BERSIWAK KETIKA BANGUN TIDUR DI MALAM HARI

785
BERSIWAK KETIKA BANGUN TIDUR DI MALAM HARI
BERSIWAK KETIKA BANGUN TIDUR DI MALAM HARI
Perkiraan waktu baca: 2 menit

 وَعَنْ حُذَيْفَةَ بْنِ الْيَمَانِ رَضِيَ الله عَنْهُ قَالَ: كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا قَامَ مِنَ اللَّيْلِ يَشُوْصُ فَاهُ بِالسِّوَاكِ. مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ. ويَشُوصُ بِمَعْنَى يَدْلُكُ، وَقِيْلَ: يَغْسِلُ، وَقِيْلَ: يُنَقِّي

Dari Huzaifah bin al-Yaman, beliau berkata, “Rasulullah ﷺ jika bangun di malam hari, menggosok mulutnya dengan siwak.” (Muttafaqun Alaihi) [1]

 وَلِلنَّسَائِيِّ عَن حُذَيْفَةَ قَالَ: كُنَّا نُؤْمَرُ بِالسِّوَاكِ إِذا قُمْنَا مِنْ اللَّيْل

Dan pada riwayat al-Nasaai dari Huzaifah, beliau berkata, “Kami diperintahkan untuk bersiwak jika bangun dari tidur malam.”[2]

 وَعَنْ أَبِي مُوسَى رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ: أَتَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَوَجَدْتُهُ يَسْتَنُّ بِسِواكٍ بِيَدِهِ، يَقُولُ: أُعْ أُعْ، والسِّواكُ فِي فِيهِ كَأَنَّهُ يَتَهَوَّعُ. لَفْظُ البُخَارِيِّ، وَلَفْظُ مُسْلِمٍ، دَخَلْتُ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَطَرَفُ السِّوَاكِ عَلَى لِسَانِهِ. حَسْبُ

Abu Musa radhiyallahu anhu berkata, “Saya menemui Nabi ﷺ dan saya mendapati beliau sedang bersiwak dengan kayu araak yang ada di tangannya, dan terdengar suara, ‘Uh, uh’, dan kayu siwak terus berada di mulutnya, suara tersebut seolah-olah seperti suara beliau akan muntah.” Lafal tersebut dari al-Bukhari, sedangkan lafal Muslim, “Saya masuk menemui Nabi ﷺ  dan ujung siwak berada di lisannya.”[3]

Daftar Isi:

Kosa kata hadis:

  1. (يَشُوصُ) yasyushu artinya adalah menggosok secara vertikal (dari atas ke bawah) atau mencuci, atau membersihkan.[4]
  2. Abu Musat, nama beliau adalah Abdullah bin Qais bin Sulaim bin Huddaar al-Asy’ari. Beliau lama bermukim di Basrah dan wafat pada tahun 44 hijriah, pada usia 63 tahun.[5]
  3. (التَّهَوُّعُ) adalah (التَّقَيُّؤُ) yaitu suara yang dikeluarkan seperti suara orang yang akan muntah, karena dilakukan dengan penuh mubalaghah (kuat dan sungguh-sungguh).[6]
Baca juga:  HADIS KRITERIA MEMILIH PASANGAN HIDUP

Makna hadis:

Hadis Huzaifah radhiyallahu anhu secara khusus menerangkan bahwa Nabi Muhammad ﷺ bersiwak ketika bangun dari tidurnya pada malam hari. Sedangkan hadis Abu Musa radhiyallahu anhu menceritakan bahwa beliau mendatangi Nabi Muhammad ﷺ, dan mendapatkan beliau sedang bersiwak dengan siwak yang basah, karena dengan lebih sempurna bersihnya, juga terasa lebih lembut di mulut. Lidah juga dibersihkan ketika bersiwak, di mana Rasulullah ﷺ melakukannya dengan kuat hingga seolah-olah beliau hendak muntah.[7]

Faedah dan istinbat dari hadis:

  1. Penekanan tentang disyariatkannya bersiwak ketika bangun di malam hari, dan alasan logisnya adalah karena tidur merupakan waktu di mana terjadi perubahan aroma pada mulut seseorang yang berasal dari dalam lambungnya, dan siwak adalah alat untuk membersihkannya. Olehnya, disunahkan pula bersiwak pada setiap kondisi jika aroma mulut menjadi tidak sedap.[8]
  2. Disyariatkannya menjaga kebersihan secara umum, karena menjaga kebersihan adalah sunah Nabi Muhammad ﷺ dan wujud adab yang mulia.[9]
  3. Siwak bukan sekadar sunah yang dicontohkan oleh Rasulullah ﷺ secara praktik, melainkan juga diperintahkan langsung oleh Nabi secara lisan kepada para sahabat.
  4. Hadis tersebut menunjukkan bahwa bersiwak bukan hanya pada gigi saja, melainkan juga termasuk membersihkan lidah.
  5. Bersiwak termasuk kategori menyempurnakan kebersihan dan menghadirkan aroma yang baik dan bukan termasuk kategori membersihkan kotoran karena Nabi Muhammad ﷺ melakukannya secara terang-terangan di hadapan orang-orang.[10]

 


Footnote:

[1] H.R. Al-Bukhari (245) dan Muslim (255).

[2] H.R. An-Nasaai (1623).

[3] H.R. Al-Bukhari (244) dan Muslim (254).

[4] Ibnu Batthal. Op. Cit. Jilid 1, hlm. 364.

[5] Ibnu Abdil Barr. Al-Isti’aab fii Ma’rifatil Ashaab. Jilid 4, hlm 1764.

Baca juga:  TIDAK MEMBAWA BENDA BERTULISKAN LAFAL ALLAH TA’ALA

[6] Ibnu Hajar. Fathul Baari Syarhu Shahihil Bukhari. Jilid. 1, hlm. 356.

[7] Abdullah bin Shalih al-Bassam. Op. Cit. Jilid. 1, hlm. 49.

[8] As-Syaukani. Nailul Authar. Jilid 1 , hlm. 137.

[9] Ibid.

[10] Ibnu Hajar. Fathul Baari Syarhu Shahihil Bukhari. Jilid. 1, hlm. 356.

Subscribe
Notify of
guest
0 Komentar
Inline Feedbacks
View all comments