HADIS QUDSI Arsip - MARKAZSUNNAH.COM | MENEBAR SUNNAH MENUAI HIKMAH Mon, 06 Jun 2022 06:03:45 +0000 id hourly 1 https://wordpress.org/?v=6.8.1 DEMAM ADALAH API-KU DI DUNIA https://markazsunnah.com/demam-adalah-api-ku-di-dunia/ https://markazsunnah.com/demam-adalah-api-ku-di-dunia/#respond Mon, 06 Jun 2022 06:03:22 +0000 http://markazsunnah.com/?p=3529 40 Hadis Qudsi – Hadis 07– Demam adalah api-Ku di dunia عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، أَنَّهُ عَادَ مَرِيضًا – وَمَعَهُ أَبُو هُرَيْرَةَ – مِنْ وَعَكٍ كَانَ بِهِ ، فَقَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: أَبْشِرْ ، فَإِنَّ اللهَ يَقُولُ: هِيَ نَارِي أُسَلِّطُهَا عَلَى عَبْدِي الْمُؤْمِنِ فِي الدُّنْيَا […]

Artikel DEMAM ADALAH API-KU DI DUNIA pertama kali tampil pada MARKAZSUNNAH.COM | MENEBAR SUNNAH MENUAI HIKMAH.

]]>
40 Hadis Qudsi – Hadis 07– Demam adalah api-Ku di dunia

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، أَنَّهُ عَادَ مَرِيضًا – وَمَعَهُ أَبُو هُرَيْرَةَ – مِنْ وَعَكٍ كَانَ بِهِ ، فَقَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: أَبْشِرْ ، فَإِنَّ اللهَ يَقُولُ: هِيَ نَارِي أُسَلِّطُهَا عَلَى عَبْدِي الْمُؤْمِنِ فِي الدُّنْيَا ، لِتَكُونَ حَظَّهُ مِنَ النَّارِ فِي الْآخِرَةِ

Terjemah Hadis

Abu Hurairah meriwayatkan dari Nabi ﷺ bahwa beliau menjenguk orang sakit ditemani oleh Abu Hurairah, orang itu demam. Nabi ﷺ bersabda kepadanya, “Bergembiralah karena sesungguhnya Allah berfirman, ‘Itu (demam) adalah api-Ku yang Aku timpakan kepada hamba-Ku yang beriman di dunia sebagai pengganti bagiannya dari api neraka di akhirat’.”

Takhrij Hadis

Hadis ini diriwayatkan oleh Ibnu Mājah (3470), al-Ḥākim (1281), dan Aḥmad (9807) melalui jalur ‘Abdurraḥmān bin Yazīd bin Jābir (riwayat ini dianggap keliru oleh Imam al-Dāruquṭnī[1]).

Al-Baihaqi (6687) dan al-Ṭabrānī (10) meriwayatkan melalui jalur Abdurraḥmān bin Yazīd bin Tamīm. Riwayat ini dikuatkan dengan adanya jalur lain yaitu jalur Abū Gassān Muhḥammad bin Muṭṭarif dari Abu Al-Huṣain[2] dari Abdurrahman bin Yazīd bin Tamīm dengan lafaz yang berbeda namun semakna.

Kedua jalur tersebut bertemu di jalur Ismā’īl bin ‘Ubaidillah Tājirullāh dari Abū Ṣālih al-Asy’ari dari Abū Hurairah  dari Nabi ﷺ.

Hadis ini juga diriwayatkan oleh Abu Sālih dari Abu Umāmah. Juga diriwayatkan oleh Abu Sālih dari Ka’b al-Aḥbar (mauqūf). Riwayat inilah yang benar menurut al-Dāruquṭnī.[3]

Kandungan Hadis

  1. Hadis ini berisi contoh teladan dari Rasulullah dalam mengunjungi orang sakit. Hal ini menunjukkan bahwa Nabi ﷺ selalu menyempatkan diri mengunjungi orang sakit dan mendoakan kesembuhan baginya di tengah-tengah kesibukan beliau mengurusi negara dan umat.
  2. Di dalam hadis ini terdapat adab mengunjungi orang sakit yaitu menghembuskan optimisme ke dalam hati orang yang sedang sakit dan mengingatkannya kepada Allah dan kebaikan di balik musibah yang menimpanya.
  3. Di dalam riwayat Imam al-Baihaqī, Abu Hurairah berkata,

فَقَبَضَ عَلَى يَدِهِ ، وَوَضَعَ يَدَهُ عَلَى جَبْهَتِهِ ، وَكَانَ يَرَى ذَلِكَ مِنْ تَمَامِ عِيَادَةِ الْمَرِيضِ.

“Nabi menggenggam tangannya dan meletakkan tangan beliau di atas kening orang sakit tersebut. Beliau beranggapan bahwa itu adalah bentuk kesempurnaan (adab) mengunjungi orang sakit.”

  1. Hadis ini juga menunjukkan bahwa musibah menjadi pelebur dosa dan kesalahan di dunia ini sehingga tidak ada lagi balasan neraka di akhirat kelak. Hal ini terkadang tidak disadari oleh orang yang ditimpa penyakit. Rasulullah bersabda,

مَا مِنْ مُسْلِمٍ يُصِيبُهُ أَذًى إِلَّا حَاتَّ اللهُ عَنْهُ خَطَايَاهُ كَمَا تَحَاتُّ وَرَقُ الشَّجَرِ

“Tiadalah setiap muslim ditimpa penyakit kecuali Allah menggugurkan darinya keburukannya seperti dedaunan yang gugur dari pepohonan.”[4]

Hal ini menjadikan bahwa penyakit dan musibah yang ia derita menjadi kebaikan baginya. Bahkan Rasulullah ﷺ bersabda bahwa ini adalah tanda Allah ingin seorang hamba menjadi baik. Beliau bersabda,

مَنْ يُرِدِ اللهُ بِهِ خَيْرًا يُصِبْ مِنْهُ

“Siapa yang Allah hendaki kebaikan bagi dirinya, diberi musibah.”[5]

 

 


Footnote:

[1] Lihat: al-‘Ilal al-Wāridah fī al-Aḥādīṡ al-Nabawiyyah (10/219).

[2] Kemungkinan besar beliau adalah al-Falisṭini (majhūl). Lihat: Tahżīb al-Kamāl (23/331) dan Tahżīb al-Tahżīb (4/512).

[3] Al-‘Ilal al-Wāridah fī al-Aḥādīṡ al-Nabawiyyah (10/219).

[4] H.R. Bukhārī (5647) dan Muslim (2571).

[5] H.R. Bukhārī (5645).

Artikel DEMAM ADALAH API-KU DI DUNIA pertama kali tampil pada MARKAZSUNNAH.COM | MENEBAR SUNNAH MENUAI HIKMAH.

]]>
https://markazsunnah.com/demam-adalah-api-ku-di-dunia/feed/ 0
BALASAN BAGI ORANG YANG MEMUJI ALLAH SAAT DITIMPA MUSIBAH https://markazsunnah.com/balasan-bagi-orang-yang-memuji-allah-saat-ditimpa-musibah/ https://markazsunnah.com/balasan-bagi-orang-yang-memuji-allah-saat-ditimpa-musibah/#respond Tue, 31 May 2022 01:47:45 +0000 http://markazsunnah.com/?p=3502 40 Hadis Qudsi – Hadis 06–Balasan Bagi Orang yang Memuji Allah Saat Ditimpa Musibah عَنْ أَبِي الْأَشْعَثِ الصَّنْعَانِيِّ أَنَّهُ رَاحَ إِلَى مَسْجِدِ دِمَشْقَ وَهَجَّرَ بِالرَّوَاحِ ، فَلَقِيَ شَدَّادَ بْنَ أَوْسٍ ، وَالصُّنَابِحِيُّ مَعَهُ ، فَقُلْتُ : أَيْنَ تُرِيدَانِ يَرْحَمُكُمَا اللهُ ؟ قَالَا : نُرِيدُ هَاهُنَا إِلَى أَخٍ لَنَا مَرِيضٍ نَعُودُهُ ، فَانْطَلَقْتُ مَعَهُمَا حَتَّى دَخَلَا […]

Artikel BALASAN BAGI ORANG YANG MEMUJI ALLAH SAAT DITIMPA MUSIBAH pertama kali tampil pada MARKAZSUNNAH.COM | MENEBAR SUNNAH MENUAI HIKMAH.

]]>
40 Hadis Qudsi – Hadis 06–Balasan Bagi Orang yang Memuji Allah Saat Ditimpa Musibah

عَنْ أَبِي الْأَشْعَثِ الصَّنْعَانِيِّ أَنَّهُ رَاحَ إِلَى مَسْجِدِ دِمَشْقَ وَهَجَّرَ بِالرَّوَاحِ ، فَلَقِيَ شَدَّادَ بْنَ أَوْسٍ ، وَالصُّنَابِحِيُّ مَعَهُ ، فَقُلْتُ : أَيْنَ تُرِيدَانِ يَرْحَمُكُمَا اللهُ ؟ قَالَا : نُرِيدُ هَاهُنَا إِلَى أَخٍ لَنَا مَرِيضٍ نَعُودُهُ ، فَانْطَلَقْتُ مَعَهُمَا حَتَّى دَخَلَا عَلَى ذَلِكَ الرَّجُلِ ، فَقَالَا لَهُ : كَيْفَ أَصْبَحْتَ ؟ قَالَ : أَصْبَحْتُ بِنِعْمَةٍ . فَقَالَ لَهُ شَدَّادٌ : أَبْشِرْ بِكَفَّارَاتِ السَّيِّئَاتِ ، وَحَطِّ الْخَطَايَا ، فَإِنِّي سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ : إِنَّ اللهَ عَزَّ وَجَلَّ يَقُولُ : إِنِّي إِذَا ابْتَلَيْتُ عَبْدًا مِنْ عِبَادِي مُؤْمِنًا ، فَحَمِدَنِي عَلَى مَا ابْتَلَيْتُهُ، فَإِنَّهُ يَقُومُ مِنْ مَضْجَعِهِ ذَلِكَ كَيَوْمِ وَلَدَتْهُ أُمُّهُ مِنَ الْخَطَايَا ، وَيَقُولُ الرَّبُّ عَزَّ وَجَلَّ : أَنَا قَيَّدْتُ عَبْدِي وَابْتَلَيْتُهُ ، وَأَجْرُوا لَهُ كَمَا كُنْتُمْ تُجْرُونَ لَهُ وَهُوَ صَحِيحٌ 

Terjemah Hadis

Abū al-Asy’aṡ al-Ṣan’ānī pergi menuju Masjid Damaskus pada tengah hari yang terik. Beliau pun mendapati Syaddād bin Aus bersama dengan al-Ṣunābiḥi.

Saya (Abū al-Asy’aṡ al-Ṣan’āni) bertanya, “Kemana kalian hendak pergi? Semoga Allah merahmati kalian.”

Keduanya menjawab, “Kami hendak ke sana, ke tempat saudara kami yang sakit, kami hendak menjenguknya.”

Saya pun ikut bersama mereka berdua sampai kami bertemu dengan orang itu. Lalu mereka berdua berkata kepadanya, “Bagaimana kabarmu?”

Dia menjawab, “Saya dalam berada di dalam nikmat.”

Lalu Syadād berkata kepadanya, “Bergembiralah dengan adanya pelebur keburukan dan penghapus kesalahan. Sesungguhnya saya mendengar Rasulullah ﷺ bersabda, ‘Allah ‘azza wa jalla berfirman, ‘Aku jika menguji seorang hamba dari hamba-Ku yang beriman, lalu dia memuji-Ku atas apa yang Aku timpakan kepadanya, sesungguhnya saat dia bangun dari pembaringannya, (catatan) kesalahannya seperti saat dilahirkan dari ibunya.’ Tuhan ‘azza wa jalla berfirman, ‘Aku telah menahan hamba-Ku (dari amal saleh) dan Aku uji dia, maka berilah dia ganjaran sebagaimana kalian memberikan (menuliskan) ganjaran di kala dia dalam keadaan sehat’.”

Takhrij Hadis

Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad (17393) dan Al-Ṭabrānī dalam al-Mu’jam al-Kabīr (7136) dan al-Mu’jam al-Auṣaṭ (4709) dari berbagai macam jalur dari Ismā’īl bin Ayyāsy, beliau meriwayatkan dari Rāsyid bin Dawūd al-Ṣan’āni, beliau meriwayatkan dari Abū Al-Asy’aṡ al-Ṣan’āni, dan seterusnya.[1]

Kandungan Hadis

  1. Hadis ini menunjukkan bahwa pahala kebaikan yang kontinyu akan terus tertulis walaupun tidak dikerjakan karena adanya uzur yang menghalangi.
  2. Penyakit dapat meluruhkan dosa dan kesalahan seorang hamba.
  3. Keutamaan memuji Allah di kala sulit dan ditimpa musibah, seorang hamba meyakini bahwa tidak ada keburukan yang bersifat mutlak. Ada saja kebaikan dan hikmah yang diselipkan oleh Allah di balik kesulitan yang dihadapi seorang hamba. Keutamaan ini juga dikuatkan oleh hadis berikut:

إِذَا مَاتَ وَلَدُ الْعَبْدِ قَالَ اللهُ لِمَلَائِكَتِهِ : قَبَضْتُمْ وَلَدَ عَبْدِي ! فَيَقُولُونَ : نَعَمْ ، فَيَقُولُ : قَبَضْتُمْ ثَمَرَةَ فُؤَادِهِ! فَيَقُولُونَ : نَعَمْ ، فَيَقُولُ : مَاذَا قَالَ عَبْدِي ؟ فَيَقُولُونَ : حَمِدَكَ وَاسْتَرْجَعَ ، فَيَقُولُ اللهُ : ابْنُوا لِعَبْدِي بَيْتًا فِي الْجَنَّةِ وَسَمُّوهُ بَيْتَ الْحَمْدِ

“Jika anak seorang hamba meninggal, Allah berfirman kepada para malaikat-Nya, ‘Kalian telah mencabut anak hamba-Ku’. Mereka menjawab, ‘Ya’.  Allah tabāraka wa ta’ālā berfirman, ‘Kalian telah mencabut buah hatinya’. Mereka menjawab, ‘Ya’. Allah tabāraka wa ta’ālā bertanya, ‘Apa yang dikatakan hamba-Ku?’ Mereka menjawab, ‘Dia memuji-Mu dan mengucapkan istirjā’‘. Allah berkata, ‘Bangunkanlah untuk hamba-Ku satu rumah di surga dan berilah nama dengan baitulamd’.”[2]

  1. Keutamaan menjenguk orang yang sedang sakit.
  2. Hadis ini berisi cara menanyakan kabar dan cara menjawabnya. Hendaknya memperlihatkan keteguhan dan syukur kepada Allah saat seseorang ditanyai tentang kabarnya. Menghindari sifat berkeluh kesah dan mengaduh kepada manusia. Inilah sifat yang diajarkan para nabi sebagaimana yang tercantum di dalam Al-Qur’
  3. Faedah bersabar ialah memperoleh pahala dan ganjaran kebaikan.
  4. Besarnya kasih sayang Allah kepada hamba-Nya tampak jelas dalam hadis ini, dimana Allah menjadikan ketidaknyamanan seorang hamba menjadi penggugur kesalahan yang pernah ia lakukan agar kelak di hari kiamat timbangan keburukannya ringan atau bahkan ‘diputihkan’. Inilah yang menjadikan hamba semakin mencintai Allah dalam setiap keadaan serta berharap pada-Nya. Seorang mukmin meyakini bahwa tuhannya adalah zat yang Maha Penyayang. Rasulullah bersabda,

إِنَّ اللهَ خَلَقَ الرَّحْمَةَ يَوْمَ خَلَقَهَا مِائَةَ رَحْمَةٍ ، فَأَمْسَكَ عِنْدَهُ تِسْعًا وَتِسْعِينَ رَحْمَةً ، وَأَرْسَلَ فِي خَلْقِهِ كُلِّهِمْ رَحْمَةً وَاحِدَةً ، فَلَوْ يَعْلَمُ الْكَافِرُ بِكُلِّ الَّذِي عِنْدَ اللهِ مِنَ الرَّحْمَةِ ، لَمْ يَيْئَسْ مِنَ الْجَنَّةِ ، وَلَوْ يَعْلَمُ الْمُؤْمِنُ بِكُلِّ الَّذِي عِنْدَ اللهِ مِنَ الْعَذَابِ ، لَمْ يَأْمَنْ مِنَ النَّارِ

“Sesungguhnya Allah menciptakan rahmat pada hari Dia menciptakannya sebanyak 100 rahmat. Allah lalu menahan 99 di sisi-Nya, melepaskan 1 rahmat kepada seluruh makhluk-Nya. Jika sekiranya orang kafir mengetahui semua rahmat kasih sayang Allah, ia tidak akan pernah putus asa (untuk mendapatkan) surga. Jika sekiranya seorang mukmin mengetahui semua azab di sisi Allah, niscaya ia tidak merasa aman dari api neraka.”[3]

  1. Menyebutkan perumpamaan untuk mengajarkan atau menyampaikan sebuah informasi.

 


Footnote:

[1] Al-Haiṡami berkata, “Ismā’īl bin ‘Ayyāsy meriwayatkan dari Rāsyid al-Ṣan’āni, ia lemah (jika meriwayatkan) dari selain orang-orang Syām.” Lihat: Majma’ al-Zawā`id (2/303). Rāsyid adalah orang Ṣan’ā` (Sanaa), Yaman. Ibnu Hajar mengatakan, “(Ismā’īl) ṣadūq dalam periwayatannya dari penduduk negerinya (Ḥims/Homs, Suriah, Syām), mukhtaliṭ dalam riwayatnya dari selain penduduk negerinya.” Lihat: Taqrīb al-Tahżīb (477).

[2] H.R. Tirmizi (1021). Imam Tirmizi mengatakan, “Hadis ini hasan gharīb.”

[3] H.R. Bukhari (3265) dan Muslim (2752).

Artikel BALASAN BAGI ORANG YANG MEMUJI ALLAH SAAT DITIMPA MUSIBAH pertama kali tampil pada MARKAZSUNNAH.COM | MENEBAR SUNNAH MENUAI HIKMAH.

]]>
https://markazsunnah.com/balasan-bagi-orang-yang-memuji-allah-saat-ditimpa-musibah/feed/ 0
MENJENGUK ALLAH? https://markazsunnah.com/menjenguk-allah/ https://markazsunnah.com/menjenguk-allah/#comments Mon, 28 Mar 2022 02:38:45 +0000 http://markazsunnah.com/?p=3403 40 Hadis Qudsi – Hadis 05– Menjenguk Allah? عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : إِنَّ اللهَ عَزَّ وَجَلَّ يَقُولُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ : يَا ابْنَ آدَمَ مَرِضْتُ فَلَمْ تَعُدْنِي قَالَ : يَا رَبِّ كَيْفَ أَعُودُكَ؟ وَأَنْتَ رَبُّ الْعَالَمِينَ قَالَ : أَمَا عَلِمْتَ أَنَّ عَبْدِي فُلَانًا مَرِضَ فَلَمْ تَعُدْهُ ، […]

Artikel MENJENGUK ALLAH? pertama kali tampil pada MARKAZSUNNAH.COM | MENEBAR SUNNAH MENUAI HIKMAH.

]]>
40 Hadis Qudsi – Hadis 05– Menjenguk Allah?

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : إِنَّ اللهَ عَزَّ وَجَلَّ يَقُولُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ : يَا ابْنَ آدَمَ مَرِضْتُ فَلَمْ تَعُدْنِي قَالَ : يَا رَبِّ كَيْفَ أَعُودُكَ؟ وَأَنْتَ رَبُّ الْعَالَمِينَ قَالَ : أَمَا عَلِمْتَ أَنَّ عَبْدِي فُلَانًا مَرِضَ فَلَمْ تَعُدْهُ ، أَمَا عَلِمْتَ أَنَّكَ لَوْ عُدْتَهُ لَوَجَدْتَنِي عِنْدَهُ ، يَا ابْنَ آدَمَ اسْتَطْعَمْتُكَ فَلَمْ تُطْعِمْنِي قَالَ : يَا رَبِّ وَكَيْفَ أُطْعِمُكَ؟ وَأَنْتَ رَبُّ الْعَالَمِينَ قَالَ : أَمَا عَلِمْتَ أَنَّهُ اسْتَطْعَمَكَ عَبْدِي فُلَانٌ فَلَمْ تُطْعِمْهُ ، أَمَا عَلِمْتَ أَنَّكَ لَوْ أَطْعَمْتَهُ لَوَجَدْتَ ذَلِكَ عِنْدِي ، يَا ابْنَ آدَمَ اسْتَسْقَيْتُكَ فَلَمْ تَسْقِنِي قَالَ : يَا رَبِّ كَيْفَ أَسْقِيكَ؟ وَأَنْتَ رَبُّ الْعَالَمِينَ قَالَ : اسْتَسْقَاكَ عَبْدِي فُلَانٌ فَلَمْ تَسْقِهِ ، أَمَا إِنَّكَ لَوْ سَقَيْتَهُ وَجَدْتَ ذَلِكَ عِنْدِي

Terjemah Hadis

Abū Hurairah berkata, “Rasulullah ﷺ bersabda, ‘Allah ‘azza wa jalla berfirman, ‘Hai anak Adam! Aku sakit, mengapa kamu tidak menjenguk-Ku’?

Anak Adam menjawab, ‘Wahai Tuhanku, bagaimana mengunjungi Engkau, padahal Engkau Tuhan semesta alam’?

Allah berfirman, ‘Apakah kamu tidak tahu bahwa hamba-Ku si fulan sakit, mengapa kamu tidak mengunjunginya? Apakah kamu tidak tahu, sekiranya kamu menjenguknya kamu akan mendapati-Ku di sisinya’?

‘Hai, anak Adam! Aku minta makan kepadamu, mengapa kamu tidak memberi-Ku makan’?

Anak Adam menjawab, ‘Wahai Tuhanku, bagaimana mungkin aku memberi engkau makan, sedangkan Engkau adalah Tuhan semesta alam’?

Allah berfirman, ‘Apakah kamu tidak tahu, bahwa hamba-Ku si fulan minta makan kepadamu tetapi kamu tidak memberinya makan? Apakah kamu tidak tahu seandainya kamu memberinya makan, niscaya engkau mendapatkannya di sisi-Ku’?

 ‘Hai, anak Adam! Aku minta minum kepadamu, mengapa kamu tidak memberi-Ku minum’?

Anak Adam menjawab, ‘Wahai Tuhanku, bagaimana mungkin aku memberi Engkau minum, sedangkan Engkau adalah Tuhan semesta alam’?

Allah menjawab, ‘Hamba-Ku si fulan minta minum kepadamu, tetapi kamu tidak memberinya minum. Ketahuilah, seandainya kamu memberinya minum, niscaya kamu mendapatkannya di sisi-Ku’.”

Takhrij Hadis

Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Muslim (2569) dan Ibnu Ḥibbān (269, 944, 7366) melalui jalur Abū Rāfi’.

Diriwayatkan pula oleh Imam Aḥmad (9365) dan al-Ṭabrānī di al-Mu’jam Al-Ausaṭ (8722) melalui jalur Kaisān Abū Sa’īd al-Maqburī.

Diriwayatkan pula oleh al-Ṭabrānī dalam al-Mu’jam al-Ausaṭ (8722) melalui jalur al-Ḥasan bin Abi al-Ḥasan al-Miṣrī.

Ketiganya meriwayatkan dari Abū Hurairah, dari Nabi ﷺ.

Di dalam riwayat Imam Aḥmad dari Kaisān disebutkan,

مَرِضْتُ فَلَمْ يَعُدْنِي ابْنُ آدَمَ ، وَظَمِئْتُ فَلَمْ يَسْقِنِي ابْنُ آدَمَ ، فَقُلْتُ : أَتَمْرَضُ يَا رَبِّ

“… ‘Aku sakit, anak Adam tidak menjenguk-Ku, Aku kehausan, anak Adam tidak memberi-Ku minum’. Aku (Nabi) pun berkata, ‘Apakah engkau sakit wahai Tuhan’?”

Kandungan Hadis

  1. Di dalam hadis ini, Allah menisbahkan sakit pada-Nya. Ini bukan berarti bahwa Allah sakit, para ulama mengatakan bahwa yang sakit adalah hamba-Nya, Allah menisbahkan sakit itu pada-Nya untuk menunjukkan bahwa Dia dekat dengan hamba-Nya dan sebagai bentuk pemuliaan bagi sang hamba.[1]
  2. Firman-Nya, “… sekiranya kamu menjenguknya kamu akan mendapati-Ku di sisinya,” yang dimaksud dengan ‘mendapati-Ku’ adalah mendapati pahala dan pemuliaan dari-Ku. Seorang muslim yang menunaikan hak muslim lainnya dengan menjenguknya akan mendapatkan ganjaran pahala besar di sisi Allah.
  3. Memuliakan budak berarti memuliakan tuannya, memuliakan hamba Allah adalah bentuk lain dari memuliakan Allah.
  4. Allah berbicara dan menanyai hamba-hambanya pada hari kiamat kelak.
  5. Hendaknya seorang muslim tidak meremehkan kebaikan apapun bentuknya.
  6. Hadis ini mengajarkan seorang mukmin untuk berderma harta dengan memberi makan dan minum. Hadis ini juga mengajarkan seorang muslim untuk berderma waktu dengan memberi perhatian kepada saudaranya yang sedang sakit atau kesusahan.
  7. Terdapat hadis-hadis lain yang menunjukkan keutamaan menjenguk orang sakit, di antaranya:

عَائِدُ الْمَرِيضِ فِي مَخْرَفَةِ الْجَنَّةِ حَتَّى يَرْجِعَ

“Orang yang mengunjungi orang sakit, dia senantiasa berada dalam sebuah kebun surga sampai dia pulang kembali.”[2]

‘Ālī bin Abī Ṭālib berkata,

مَا مِنْ رَجُلٍ يَعُودُ مَرِيضًا مُمْسِيًا إِلَّا خَرَجَ مَعَهُ سَبْعُونَ أَلْفَ مَلَكٍ يَسْتَغْفِرُونَ لَهُ حَتَّى يُصْبِحَ وَكَانَ لَهُ خَرِيفٌ فِي الْجَنَّةِ ، وَمَنْ أَتَاهُ مُصْبِحًا خَرَجَ مَعَهُ سَبْعُونَ أَلْفَ مَلَكٍ يَسْتَغْفِرُونَ لَهُ حَتَّى يُمْسِيَ ، وَكَانَ لَهُ خَرِيفٌ فِي الْجَنَّةِ

“Tidaklah seorang laki-laki menjenguk orang yang sakit pada sore hari melainkan akan keluar tujuh puluh ribu malaikat yang memintakan ampunan untuknya hingga pagi hari, baginya pula kebun di surga. Barang siapa yang menjenguknya pada pagi hari, maka keluar bersamanya tujuh puluh ribu malaikat yang memohonkan ampunan baginya hingga sore hari, baginya pula kebun di surga.”[3]

عَنْ ثَابِتٍ الْبُنَانِيِّ عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ تَوَضَّأَ فَأَحْسَنَ الْوُضُوءَ وَعَادَ أَخَاهُ الْمُسْلِمَ مُحْتَسِبًا بُوعِدَ مِنْ جَهَنَّمَ مَسِيرَةَ سَبْعِينَ خَرِيفًا قُلْتُ يَا أَبَا حَمْزَةَ وَمَا الْخَرِيفُ قَالَ الْعَامُ

Ṡabit al-Bunānī meriwayatkan dari Anas bin Mālik, ia berkata, “Rasulullah ﷺ bersabda, ‘Barangsiapa yang berwudu kemudian menyempurnakan wudunya dan menjenguk saudaranya sesama muslim dengan mengharapkan pahala, ia akan dijauhkan dari jahanam sejauh perjalanan tujuh puluh kharīf.’ Aku (Ṡabit) bertanya, ‘Wahai Abū Hamzah (Anas bin Mālik), apakah kharīf itu’? Ia berkata, ‘Tahun’.”[4]

Dalam hadis Abū Hurairah disebutkan,

مَنْ عَادَ مَرِيضًا أَوْ زَارَ أَخًا لَهُ فِي اللهِ نَادَاهُ مُنَادٍ أَنْ طِبْتَ وَطَابَ مَمْشَاكَ ، وَتَبَوَّأْتَ مِنَ الْجَنَّةِ مَنْزِلًا

“Barang siapa yang menjenguk orang sakit atau mengunjungi saudaranya karena Allah semata, seorang penyeru akan menyeru, ‘Engkau telah berbuat baik dan berjalanmu pun baik serta engkau telah mengambil sebuah tempat di surga’.”[5]

  1. Para ulama berbeda pandangan terkait hukum menjenguk orang sakit. Jumhur ulama berpendapat bahwa menjenguk orang sakit hukumnya adalah mustahab, dapat menjadi wajib tergantung kedudukan orang yang sakit.[6]

 

 


Footnote:

[1] Lihat: Syarḥ aḥīḥ Muslim karya Imam al-Nawawi (16/97).

[2] H.R. Muslim (2568).

[3] H.R. Abu Dawud (3098), sahih secara mauqūf, sedangkan marfū’ tidak sahih.

[4] H.R. Abu Dawud (3097), terdapat al-Faḍl bin Dalham dalam sanadnya, layyin (lemah).

[5] H.R. Tirmiżi (2008), Ibnu Majah (1443) dan Aḥmad (8441), Imam Tirmiżi berkata, “Hadis ini hasan gharīb.” Riwayat hadis ini berporos pada Abu Sinān al-Qasmalī, layyin (lemah).

[6] Lihat: al-Mausū’ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah (31/76).

Artikel MENJENGUK ALLAH? pertama kali tampil pada MARKAZSUNNAH.COM | MENEBAR SUNNAH MENUAI HIKMAH.

]]>
https://markazsunnah.com/menjenguk-allah/feed/ 1
KEHILANGAN MATA https://markazsunnah.com/kehilangan-mata/ https://markazsunnah.com/kehilangan-mata/#respond Sun, 20 Mar 2022 11:28:00 +0000 http://markazsunnah.com/?p=3388 40 Hadis Qudsi – Hadis 04– Kehilangan Mata عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: سَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: إِنَّ اللهَ قَالَ: إِذَا ابْتَلَيْتُ عَبْدِي بِحَبِيبَتَيْهِ فَصَبَرَ عَوَّضْتُهُ مِنْهُمَا الْجَنَّةَ Terjemah Hadis Dari Anas bin Mālik raḍiyallāhu ‘anhu, ia berkata, “Saya telah mendengar Nabi ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Allah berfirman, […]

Artikel KEHILANGAN MATA pertama kali tampil pada MARKAZSUNNAH.COM | MENEBAR SUNNAH MENUAI HIKMAH.

]]>
40 Hadis Qudsi – Hadis 04– Kehilangan Mata

عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: سَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: إِنَّ اللهَ قَالَ: إِذَا ابْتَلَيْتُ عَبْدِي بِحَبِيبَتَيْهِ فَصَبَرَ عَوَّضْتُهُ مِنْهُمَا الْجَنَّةَ

Terjemah Hadis

Dari Anas bin Mālik raḍiyallāhu ‘anhu, ia berkata, “Saya telah mendengar Nabi ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Allah berfirman, ‘Jika Aku uji hamba-Ku dengan kehilangan dua kecintaannya lantas ia pun bersabar, Aku gantikan keduanya dengan surga untuknya’.”

Takhrij Hadis

Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Bukhārī (5653) dan Aḥmad (12663) melalui jalur ‘Amr Maulā al-Muṭṭalib.

Diriwayatkan pula oleh Bukhārī secara mu’allaq (5653), Tirmiżī (2400), dan ‘Abd bin Ḥumaid (1227) melalui jalur Abū Ẓilāl.

Diriwayatkan pula oleh Bukhārī  secara mu’allaq (5653) dan Aḥmad (14237) melalui jalur Asy’aṡ bin Jābir.

Diriwayatkan pula oleh Aḥmad (12790) dari jalur al-Naḍr bin Anas.

Keempatnya meriwayatkan dari Anas bin Mālik raḍiyallāhu ‘anhu. Di dalam riwayat Asy’aṡ bin Jābir disebutkan,

مَنْ أَذْهَبْتُ كَرِيمَتَيْهِ ثُمَّ صَبَرَ وَاحْتَسَبَ كَانَ ثَوَابُهُ الْجَنَّةَ

“Siapa yang Aku hilangkan kedua kemuliaannya lantas ia bersabar dan mengharap pahalanya, niscaya balasannya ialah surga.”

Hadis ini juga memiliki syawāhid seperti hadis riwayat Abu Hurairah[1], Abu Umāmah al-Bāhily[2], Ibnu ‘Abbās[3], ‘Irbāḍ bin Sāriyah[4], Jarīr[5], Abu Sa’īḍ al-Khudrī[6], dan Zaid bin Arqam[7].

Di dalam hadis Abū Umāmah disebutkan,

يَا ابْنَ آدَمَ إِذَا أَخَذْتُ كَرِيمَتَيْكَ فَصَبَرْتَ وَاحْتَسَبْتَ عِنْدَ الصَّدْمَةِ الْأُولَى لَمْ أَرْضَ لَكَ بِثَوَابٍ دُونَ الْجَنَّةِ

“Wahai anak Adam! Jika Aku ambil kedua kemuliaanmu, lantas engkau bersabar dan berharap pahala saat awal kali musibah itu (menimpa), Aku tidak akan rida dengan pahala bagi engkau yang lebih rendah dari pada surga.”

Di dalam hadis Zaid bin Arqam disebutkan,

مَا ابْتُلِيَ عَبْدٌ بَعْدَ ذَهَابِ دِينِهِ بِأَشَدَّ مِنْ بَصَرِهِ ، وَمَنِ ابْتُلِيَ بِبَصَرِهِ ، فَصَبَرَ حَتَّى يَلْقَى اللهَ لَقِيَ اللهَ – تَبَارَكَ وَتَعَالَى – وَلَا حِسَابَ عَلَيْهِ

“Tiadalah seorang hamba diuji dengan sebuah ujian yang lebih berat setelah kehilangan agamanya dibandingkan dengan ujian kehilangan penglihatannya. Siapa yang diuji dengan penglihatannya lalu ia bersabar hiangga ia berjumpa dengan Allah tabāraka wa ta’ālā, tidak akan ada hisab atas dirinya.”

Kandungan Hadis

  1. Suatu ketika Abu Ẓilāl[8] (salah satu rawi hadis ini dari Anas bin Mālik) berkata, “Aku menemuni Anas bin Mālik, beliau pun bertanya padaku, ‘Mendekatlah! Kapankah engkau kehilangan penglihatanmu?’ Aku menjawab, Menurut keluarga saya, saat saya berusia dua tahun’. Beliau berkata, ‘Hendakkah aku kabarkan kepadamu hal yang dapat membuatmu menentramkan hatimu?’ Aku menjawab, ‘Tentu’. Beliau pun lantas bercerita, ‘Ibnu Ummi Maktūm pernah melintas di hadapan Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam, ia lalu mengucapkan salam kepada beliau, setelah itu pergi. Setelah itu Nabi ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam pun bersabda,

إِنَّ اللهَ عَزَّ وَجَلَّ يَقُولُ : مَا لِمَنْ أَخَذْتُ كَرِيمَتَهُ عِنْدِي جَزَاءٌ إِلَّا الْجَنَّةُ

 ‘Sesungguhnya Allah berfirman, ‘Bagi orang yang Aku ambil hal mulianya, tidak ada balasan di sisi-Ku untuknya melainkan surga’.”[9]

  1. Di dalam hadis di atas disebutkan tentang dua kecintaan dan dua kemuliaan, yang dimaksud adalah kedua mata sebagaimana yang disebutkan dalam hadis Zaid bin Arqam di atas secara lugas, juga ditafsirkan oleh Anas bin Mālik dalam hadis riwayat Bukhārī di atas.[10] Disebut sebagai dua kecintaan karena mata adalah organ yang paling dicintai oleh seorang insan. Dengan kedua mata, seorang manusia dapat melihat kebaikan lalu mengambilnya atau melihat keburukan lantas menghindarinya. Hilangnya pandangan termasuk musibah terbesar, kehilangan mata menjadikan seseorang berduka teramat dalam karena kehilangan sebuah maslahat besar dalam kehidupannya.
  2. Kesabaran disertai dengan pengharapan pahala dari musibah yang menimpa menjadikan Allah rida kepada hamba dan memberi sang hamba kebaikan yang begitu besar. Terkhusus dalam hadis ini, balasan yang dijanjikan oleh Allah atas kesabaran yang disertai harapan akan pahala dengan surga-Nya. Kesabaran yang dimaksud adalah dengan tidak berkeluh kesah, dongkol, dan menampakkan ketidakridaan terhadap takdir Allah tersebut.[11]
  3. Balasan berupa surga adalah kenikmatan yang paling tinggi. Kenikmatan memandang akan sirna seiring kepergian manusia meninggalkan dunia atau hancurnya dunia itu sendiri, berbeda dengan kenikmatan surga yang abadi dan kekal.
  4. Berdasarkan hadis Abū Umāmah diketahui bahwa kesabaran yang bermanfaat, membuahkan kebaikan dan dijanjikan balasan surga adalah kesabaran saat awal kali musibah menimpa. Hendaknya seorang hamba berserah dan menerima takdir Allah saat awal musibah menimpa. Jika di awal musibah menimpa seorang hamba merasa kesal, tidak menerima takdir, lalu kemudian berangsur-angsur ia bersabar karena ia tahu tidak ada pilihan lain, keutamaan yang disebutkan bisa terlewatkan. Dalam hadis lain, Nabi ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam berkata,

إِنَّمَا الصَّبْرُ عِنْدَ الصَّدْمَةِ الْأَوْلَى

“Hanya saja sabar itu sabar itu pada saat pertama (datangnya mushibah).”[12]

  1. Hadis ini menunjukkan bahwa beberapa amalan dapat menjadi sebab masuk surga.[13]
  2. Sesungguhnya amalan itu bergantung dengan niatnya. Bersabar dengan disertai kesadaran dan niat menjadikan sabar sebagai amalan ibadah dan mengharap pahala yang Allah janjikan kepada orang-orang yang bersabar tentu berbeda dengan kesabaran yang tidak disertai hal-hal tersebut.

Wallāhu a’lam.

 


Footnote:

[1] H.R. Tirmiżi (2401) dan Aḥmad (7712).

[2] H.R. Aḥmad (22658).

[3] H.R. Ibnu Hibbān (2930).

[4] H.R. Ibnu Hibbān (2931).

[5] H.R. Ṭabrānī (2263) dalam al-Kubrā.

[6] H.R. Ṭabrānī (5372) dalam al-Ausaṭ.

[7] H.R. al-Bazzār (4342).

[9] H.R. ‘Abd bin Ḥumaid (1227). Derajat riwayat Abu Zīlāl dilemahkan oleh para ulama, namun asal hadis diriwayatkan oleh Imam Bukhāri dan lain-lain dari jalur lainnya tanpa menyebutkan kisah ini.

[10] Lihat: ‘Umdah al-Qārī (21/215).

[11] Lihat: ‘Umdah al-Qārī (21/215).

[12] H.R. Bukhāri (1283) dan Muslim (926).

[13] Salah satu kitab yang membahas hal ini adalah kitab Mūjibāt al-Jannah karangan Ibnu Fākhir al-Aṣbahānī, Mūjibāt al-Jannah fī Ḍau` al-Sunnah karya DR. Abdullāh al-Ju’aiṡan, Mūjibāt al-Jannah fī Ṣaḥīḥ al-Sunnah karya Farīd al-Handāwī.

Artikel KEHILANGAN MATA pertama kali tampil pada MARKAZSUNNAH.COM | MENEBAR SUNNAH MENUAI HIKMAH.

]]>
https://markazsunnah.com/kehilangan-mata/feed/ 0
TERCELA YANG MENCELA ZAMAN https://markazsunnah.com/tercela-yang-mencela-zaman/ https://markazsunnah.com/tercela-yang-mencela-zaman/#respond Sun, 13 Mar 2022 02:12:22 +0000 http://markazsunnah.com/?p=3369 40 Hadis Qudsi – Hadis 03 – Tercela Yang Mencela Zaman عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : قَالَ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ : يُؤْذِينِي ابْنُ آدَمَ ، يَسُبُّ الدَّهْرَ وَأَنَا الدَّهْرُ ، بِيَدِي الْأَمْرُ ، أُقَلِّبُ اللَّيْلَ وَالنَّهَارَ Terjemah Hadis Abu Hurairah meriwayatkan dari Rasululllah, beliau […]

Artikel TERCELA YANG MENCELA ZAMAN pertama kali tampil pada MARKAZSUNNAH.COM | MENEBAR SUNNAH MENUAI HIKMAH.

]]>
40 Hadis Qudsi – Hadis 03 – Tercela Yang Mencela Zaman

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : قَالَ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ : يُؤْذِينِي ابْنُ آدَمَ ، يَسُبُّ الدَّهْرَ وَأَنَا الدَّهْرُ ، بِيَدِي الْأَمْرُ ، أُقَلِّبُ اللَّيْلَ وَالنَّهَارَ

Terjemah Hadis

Abu Hurairah meriwayatkan dari Rasululllah, beliau bersabda, “Allah berfirman, ‘Anak Adam mengganggu-Ku, ia mencela zaman, sedang Aku-lah al-dahr (zaman), urusan ada di tangan-Ku, Aku menjadikan siang dan malam silih berganti.’”

Takhrij Hadis

Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Bukhari (4826), (7491), dan Muslim (2246), dari berbagai jalur, dari Abu Hurairah (ra).

Kandungan Hadis

  1. Larangan mencela zaman.

Secara lugas Allah melarang manusia untuk mencela zaman, maksud dari pada mencela zaman ialah mencela pencipta zaman. Bangsa Arab di zaman jahiliah memiliki keyakinan bahwa segala kesulitan hidup dan musibah yang menimpa mereka disebabkan oleh zaman. Mereka pun menisbatkan yang terjadi kepada zaman. Salah seorang penyair di zaman jahiliah mengatakan,

رَمَتْنِي بَنَاتُ الدَّهْرِ مِنْ حَيْثُ لَا أَرَى … فَكَيْفَ بِمَنْ يُرْمَى وَلَيْسَ بِرَامِ

فَلَوْ أَنَّنِي أُرْمَى بِنَبْلٍ تَقَيْتُهَا … وَلَكِنَّنِي أُرْمَى بِغَيْرِ سِهَامِ

“Anak-anak zaman melempariku dari arah yang tak ku tahu, bagaimanakah keadaan orang yang dilempari namun tak mampu membalas?

Jika sekirannya aku dilempari dengan panah, aku mampu menahannya, namun ternyata aku dilempari tanpa panah.”[1]

Penyair Arab jahiliah lainnya[2] bersyair menyebut sekelompok kaum yang binasa,

فَاسْتَأْثَرَ الدَّهْرُ الْغَدَاةَ بِهِمْ … وَالدَّهْرُ يَرْمِينِي وَمَا أَرْمِي

يَا دَهْرُ قَدْ أَكْثَرْتَ فَجْعَتَنَا … بِسَرَاتِنَا وَوَقَرْتَ فِي الْعَظْمِ

وَسَلَبْتَنَا مَا لَسْتَ تُعْقِبُنَا … يَا دَهْرُ مَا أَنْصَفْتَ فِي الْحُكْمِ

“Zaman memilih mereka di waktu pagi, sedang zaman memanahkanku sedang aku tidak mampu membalas, wahai zaman, sudah telalu sering engkau mengejutkan kami dengan hilangnya para pembesar kami, dan engkau meremukkan tulang, engkau mengambil hal yang tidak engkau ganti bagi kami, wahai zaman, engkau tidak adil!”[3]

Kelompok yang melakukan demikian adalah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah, tidak mengenal sang pencipta, tidak meyakini bahwa Allah yang menghidupkan dan mematikan.  Terdapat pula kelompok lainnya, yaitu orang-orang yang mengimani Allah dan berusaha mensucikan-Nya. Mereka tidak ingin menisbatkan segala musibah dan hal-hal buruk yang mereka alami kepada Allah, lantas mereka pun menisbatkan hal-hal tersebut kepada zaman dan mencelanya. Mereka mengatakan, ‘Sungguh tercela zaman, sungguh zaman yang buruk, dst…’ Hal ini pun dilarang oleh Allah karena Dia adalah zaman, yakni zat yang mengatur dan menciptakan zaman, menghadirkan kegembiraan dan kesedihan seiring dengan berputarnya siang dan malam. Adanya zaman adalah bentuk pengaturan Allah, mencela zaman sama dengan mencela pengaturnya tanpa disadari. [4]

Di dalam hadis lain, Rasulullah bersabda,

وَسَبَّنِي عَبْدِي وَلَا يَدْرِي ، يَقُولُ : وَادَهْرَاهُ وَادَهْرَاهُ وَأَنَا الدَّهْرُ

“… dan (hamba-Ku) mencela-Ku sedang ia tak tahu, ia berkata, ‘Sialnya zaman ini.. sialnya zaman ini…’ sedang Aku adalah (pengatur) zaman.”[5]

  1. Allah mengatakan,

وَأَنَا الدَّهْرُ

“Sedang Aku-lah aldahr.”

Ad-dahr di dalam Bahasa Arab bermakna zaman/waktu, singkat maupun panjang. Allah mengatakan bahwa Dia adalah zaman, para ulama mengatakan bahwa yang dimaksud adalah Allahlah pengatur dan pencipta zaman.

Terdapat riwayat lain (namun riwayat ini lemah[6]) yang berbunyi,

وَأَنَا الدَّهْرَ

Berdasarkan riwayat ini, al-dahr adalah keterangan waktu dan bukan sebagai khabar/predikat. Menurut struktur riwayat ini, hadis diterjemahkan sebagai berikut:

“Urusan ada di tangan-Ku sepanjang zaman, Aku menjadikan siang dan malam silih berganti.”

Riwayat yang pertama lebih kuat, didukung pula dengan riwayat dan hadis lainnya yang hampir senada dengannya. Terlepas dari perbedaan kedua riwayat di dalam hadis ini, keduanya tidak menunjukkan bahwa aldahr adalah salah satu nama Allah.[7]

  1. Kesabaran Allah atas tidakberadaban anak cucu Adam kepada-Nya.

Allah berabar terhadap tingkah dan ucapakan anak Adam, bisa saja Allah menurunkan azab-Nya seketika kepada siapa pun yang mengucapkan kata-kata yang tidak ia ridai. Rasulullah bersabda,

لَا أَحَدَ أَصْبَرُ عَلَى  أَذًى يَسْمَعُهُ مِنَ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ ، إِنَّهُ يُشْرَكُ بِهِ وَيُجْعَلُ لَهُ الْوَلَدُ ، ثُمَّ هُوَ يُعَافِيهِمْ وَيَرْزُقُهُمْ

“Tidak ada siapa pun yang lebih bersabar atas gangguan yang ia dengar melebihi Allah azza wajalla, ia disekutukan dan dianggap punya anak kemudian Ia memaafkan dan memberi mereka rezeki.”[8]

  1. Kekuasaan Allah dengan menjadikan adanya siang dan malam.

Adanya siang dan malam adalah bukti kebesaran dan kekuasaan Allah (swt), namun karena bergulirnya siang malam berlalu bersama kehidupan manusia, tidak sedikit yang lalai merenungkannya. Allah pun menjadikan panjangnya siang dan malam berbeda-beda sesuai musim dan letak geografis suatu tempat. Di balik itu terdapat hikmah yang Allah selipkan. Allah juga pernah menahan waktu berjalan sebagaimana biasanya, Rasululullah pernah bercerita,

غزا نبي من الأنبياء، فقال لقومه: لا يتبعني رجل ملك بُضْعَ امرأةٍ، وهو يريد أن يبني بها ولما يبنِ بها، ولا أحدٌ بنى بيوتا ولم يرفع سقوفها، ولا آخرُ اشترى غنما أو خَلِفَات وهو ينتظر وِلادَها. فغزا، فَدَنَا من القرية صلاة العصر أو قريبا من ذلك. فقال للشمس: إنك مأمورة وأنا مأمور، اللهم احبسها علينا؛ فَحُبِسَتْ حتى فتح الله عليهم

“Ada seorang Nabi diantara para nabi yang berperang lalu berkata kepada kaumnya, ‘Janganlah mengikuti aku seseorang yang baru saja menikahi wanita sedangkan dia hendak menyetubuhinya karena dia belum lagi menyetubuhinya (sejak malam pertama), dan jangan pula seseorang yang membangun rumah-rumah sedang dia belum memasang atap-atapnya, dan jangan pula seseorang yang membeli seekor kambing atau seekor unta yang bunting sedang dia menanti-nanti hewan itu beranak!’ Maka Nabi tersebut berperang dan ketika sudah hampir mendekati suatu kampung datang waktu salat Asar atau sekitar waktu itu lalu nabi itu berkata kepada matahari, ‘Kamu adalah hamba yang diperintah begitu juga aku hamba yang diperintah. Ya Allah tahanlah matahari ini untuk kami.’ Maka matahari itu tertahan (berhenti beredar) hingga Allah memberikan kemenangan kepada Nabi tersebut…”[9]

Bahkan di surga kelak, tidak ada siang dan malam. Allah menjadikan penghuni surga berada di dalam cahaya yang abadi. Terdapat beberapa ayat di dalam al-Quran yang secara zahir menunjukkan adanya siang dan malam, namun yang dimaksud hanyalah kadarnya.[10]

 


Footnote:

[1] Lihat: Dīwān ‘Amr bin Qumai`ah (1/39).

[2] Yakni Zuhair bin Abī Salmā.

[3] Lihat: Hamāsah Al-Buḥtury (1/222).

[4] Lihat: Ma’ālim As-Sunan karya Al-Khaṭṭāby (4/158) dan Syarḥ Ṣaḥīh Al-Bukhāry karya Ibnu Baṭāl (9/337).

[5] HR. Ahmad (10670).

[6] Lihat: Al-Mufhim Limā Asykala Min Talkhīs Muslim (5/549).

[7] Lihat: Al-Mufhim Limā Asykala Min Talkhīs Muslim (5/547-548).

[8] HR. Muslim (2804).

[9] HR. Bukhari (3124) dan Muslim (1747).

[10] Lihat: Tafsir Al-Ṭabari (11/126) dan Aḍwā` Al-Bayān (3/470).

Artikel TERCELA YANG MENCELA ZAMAN pertama kali tampil pada MARKAZSUNNAH.COM | MENEBAR SUNNAH MENUAI HIKMAH.

]]>
https://markazsunnah.com/tercela-yang-mencela-zaman/feed/ 0
HAMBA YANG BERDUSTA TENTANG TUHANNYA https://markazsunnah.com/hamba-yang-berdusta-tentang-tuhannya/ https://markazsunnah.com/hamba-yang-berdusta-tentang-tuhannya/#respond Tue, 01 Mar 2022 01:40:04 +0000 http://markazsunnah.com/?p=3342 40 Hadis Qudsi – Hadis 02 – Hamba yang Berdusta Tentang Tuhannya عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: قَالَ اللهُ: كَذَّبَنِي ابْنُ آدَمَ وَلَمْ يَكُنْ لَهُ ذَلِكَ ، وَشَتَمَنِي وَلَمْ يَكُنْ لَهُ ذَلِكَ ، فَأَمَّا تَكْذِيبُهُ إِيَّايَ فَزَعَمَ أَنِّي لَا أَقْدِرُ أَنْ أُعِيدَهُ كَمَا كَانَ ، وَأَمَّا […]

Artikel HAMBA YANG BERDUSTA TENTANG TUHANNYA pertama kali tampil pada MARKAZSUNNAH.COM | MENEBAR SUNNAH MENUAI HIKMAH.

]]>
40 Hadis Qudsi – Hadis 02 – Hamba yang Berdusta Tentang Tuhannya

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: قَالَ اللهُ: كَذَّبَنِي ابْنُ آدَمَ وَلَمْ يَكُنْ لَهُ ذَلِكَ ، وَشَتَمَنِي وَلَمْ يَكُنْ لَهُ ذَلِكَ ، فَأَمَّا تَكْذِيبُهُ إِيَّايَ فَزَعَمَ أَنِّي لَا أَقْدِرُ أَنْ أُعِيدَهُ كَمَا كَانَ ، وَأَمَّا شَتْمُهُ إِيَّايَ فَقَوْلُهُ لِي وَلَدٌ ، فَسُبْحَانِي أَنْ أَتَّخِذَ صَاحِبَةً أَوْ وَلَدًا. (رواه البخاري)

Terjemah Hadis

Dari Ibnu ‘Abbās raḍiyallāhu ‘anhumā, dari Nabi ﷺ, beliau bersabda, “Allah Ta’ālā berfirman, ‘Anak Adam telah mengatakan kebohongan tentang Aku padahal ia tidak berhak melakukannya. Ia juga mencela-Ku, padahal ia tidak berhak melakukannya. Kebohongan yang ia perbuat tentang-Ku adalah ia menganggap Aku tidak mampu menghidupkannya kembali sebagaimana sebelumnya. Adapun celaannya kepada-Ku, yaitu ia mengatakan bahwa Aku mempunyai anak. Mahasuci Aku, sama sekali Aku tidak memiliki istri dan juga anak’.” (H.R. Bukhārī)

Takhrij Hadis

Tidak ada aṡḥāb alsittah yang meriwayatkan hadis di atas selain Imam al-Bukhārī (4482) dalam Kitab Tafsīr, Bab “Firman Allah (yang artinya), Mereka berkata, Allah mengangkat anak, Mahasuci Dia”. Hadis ini diriwayatkan pula oleh al-Ṭabrāni dalam al-Kabīr (10751) dan Musnad al-Syāmiyyīn (2941), serta Ibnu Mandah dalam al-Tauḥīd (145). Semuanya meriwayatkan dari jalur Abū al-Yamān al-Ḥakam bin Nāfi’ dari Syu’aib bin Abī Ḥamzah dari ‘Abdullah bin Abī Ḥasan al-Qurasyi dari Nāfi’ bin Jubair bin Muṭ’im dari Ibnu ‘Abbās, dst.

Hadis ini juga diriwayatkan dari Abu Hurairah. Diriwayatkan dari berbagai macam jalur, di antaranya ialah jalur Abū al-Zinād dari al-A’raj dari Abū Hurairah. Uniknya, Imam Bukhārī meriwayatkan jalur ini dari Abu al-Yamān dari Syu’aib bin Abī Ḥamzah dari Abu al-Zinad, dst. seperti hadis Ibnu Abbās di atas dengan redaksi hadis yang hampir mirip.[1]

Kandungan Hadis

  1. Hadis Qudsi di atas memiliki makna yang begitu agung. Ia mengandung keyakinan tauhid yang membedakan umat Islam dengan umat beragama lainnya. Allah berfirman,

وَقَالُوا اتَّخَذَ اللّٰهُ وَلَدًا ۙسُبْحٰنَهٗ ۗ بَلْ لَّهٗ مَا فِى السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِۗ كُلٌّ لَّهٗ قٰنِتُوْنَ

“Mereka berkata, ‘Allah mengangkat anak’. Mahasuci Allah, bahkan milik-Nyalah apa yang di langit dan di bumi. Semua tunduk kepada-Nya.” (Q.S. al-Baqarah: 116)

Ayat ini turun untuk membantah orang Yahudi Khaibar dan orang-orang Nasrani Najrān yang mengatakan bahwa Allah memiliki anak. Senada dengan itu, orang-orang musyrikin bangsa Arab dahulu juga mengatakan bahwa malaikat adalah anak-anak perempuan Allah. Merekalah anak Adam yang dimaksud dalam hadis di atas. Mahasuci Allah dari segala yang mereka ucapkan.

Seorang anak lahir dari rahim seorang wanita. Rahim dapat terisi jika terjadi perkawinan sebelumnya. Orang yang menikahi wanita berarti memiliki kecenderungan untuk menunaikan syahwatnya, sedangkan Allah suci dari hal demikian itu.

Di dalam hadis Abu Hurairah disebutkan,

وَأَمَّا شَتْمُهُ إِيَّايَ فَقَوْلُهُ: اتَّخَذَ اللَّهُ وَلَدًا وَأَنَا الأَحَدُ الصَّمَدُ، لَمْ أَلِدْ وَلَمْ أُولَدْ، وَلَمْ يَكُنْ لِي كُفْئًا أَحَدٌ

“Adapun celaannya pada-Ku ialah ia berkata, ‘Allah mengangkat anak’, sedangkan Aku adalah al-Aḥad al-Ṣamad, Aku tidak beranak dan tidak pula diperanakkan, serta tidak ada sesuatu pun yang setara dengan-Ku.”[2]

Makna al-Aḥad adalah Mahatunggal, zat yang tidak membutuhkan serikat, tidak ada yang semisal dengan-Nya. Dialah al-Ṣamad yang dibutuhkan oleh seluruh makhluk-Nya, sedang Dia tidak membutuhkan mereka sama sekali.[3]

  1. Hadis ini menunjukkan bahwa hendaknya seorang muslim menjaga adabnya kepada Allah, tidak mengada-ada dalam urusan agama, terutama masalah ketuhanan sebagai perkara yang sangat besar. Tidak boleh seseorang berkata tentang Allah tanpa didasari ilmu yang disokong oleh wahyu. Jika tidak, ia termasuk orang yang berkata tentang Allah yang tidak ia ketahui. Ini mencakup segala hal terkait Allah yang tidak dijelaskan dalam nas-nas Al-Qur’an dan hadis yang valid, mencakup pula syariat Allah. Ini mencakup pula hal-hal gaib yang tidak dijelaskan secara detil kepada umat manusia. Termasuk juga kesudahan kehidupan orang lain. Di dalam hadis yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah, Nabi menceritakan,

كَانَ رَجُلَانِ فِي بَنِي إِسْرَائِيلَ مُتَوَاخِيَيْنِ فَكَانَ أَحَدُهُمَا يُذْنِبُ وَالْآخَرُ مُجْتَهِدٌ فِي الْعِبَادَةِ ، فَكَانَ لَا يَزَالُ الْمُجْتَهِدُ يَرَى الْآخَرَ عَلَى الذَّنْبِ فَيَقُولُ : أَقْصِرْ فَوَجَدَهُ يَوْمًا عَلَى ذَنْبٍ ، فَقَالَ لَهُ : أَقْصِر . فَقَالَ: خَلِّنِي وَرَبِّي ، أَبُعِثْتَ عَلَيَّ رَقِيبًا . فَقَالَ : وَاللهِ لَا يَغْفِرُ اللهُ لَكَ أَوْ لَا يُدْخِلُكَ اللهُ الْجَنَّةَ فَقَبَضَ أَرْوَاحَهُمَا فَاجْتَمَعَا عِنْدَ رَبِّ الْعَالَمِينَ ، فَقَالَ لِهَذَا الْمُجْتَهِدِ: أَكُنْتَ بِي عَالِمًا أَوْ كُنْتَ عَلَى مَا فِي يَدِي قَادِرًا وَقَالَ لِلْمُذْنِبِ: اذْهَبْ فَادْخُلِ الْجَنَّةَ بِرَحْمَتِي ، وَقَالَ لِلْآخَرِ : اذْهَبُوا بِهِ إِلَى النَّارِ

“Ada dua orang laki-laki dari Bani Israil yang saling bersaudara; salah seorang dari mereka suka berbuat dosa sementara yang lain giat dalam beribadah. Orang yang giat dalam beribadah itu selalu melihat saudaranya berbuat dosa hingga ia berkata, ‘Berhentilah!’ Lalu pada suatu hari ia kembali mendapati saudaranya berbuat dosa, ia berkata lagi, ‘Berhentilah!’ Orang yang suka berbuat dosa itu berkata, ‘Biarkan aku bersama Tuhanku, apakah engkau diutus untuk selalu mengawasiku?!’ Ahli ibadah itu berkata, ‘Demi Allah, sungguh Allah tidak akan mengampunimu, atau tidak akan memasukkanmu ke dalam surga.’ Allah kemudian mencabut nyawa keduanya, sehingga keduanya berkumpul di sisi Rabb semesta alam. Allah kemudian bertanya kepada ahli ibadah, ‘Apakah kamu lebih tahu dari-Ku atau apakah kamu mampu melakukan apa yang ada dalam kekuasaan-Ku?’ Allah lalu berkata kepada pelaku dosa, ‘Pergi dan masuklah kamu ke dalam surga dengan rahmat-Ku!’ Dia lalu berkata kepada ahli ibadah, ‘Pergilah kamu ke dalam neraka!”

Mengomentari hadis ini, Abu Hurairah berkata,

وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَتَكَلَّمَ بِكَلِمَةٍ أَوْبَقَتْ دُنْيَاهُ وَآخِرَتَهُ

“Demi Dzat yang jiwaku ada dalam tangan-Nya, sungguh ia telah mengucapkan satu ucapan yang mampu merusak dunia dan akhiratnya.”[4]

  1. Hadis ini juga menunjukkan kepastian berbangkit di hari kiamat kelak. Untuk membangkitkan manusia kembali adalah perkara ringan di sisi Allah.
  2. Terdapat bentuk kesabaran Allah terhadap tingkah dan ucapan anak Adam yang tidak Dia ridai. Di dalam hadis qudsi lain, Allah berfirman,

يُؤْذِينِي ابْنُ آدَمَ ، يَسُبُّ الدَّهْرَ وَأَنَا الدَّهْرُ ، بِيَدِي الْأَمْرُ ، أُقَلِّبُ اللَّيْلَ وَالنَّهَارَ

“Anak Adam telah menyakiti-Ku dia suka mencela masa. Padahal Aku pencipta masa. Akulah yang mengganti siang dan malam.”[5]

Nabi ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لَا أَحَدَ أَصْبَرُ عَلَى  أَذًى يَسْمَعُهُ مِنَ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ ، إِنَّهُ يُشْرَكُ بِهِ وَيُجْعَلُ لَهُ الْوَلَدُ ، ثُمَّ هُوَ يُعَافِيهِمْ وَيَرْزُقُهُمْ 

“Tidak ada siapa pun yang lebih bersabar atas gangguan yang ia dengar melebihi Allah ‘Azza wa Jalla, ia disekutukan dan dianggap punya anak kemudian Ia memaafkan dan memberi mereka rezeki.”[6]

Sangat mudah bagi Allah mengazab orang yang mengatakan hal yang tidak pantas tentang-Nya seketika ia mengucapkannya, namun keluasan rahmat-Nya kepada hamba-hamba-Nya dan kelembutan hikmah-Nya berkonsukuensi lain.

Wallāhu a’lam.


Footnote:

[1] Lihat: H.R. Bukhārī (4974).

[2] H.R. Bukhārī (4974).

[3] Lihat: Tafsīr Ibn Kaṡīr (8/527-528).

[4] H.R. Abu Dawud (4901) dan Aḥmad (7942).

[5] H.R. Bukhārī (4826) dan Muslim (4165).

[6] H.R. Muslim (2804).

Artikel HAMBA YANG BERDUSTA TENTANG TUHANNYA pertama kali tampil pada MARKAZSUNNAH.COM | MENEBAR SUNNAH MENUAI HIKMAH.

]]>
https://markazsunnah.com/hamba-yang-berdusta-tentang-tuhannya/feed/ 0
BAGIAN ALLAH DAN BAGIAN HAMBA DALAM AL-FĀTIḤAH https://markazsunnah.com/bagian-allah-dan-bagian-hamba-dalam-al-fati%e1%b8%a5ah/ https://markazsunnah.com/bagian-allah-dan-bagian-hamba-dalam-al-fati%e1%b8%a5ah/#respond Sun, 20 Feb 2022 12:35:57 +0000 http://markazsunnah.com/?p=3325 40 Hadis Qudsi – Hadis 01 – Bagian Allah dan bagian hamba dalam Al-Fātiḥah عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: مَنْ صَلَّى صَلَاةً لَمْ يَقْرَأْ فِيهَا بِأُمِّ الْقُرْآنِ فَهِيَ خِدَاجٌ، ثَلَاثًا غَيْرُ تَمَامٍ. فَقِيلَ لِأَبِي هُرَيْرَةَ: إِنَّا نَكُونُ وَرَاءَ الْإِمَامِ؟ فَقَالَ: اقْرَأْ بِهَا فِي نَفْسِكَ؛ فإنِّي سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ […]

Artikel BAGIAN ALLAH DAN BAGIAN HAMBA DALAM AL-FĀTIḤAH pertama kali tampil pada MARKAZSUNNAH.COM | MENEBAR SUNNAH MENUAI HIKMAH.

]]>
40 Hadis Qudsi – Hadis 01 – Bagian Allah dan bagian hamba dalam Al-Fātiḥah

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: مَنْ صَلَّى صَلَاةً لَمْ يَقْرَأْ فِيهَا بِأُمِّ الْقُرْآنِ فَهِيَ خِدَاجٌ، ثَلَاثًا غَيْرُ تَمَامٍ. فَقِيلَ لِأَبِي هُرَيْرَةَ: إِنَّا نَكُونُ وَرَاءَ الْإِمَامِ؟ فَقَالَ: اقْرَأْ بِهَا فِي نَفْسِكَ؛ فإنِّي سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: قَالَ اللهُ تَعَالَى: قَسَمْتُ الصَّلَاةَ بَيْنِي وَبَيْنَ عَبْدِي نِصْفَيْنِ، وَلِعَبْدِي مَا سَأَلَ، فَإِذَا قَالَ الْعَبْدُ: {الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ} [الفاتحة: 2]، قَالَ اللهُ تَعَالَى: حَمِدَنِي عَبْدِي، وَإِذَا قَالَ: {الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ} [الفاتحة: 1]، قَالَ اللهُ تَعَالَى: أَثْنَى عَلَيَّ عَبْدِي، وَإِذَا قَالَ: {مَالِكِ يَوْمِ الدِّينِ}، قَالَ: مَجَّدَنِي عَبْدِي – وَقَالَ مَرَّةً فَوَّضَ إِلَيَّ عَبْدِي – فَإِذَا قَالَ: {إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ} [الفاتحة: 5] قَالَ: هَذَا بَيْنِي وَبَيْنَ عَبْدِي، وَلِعَبْدِي مَا سَأَلَ، فَإِذَا قَالَ: {اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ صِرَاطَ الَّذينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّالِّينَ} [الفاتحة: 7] قَالَ: هَذَا لِعَبْدِي وَلِعَبْدِي مَا سَأَلَ

Terjemah Hadis

Abu Hurairah meriwayatkan dari Nabi ﷺ, beliau bersabda, “Barang siapa salat tanpa membaca Ummul Qur’ān, maka salatnya tidak sempurna, tidak sempurna, tidak sempurna.” Abu Hurairah lalu ditanya, “Bagaimana bila kami berada di belakang imam?” Beliau menjawab, “Bacalah surah al-Fātiḥah dengan suara lirih, karena aku mendengar Rasulullah ﷺ bersabda, ‘Allah berfirman, ‘Aku membagi salat antara Aku dengan hamba-Ku, dua bagian dan bagi hamba-Ku apa yang dia minta. Apabila seorang hamba membaca, ‘Alḥamdulillāhi rabbil ‘ālamīn’, Allah menjawab, ‘Hamba-Ku telah memuji-Ku’. Saat seorang hamba membaca, ‘Arraḥmānirraḥīm’, Allah berfirman, ‘Hamba-Ku telah menyanjung-Ku’. Bila seorang hamba membaca, ‘Māliki yaumiddīn’, Allah berfirman, ‘Hamba-Ku telah mengagungkan-Ku’. Bila seorang hamba membaca, ‘Iyyāka na’budu wa iyyāka nasta’īn’, Allah berfirman, ‘Inilah bagian-Ku dan bagian hamba-Ku, sedangkan bagi hamba-Ku apa yang dia minta’. Saat seorang hamba membaca, ‘Ihdinaṣṣirāṭalmustaqīm, ṣirāṭal lażīna an’amta ‘alaihim gairil magḍūbi ‘alaihim walaḍḍāllīn’, Allah berfirman ‘Ini untuk hamba-Ku dan untuknya apa yang ia minta’.”

Takhrij Hadis

Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Muslim (395), Abu Dawud (821), Tirmiżī (2953), al-Nasā`i dalam al-Sunan (908), dan Ibnu Mājah (383, 3784).

Kandungan Hadis

  1. Disyariatkannya membaca surah al-Fātiḥah di dalam salat. Jumhur ulama berpendapat bahwa hal itu adalah wajib. Surah al-Fātiḥah tidak dapat diganti dengan surah yang lain bagi orang yang mampu membacanya. Olehnya, nabi menyebut salat tanpa al-Fātiḥah sebagai salat yang kurang alias tidak sempurna. Para ulama memahami bahwa ketidaksempurnaan yang dimaksud adalah batal atau tidak sahnya salat. Perlu diketahui, berbeda dengan jumhur, Imam Abu Hanifah berpandangan bahwa yang wajib adalah membaca ayat dari Al-Qur’[1]
  2. Salat yang dibagi di dalam hadis di atas adalah al-Fātiḥah, disebut sebagai salat karena salat tidak sah jika tidak membacanya bagi orang yang mampu. Penyebutan al-Fātiḥah sebagai salat juga senada dengan sabda beliau,

الْحَجُّ عَرَفَةُ

“Haji itu Arafah.”

Pembagian al-Fātiḥah yang dimaksud berupa pembagian maknanya, bagian pertama al-Fātiḥah berisi pujian dan pengagungan kepada Allah, sedang bagian kedua berisi permohonan dan untaian doa.

  1. Hadis ini dijadikan sebagai salah satu argumen para ulama yang berpandangan bahwa basmalah bukan bagian dari pada surah al-Fātiḥah. Inilah pendapat Imam Malik dan Imam Al-Auzā’ī. Imam al-Syāfi’ī dan Imam Aḥmad berpandangan bahwa basmalah adalah bagian dari surah al-Fātiḥah.[2]
  2. Al-Fātiḥah disebut sebagai Ummul Qur’ān karena al-Fātiḥah mencakup makna yang dikandung al-Fātiḥah secara global. [3]
  3. Abu Hurairah ditanya, “Bagaimana bila kami berada di belakang imam?” Beliau menjawab, “Bacalah al-Fātiḥah dengan suara lirih.” Di dalam riwayat lain, rawi yang bernama Abū al-Sā`ib mengatakan,

فَقُلْتُ : يَا أَبَا هُرَيْرَةَ إِنِّي أَكُونُ أَحْيَانًا وَرَاءَ الْإِمَامِ ، قَالَ : فَغَمَزَ ذِرَاعِي وَقَالَ : اقْرَأْ بِهَا يَا فَارِسِيُّ فِي نَفْسِكَ

“Aku berkata, ‘Wahai Abu Hurairah, saya terkadang (salat) di belakang imam’. Beliau pun mencubit lenganku seraya berkata, ‘Bacalah (al-Fātiḥah) wahai orang persia dengan lirih’.”[4] Maksudnya ialah dengan suara lirih yang dapat didengar oleh diri sendiri dalam suasana tenang.

  1. Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Muslim dari berbagai jalur, melalui jalur al-‘Alā` dari ayah beliau, Abdurrahman bin Ya’kūb, dari Abu Hurairah, juga dari ‘Alā` dari Abū al-Sā`ib dari Abū Hurairah. Imam Tirmizi mengatakan,

سَأَلْتُ أَبَا زُرْعَةَ عَنْ هَذَا الحَدِيثِ، فَقَالَ: كِلَا الحَدِيثَيْنِ صَحِيحٌ

“Saya bertanya kepada Abū Zur’ah tentang dua hadis ini, beliau pun berkata, ‘Kedua hadis ini sahih’.”[5] Yang dimaksud oleh Abū Zur’ah ialah dua jalur di atas.

 

Wallāhu a’lam.

 


Footnote:

[1] Lihat: Syarḥ Ṣaḥīḥ Muslim (4/77).

[2] Lihat: ‘Aun Al-Ma’būd (1/301).

[3] Lihat: Al-Mufhim (2/25).

[4] H.R. Abu Dawud (821).

[5] Lihat : Sunan Tirmizi (2953(

Artikel BAGIAN ALLAH DAN BAGIAN HAMBA DALAM AL-FĀTIḤAH pertama kali tampil pada MARKAZSUNNAH.COM | MENEBAR SUNNAH MENUAI HIKMAH.

]]>
https://markazsunnah.com/bagian-allah-dan-bagian-hamba-dalam-al-fati%e1%b8%a5ah/feed/ 0