HUKUM BERSILATURAHMI KEPADA ORANG TUA MUSYRIK

734
HUKUM BERSILATURAHMI KEPADA ORANG TUA MUSYRIK
HUKUM BERSILATURAHMI KEPADA ORANG TUA MUSYRIK
Perkiraan waktu baca: 2 menit

عن أَسْمَاء بِنْت أَبِي بَكْرٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَتْ: أَتَتْنِي أُمِّي رَاغِبَةً فِي عَهْدِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَسَأَلْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: آصِلُهَا؟ قَالَ: نَعَمْ.

قَالَ ابْنُ عُيَيْنَةَ: فَأَنْزَلَ اللَّهُ تَعَالَى فِيهَا: لَا يَنْهَاكُمْ اللَّهُ عَنْ الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ

Dari Asma binti Abu Bakar radliallahu anhuma, dia berkata, “Ibuku (yang musyrik) datang menemuiku dalam keadaan mengharapkan baktiku pada masa Nabi shallallahu alaihi wasallam (telah mendakwahkan Islam), lalu saya bertanya kepada Nabi shallallahu alaihi wasallam, ‘Apakah saya boleh berhubungan dengannya?’ Beliau menjawab, ‘Ya’.”

Ibnu Uyainah berkata, “Setelah itu Allah Ta’ala menurunkan ayat berkaitan dengannya (artinya) “Allah tidak melarang kalian (berbuat baik) kepada orang-orang (kafir/musyrik) yang tidak memerangi agama kalian.” (Q.S. al-Mumtahanah: 8)

عَنْ أَسْمَاءَ، قَالَت: قَدِمَتْ أُمِّي وَهِيَ مُشْرِكَةٌ، فِي عَهْدِ قُرَيْشٍ وَمُدَّتِهِمْ إِذْ عَاهَدُوا النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، مَعَ ابْنِهَا، فَاسْتَفْتَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقُلْتُ: إِنَّ أُمِّي قَدِمَتْ وَهِيَ رَاغِبَةٌ؟ أَفَأَصِلُهَا؟ قَالَ: نَعَمْ، صِلِي أُمَّكِ.

Dari Asma radhiyallahu anha berkata, “Ibuku datang sementara dia musyrik ketika masa perjanjian damai antara kaum Quraisy dan kaum muslimin, dia ditemani oleh anak lelakinya sehingga aku meminta fatwa kepada Nabi shallallahu alaihi wasallam, ‘Sesungguhnya ibuku datang dan mengharapkan baktiku kepadanya, apakah boleh aku bersilaturahmi kepadanya?’ Beliau menjawab, ‘Ya, sambunglah tali silaturrahmi dengannya’.”

Daftar Isi:

Biografi singkat sahabat perawi hadis(1):

Nama beliau adalah Asma binti Abu Bakar al-Shiddiq, kuniyah-nya adalah Ummu Abdullah al-Qurasyiah al-Taimiah al-Makkiah kemudian al-Madaniah. Beliau adalah istri dari sahabat mulia, Zubair bin Awwam dan ibu dari sahabat mulia, Abdullah bin Zubair serta kakak dari Ummul Mukminin, Aisyah, dari ibu yang berbeda radhiallahu anhum jamian. Umur Asma lebih tua belasan tahun dibandingkan Aisyah radhiyallahu anhuma. Beliau ikut berhijrah ke Madinah dan pada saat itu sementara mengandung Abdullah. Yang istimewa dari beliau adalah bahwa beliau,  bapaknya, kakeknya, suaminya dan anaknya, semuanya termasuk sahabat.  Asma dikenal dengan gelar “dzatun-nithaqaini” atau wanita yang memiliki dua ikat pinggang. Gelar itu diberikan ketika beliau menyiapkan bekal untuk Rasulullah shallallahu alaihi wasallam pada saat hendak berhijrah menuju Madinah. Ketika itu beliau tak punya sesuatu yang dapat dipakai untuk mengikatkan makanan dan minuman Nabi shallallahu alaihi wasallam selain ikat pinggangnya saja. Setelah mengadukannya kepada Abu Bakar al-Shiddiq, ayahnya memerintahkan agar membelah ikat pinggangnya dan Asma pun melakukannya. Karena itulah, dia digelari dengan sebutan tersebut. Asma termasuk sahabat yang panjang umur, beliau wafat pada tahun 93 H dan dikatakan bahwa beliau adalah wanita yang terakhir wafat dari kalangan muhajirin.

Baca juga:  KONSEKUENSI SILATURAHMI

Faedah dan kesimpulan dari hadis-hadis di atas:

  1. Penjelasan tentang hukum bersilaturahmi kepada keluarga dan orang tua yang non muslim;
  2. Begitu mahal dan berharganya hidayah Allah subhanahu wa tala. Begitu banyak para sahabat radhiyallahu anhum di zaman tersebut yang telah mendapat hidayah untuk masuk Islam namun tidak sedikit di antara keluarga mereka yang tidak mendapat hidayah bahkan di antara mereka ada yang yang menjadi musuh dan penentang dakwah Islam;
  3. Disyariatkannya bertanya kepada seorang alim dalam permasalahan Dinul-Islam, termasuk dalam persoalan keluarga apatah lagi yang berkaitan dengan akidah;
  4. Penjelasan tentang kaidah dan batasan akidah “alWala wa alBara” (loyalitas kepada kaum muslimin dan berlepas diri dari selainnya);
  5. Bolehnya bersilaturahmi kepada keluarga dan orang tua yang non muslim selama mereka tidak memusuhi dan memerangi umat Islam;
  6. Penjelasan tentang sebab turunnya firman Allah subhanahu wa tala dalam Q. al-Mumtahanah ayat 8;
  7. Keutamaan Asma bintu Abi Bakar radhiyallahu anhuma, di mana disebabkan persoalan yang beliau tanyakan sehingga Allah azza wajalla menurutkan ayat untuk menjelaskan hukumnya;
  8. Kaum kafir ada yang harbi (memerangi umat Islam dan boleh diperangi) dan ada juga yang tidak, masing-masing memiliki hukum dan penyikapan yang berbeda;
  9. Keadilan dalam bersikap yang diajarkan oleh DinulIslam yang mulia ini kepada umatnya;
  10. Kebanyakan ulama menyebut bahwa nama dari ibu Asma ini adalah Qatilah binti Abdul Uzza dan dia adalah ibu kandung dari Asma namun sebagian juga mengatakan dia adalah ibu persesusuannya.(2)

Wallahu a’lam.


Footnote:

(1) Lihat: Ma’rifah al-Shahabah oleh Ibn Mandah (hal. 982), Ma’rifah al-Shahabah oleh Abu Nuaim (6/ 3253), al-Isti’ab fi Ma’rifah al-Ashhab oleh Ibn Abdilbarr (4/ 1781), Usdu al-Ghabah oleh Ibn al-Atsir (7/7) dan al-Ishabah fi Tamyiz al-Shahabah oleh Ibnu Hajar al-Asqalani (8/ 12).

Baca juga:  HARAMNYA KEZALIMAN SESAMA HAMBA

(2) Lihat: Umdah al-Qari (13/ 173-174).

Subscribe
Notify of
guest
0 Komentar
Inline Feedbacks
View all comments