  1. Disyariatkannya Khotbah Jumat.
  2. Khotbah Jumat dilakukan dengan berdiri.
  3. Khotbah Jumat dilakukan dua kali dan diantarai dengan duduk.
  4. Pelaksanaan Khotbah Jumat dan teknis pelaksanaannya merupakan rutinitas yang selalu dilakukan oleh Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam.
  5. Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam tidak pernah khotbah dengan cara duduk.
  6. Peringatan akan bahayanya berdusta atas nama Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, baik terkait sabda beliau ataupun perbuatannya.
  7. Keutamaan sahabat mulia, Jabir bin Samurah radhiyallahu anhu, yang telah membersamai Rasulullah shallallahu alaihi wasallam dan salat di belakang beliau lebih dari 2000 salat.

 

Hadis Ketiga:

عَنْ أَبِيْ سُلَيْمَانَ مَالِكِ بْنِ الْحُوَيْرِثِ رضي الله عنهُ قَالَ: قال النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: وَصَلُّوا كَمَا رَأَيْتُمُونِي أُصَلِّي

Dari Abu Sulaiman Malik bin al-Huwairits radhiyallahu anhu berkata bahwa Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda, “Salatlah kalian sebagaimana kalian melihatku salat.” (H.R. Bukhari no. 631)

Fikih dan Faedah Hadis:

  1. Pentingnya mempelajari tata cara ibadah Rasulullah shallallahu alaihi wasallam secara umum dan tata cara salat secara khusus.
  2. Perintah melaksanakan salat sebagaimana sifat salat Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam.
  3. Sebagian ulama di antaranya Ibnu Qudamah telah berdalilkan dengan hadis ini tentang kewajiban Khotbah Jumat karena dalam praktek yang beliau contohkan pada saat salat Jumat beliau selalu mendahuluinya dengan khotbah.(13)

Wallahu A’laa wa A’lam.


Footnote:

(1) Dalam tulisan kali ini di samping merujuk ke referensi utama pembahasan ini yaitu kitab  Ahadits alJumu’ah Dirasah Naqdiyyah wa Fiqhiyyah karya Syekh Abdul Quddus Muhammad Nadzir, juga kami sadur dari salah satu makalah di situs ilmiah: www.dorar.net.

(2) Al-Hawi al-Kabir (2/ 432).

(3) Al-Istidzkar (2/ 31).

(4) Al-Mughni (2/ 224).

(5) Lihat: Tabyin al-Haqaiq oleh al-Zaila’i (1/ 219) dan al-Hidayah fi Syarh Bidayah al-Mubtadi oleh al-Marghinani (1/ 83).

(6) Lihat: al-Taj wa al-Iklil li Mukhtashar al-Khalil oleh al-Mawwaq (2/ 157), al-Qawanin al-Fiqhiyyah oleh Ibnu al-Juzai (h. 56) dan Bidayah al-Mujtahid oleh Ibnu al-Rusyd (1/ 170).

(7) Lihat: al-Majmu’ oleh al-Nawawi (4/ 514) dan Mughni al-Muhtaj oleh al-Syarbini (1/ 285).

(8) Lihat: al-Furu’ oleh Ibnu Muflih (3/ 164) dan Kasysyaf al-Qina’ oleh al-Bahuti (2/ 31).

(9) Sebagaimana yang dikatakan oleh tabiin mulia, Said bin Musayyib, lihat: Tafsir al-Baghawi (8/ 117) dan Zaad al-Masir (4/ 283) dan juga perkataan Said bin Jubair, lihat: Ahkam al-Qur’an oleh Ibnu al-Arabi al-Maliki (4/ 249). Hal ini juga ditegaskan oleh Ibnu Qudamah dalam al-Mughni (2/ 224).

(10) Lihat: Ahkam al-Qur’an oleh Ibnu al-Arabi al-Maliki (4/ 249).

(11) Telah kami sebutkan dan jelaskan dalam poin kedelapan pada pembahasan kekhususan hari Jumat, lihat: https://markazsunnah.com/hadis-hadis-tentang-kekhususan-hari-jumat/.

(12) Al-Tamhid limaa fi al-Muwaththa’ min al-Ma’ani wa al-Masanid (2/ 155-156).

(13) Lihat: al-Mughni (2/ 224).

Artikel SYARAT-SYARAT SAH PELAKSANAAN SALAT JUMAT – BAGIAN KEDUA pertama kali tampil pada MARKAZSUNNAH.COM | MENEBAR SUNNAH MENUAI HIKMAH.

]]>
https://markazsunnah.com/syarat-syarat-sah-pelaksanaan-salat-jumat-bagian-kedua/feed/ 0