HADIS KEDUA PULUH DUA: KEUTAMAAN MALAM LAILATULQADR

71
HADIS KEDUA PULUH DUA KEUTAMAAN MALAM LAILATULQADR
Perkiraan waktu baca: 3 menit

SERIAL PENJELASAN RINGKAS HADIS TENTANG PUASA(1)

Daftar Isi:

REDAKSI HADIS:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَالَ: مَنْ قَامَ لَيْلَةَ القَدْرِ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا، غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ (متفق عليه)

Dari Abu Hurairah raḍiyallāhu ’anhu, dia berkata, “Rasulullah ṣallallāhu ’alaihi wa sallam  bersabda, ‘Barang siapa yang menghidupkan (dengan ibadah dan ketaatan) malam lailatulqadr dengan (penuh) keimanan dan pengharapan (pahala), maka dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni’.” (H.R. Bukhari dan Muslim)

TAKHRIJ HADIS:

Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Bukhari dalam kitabnya, Ṣaḥīḥ al-Bukhārī, no. 1901 dan Muslim dalam kitabnya, Ṣaḥīḥ Muslim, no. 760.

BIOGRAFI SAHABAT PERAWI HADIS:

Silakan baca biografi perawi hadis melalui link berikut: https://markazsunnah.com/perawi-islam-abu-hurairah/ dan https://markazsunnah.com/perisai-bagi-abu-hurairah-radhiyallahu-anhu/ .

SYARAH HADIS:

Hadis di atas menunjukkan keutamaan lailatulqadr dan menghidupkan malam tersebut, sehingga barang siapa yang menghidupkan malam tersebut berlandaskan kepercayaan dan keimanan dengan janji Allah ta’ālā -yaitu pahala yang Allah sediakan bagi orang-orang yang menghidupkannya-, dan pengharapan pahala, maka dosa-dosanya akan diampuni.

Lailatulqadr adalah malam yang sangat agung, Allah ta’ālā yang telah memuliakannya dan menjadikannya lebih baik dari seribu bulan dari sisi keberkahannya dan keberkahan amal saleh padanya. Maksudnya adalah amal saleh yang dilakukan dalam lailatulqadr lebih baik daripada ibadah yang dilakukan selama seribu bulan -dengan kata lain (lamanya) sama dengan 83 tahun 4 bulan-.

Salah satu dari keberkahan dari malam lailatulqadr adalah Allah ta’ālā menurunkan Al-Qur’an pada malam tersebut.

Allah ta’ālā berfirman,

إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ (1) وَمَا أَدْرَاكَ مَا لَيْلَةُ الْقَدْرِ (2) لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ (3) تَنَزَّلُ الْمَلَائِكَةُ وَالرُّوحُ فِيهَا بِإِذْنِ رَبِّهِمْ مِنْ كُلِّ أَمْرٍ (4) سَلَامٌ هِيَ حَتَّى مَطْلَعِ الْفَجْرِ (5)

Baca juga:  HADIS LARANGAN ISTINJA DENGAN TANGAN KANAN

“Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al-Qur’an) pada malam kemuliaan. Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu? Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar.” (Q.S. al-Qadr: 1-5).

Imam Ibnu Kaṡīr raḥimahullāh adalah salah satu ulama dan imam Ilmu Tafsir, menafsirkan firman Allah ta’ālā dengan mengatakan bahwa kalimat “pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya” maknanya adalah banyak malaikat yang turun di malam kemuliaan ini karena berkahnya yang banyak. Para malaikat turun bersamaan dengan turunnya berkah dan rahmat, sebagaimana mereka pun turun ketika Al-Qur’an dibacakan dan mengelilingi halaqah-halaqah zikir serta meletakkan sayap mereka menaungi orang yang menuntut ilmu dengan benar karena menghormatinya.(2)

Pekataan Rasululullah ṣallalāhu ‘alaihi wa sallam lailatulqadr” memiliki dua makna,

  • Menunjukkan kemuliaan dan memiliki kedudukan yang tinggi, dimana penyandaran al-lail (malam) kepada al-qadr adalah penyandaran sesuatu kepada sifatnya, yang maknanya; malam yang mulia.
  • Menunjukkan pengurusan takdir setiap urusan manusia, dimana penyandaran al-lail (malam) kepada al-qadr adalah penyandaran sesuatu kepada hal yang meliputinya (pada saat itu), yang maknanya; pada malam itu, terjadi pengurusan takdir-takdir seluruh manusia yang akan dihadapi pada tahun tersebut. Sebagaimana firman Allah ta’ālā,

فِيهَا يُفْرَقُ كُلُّ أَمْرٍ حَكِيم

“Pada malam itu (lailatulqadr) dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah.” (Q.S. al-Dukhān: 4)

Qatādah raḥimahullāh berkata, “Pada malam itu, dijelaskan segala urusan (takdir) selama satu tahun.”(3)

Ibnu al-Qayyim raḥimahullāh berkata, “Ini adalah pendapat yang shahih (benar).”(4)

Żāhir pernyataan di atas menunjukkan bahwa tidak ada larangan untuk memakai dua makna tersebut (kemuliaan dan pengurusan takdir) pada malam itu, wallāhu a’lam.

Oleh karena itu, lailatulqadr adalah malam yang sangat agung, Allah ta’ālā yang telah memilihnya sebagai awal permulaan turunnya Al-Qur’an. Bagi seorang muslim hendaknya mengetahui keutamaan dan kedudukan malam ini, menghidupkannya dengan penuh iman dan pengharapan pahala-Nya, dan memperbanyak doa di setiap malam yang diharapkan padanya lailatulqadr.

Ibnu Kaṡīr raḥimahullāh berkata, “Disunahkan memperbanyak doa di seluruh waktu dan di bulan Ramadan lebih banyak lagi (dan sepuluh terakhir darinya), kemudian (doa) diperbanyak lagi di malam-malam ganjil dari sepuluh hari terakhir. Disunahkan memperbanyak dari doa ini,

Baca juga:  HADIS KE-28 AL-ARBA’IN: INIKAH NASIHAT PERPISAHAN?

اللَّهُمَّ إِنَّكَ عَفُوٌّ تُحِبُّ الْعَفْوَ فَاعْفُ عَنِّي

“Allāhumma innaka ‘afuwwun tuḥibbul ‘afwa fa’fu ‘annī (Ya Allah, sesungguhnya Engkau Maha Pemaaf, Engkau Mencintai Pemaafan, maka maafkanlah aku).”(5)  Wallāhu a’lam.

Ya Allah, sesungguhnya kami memohon ampunan dan terbebas dari masalah di dunia dan akhirat. Ya Allah, sesungguhnya kami memohon ampunan dan terbebas dari masalah dalam urusan agama, dunia, keluarga dan harta kami. Ya Allah, tutupilah aurat (aib) kami dan tenangkanlah kami dari rasa takut. Ya Allah, jagalah kami dari arah muka, belakang, kanan, kiri dan dari atas kami  dan kami berlindung dengan kebesaran-Mu, agar kami tidak dihancurkan dari bawah kami. Ya Allah, ampunilah kami, kedua orang tua kami, dan kaum muslimin. Amin.


Footnote:

(1) Disadur dari kitab Mukhtaāar Ahādīṡi alṢiyām, karya Syekh Abdullah bin Ṣāliḥ al-Fauzān afiahullāh dengan sedikit perubahan dan tambahan seperlunya.

(2) Tafsir Ibnu Kaṡīr (8/444)

(3) Diriwayatkan oleh Ibn Jarīr al-Ṭabarī dalam tafsirnya (25/65) dan al-Baihaqī dalam Faḍā’il al-Awqāt (hal. 216), sanadnya sahih.

(4) Syifa’ al-‘Alīl (hal. 42).

(5) Tafsir Ibn Kaīr (8/451). Hadis yang disebutkan oleh Ibn Katsir diriwayatkan oleh al-Tirmiżī (3513), al-Nasa’ī dalam al-Sunan al-Kubra (no. 7665), Ibnu Majah  (no. 3850) dan Ahmad (no. 25384) dari jalur Abdullah bin Buraidah dari Aisyah raḍiyallāhu anhā. Imam Tirmiżī mengatakan bahwa hadisnya hasan sahih, namun sebagian ulama menyebutkan ilat (cacat) hadis ini karena Abdullah bin Buraidah tidak pernah mendengar satu hadispun dari Aisyah raḍiyallāhu anhā sebagaimana yang diterangkan oleh al-Nasa’ī, al-Daraquṭnī dan al-Baihaqī. Hadis ini juga diriwayatkan oleh Nasai dari jalur Masruq dari Aisyah secara maukuf,  demikian pula diriwayatkan oleh Ibn Abī Syaibah dari jalur Syuraih bin Hani dari Aisyah secara maukuf.

Baca juga:  LARANGAN MEREMEHKAN AMALAN BAIK
Subscribe
Notify of
guest
0 Komentar
Inline Feedbacks
View all comments