KEUTAMAAN HARI TASYRIK

396
KEUTAMAAN HARI TASYRIK
KEUTAMAAN HARI TASYRIK
Perkiraan waktu baca: 2 menit

KEUTAMAAN HARI TASYRIK[1]

عن نُبَيْشَة الهذلي قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم:((أَيَّامُ التَّشْرِيْقِ أَيَّامُ أَكْلٍ وَشُرْبٍ)) وفي رواية :((وَذِكْرُ اللهِ)) أخرجه مسلم

Dari Nubaisyah al-Huzaliy, Rasulullah allallāhu ‘alayhi wa sallam bersabda, “Hari-hari tasyrik adalah hari-hari makan dan minum.” Dalam sebuah riwayat, ada tambahan redaksi, “Dan hari-hari zikir kepada Allah.” (H.R.  Muslim, 1141)

        *********************************

Hadis di atas menunjukkan keutamaan hari-hari tasyrik, yaitu hari kesebelas, kedua belas, dan ketiga belas di bulan Zulhijah. Ketiga hari tersebut populer dengan istilah hari tasyrik sebab pada hari-hari tersebut manusia memotong-motong daging kurban dan kemudian menjemurnya agar kering sehingga tidak rusak dan bisa disimpan.

Hari-hari tasyrik termasuk hari yang mulia dan yang utama. Ketiga hari tersebut adalah ayyāmu al-ma’dūdāt (hari-hari yang berbilang), sebagaimana yang dijelaskan oleh Allah ‘azza wa jalla pada firman-Nya,

وَاذْكُرُوا اللَّهَ فِي أَيَّامٍ مَعْدُودَاتٍ

“Dan berzikirlah kepada Allah pada hari-hari yang telah ditentukan.”[2]

Tidak ada perbedaan pendapat terkait penafsiran tersebut sebagaimana dinukil oleh sebagian ulama.

Hadis di atas menunjukkan dua hal, yaitu:

Pertama, hari-hari tasyrik merupakan hari-hari untuk makan, minum, dan hari-hari menampakkan  kegembiraan dan kebahagiaan, serta melapangkan nafkah bagi keluarga dan anak-anak yang membawa mereka untuk merasa senang dan bergembira dalam perkara yang mubah, yang penting tidak melenakan dan melupakan dari ibadah kepada Allah ‘azza wa jalla. Rasulullah allallāhu ‘alayhi wa sallam bersabda,

يَوْمُ عَرَفَةَ وَيَوْمُ النَّحْرِ وَأَيَّامُ التَّشْرِيقِ، عِيدُنَا أَهْلَ الْإِسْلَامِ

“Hari Arafah, hari penyembelihan (Iduladha) dan hari-hari tasyrik adalah hari raya umat Islam.”[3]

Baca juga:  ANCAMAN BAGI PEMUTUS SILATURAHMI

Pada hari-hari tersebut,  dibolehkan berlapang-lapang dalam makanan dan minuman, khususnya makan daging hewan kurban, sebab Rasulullah allallāhu ‘alayhi wa sallam menyifati hari-hari tersebut dengan hari makan dan minum, selama aktifitas tersebut tidak melampaui batas sehingga terjerembab ke dalam sikap berlebih-lebihan dan menyia-nyiakan makanan dan minuman, atau sikap meremehkan kenikmatan Allah ‘azza wa jalla.

Kedua, hari-hari tasyrik merupakan hari untuk berzikir dan mengingat Allah ‘azza wa jalla, yaitu dengan memperbanyak takbir setiap selesai salat wajib dan setiap waktu dan keadaan yang layak untuk berzikir kepada-Nya, seperti mengucapkan basmalah ketika ketika hendak makan dan minum, dan mengucapkan hamdalah ketika telah selesai.  Kendati aktifitas zikir ini berlaku untuk semua waktu dan keadaan, namun pada hari-hari tasyrik, hal ini lebih ditekankan dan dianjurkan.

Pada hari ini,  hendaknya seorang muslim menghindari sikap lalai dari berzikir dan mengingat Allah ‘azza wa jalla, sehingga terkesan hanya berpegang teguh dan mengaplikasikan anjuran yang dikandung oleh hadis di atas pada penggalan pertama saja dan melalaikan kandungan hadis pada penggalan selanjutnya. Hendaknya bagi seorang muslim untuk memakmurkan hari-hari yang mulia tersebut dengan meningkatkan kuantitas dan kualitas amal ibadahnya kepada Allah ‘azza wa jalla dan tidak menyia-nyiakannya dengan senda gurau dan main-main belaka sebagaimana yang banyak dilakukan oleh manusia pada zaman ini, seperti menghabiskan waktu malam dengan begadang, menyia-nyiakan salat wajib, bermaksiat kepada Allah ‘azza wa jalla dan banyak menghabiskan waktu dengan musik dan nyayian.

Perlu diketahui bahwa haram hukumnya berpuasa pada hari-hari tasyrik secara mutlak, baik bagi orang yang melaksanakan ibadah haji maupun tidak melaksanakannya. Begitu juga diharamkan berpuasa pada hari Senin atau Kamis jika bertepatan dengan hari tasyrik dan diharamkan berpuasa pada hari ketiga belas jika ia terbiasa berpuasa pada ayyyāmu al-bīdh (puasa tiga hari tengah bulan). Keharaman ini dikecualikan bagi orang yang melaksanakan haji secara tamattu’ yang tidak mendapatkan atau memiliki dam (hewan ternak yang disembelih sebagai denda) untuk disembelih, sebagaimana diriwayatkan dari Aisyah dan Ibnu Umar raiyallahu ‘anhuma, mereka berkata, “Tidak ada keringanan untuk berpuasa di hari-hari tasyrik kecuali bagi orang yang tidak mendapatkan atau memiliki dam bagi yang sedang berhaji (tamattu’).”[4]

Baca juga:  HADIS KE-20 AL-ARBAIN: MILIKILAH RASA MALU

 


Footnote:

[1] Diterjemahkan dari kitab Ahādīs Asyr Zilhijjah wa Ayyāmi al-Tasyrīk, karya Dr. Abdullah bin Salih al-Fauzan.

[2] Q.S. al-Baqarah : 203.

[3]  Musnad Ahmad (17379).

[4] Sahih Bukhari (1894).

Subscribe
Notify of
guest
0 Komentar
Inline Feedbacks
View all comments