HADIS KE-5 AL-ARBAIN: BERAMAL NAMUN TERTOLAK, MENGAPA?

5395
BERAMAL NAMUN TERTOLAK MENGAPA 1
BERAMAL NAMUN TERTOLAK MENGAPA 1
Perkiraan waktu baca: 2 menit

Masuk surga. Inilah cita-cita terbesar setiap orang beriman. Namun cita-cita untuk masuk surga harus dibarengi dengan ikhtiar yang benar. Allah menjadikan amal perbuatan sebagai sebab dimasukkannya seorang hamba ke dalam surga. Allah berfirman,

وَتِلْكَ الْجَنَّةُ الَّتِيْٓ اُوْرِثْتُمُوْهَا بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُوْنَ

Dan itulah surga yang diwariskan kepada kamu disebabkan amal perbuatan yang telah kamu kerjakan.” (Surah al-Zukhruf/43:72)

Namun, ternyata tidak semua amal perbuatan itu diterima. Ada amal perbuatan yang ditolak. Mengapa? Hadis yang diriwayatkan oleh Ummu ‘Abdillāh,(1)Aisyah radhiyallāhu ‘anhā, berikut ini akan menjawabnya.  Rasulullah bersabda,

مَنْ أَحْدَثَ فِيْ أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ  رواه البخاري ومسلم. وفي رواية لمسلم: مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ

Barangsiapa mengada-ngadakan sesuatu yang baru dalam perkara (agama) kami, dan tidak ada (dalil) dari perkara (agama) ini, maka hal itu tertolak.” (H.R. Bukhari dan Muslim)

Dalam riwayat Muslim, “Barangsiapa mengamalkan suatu perkara yang tidak kami perintahkan, maka ia tertolak.”

Hadis ini merupakan prinsip penting dalam agama Islam. Al-Thūfi mengatakan, “Hadis ini cocok disebut sebagai separuh dalil syariat.”(2) Syekh Manshur al-Ṣuq’ūb berkata, “Segala amal yang ditujukan untuk ibadah kepada Allah dan mendekatkan diri kepada-Nya membutuhkan dalil. Jika ada dalilnya dari Al-Qur’an dan al-Sunnah maka dikerjakan. Jika tidak maka ia akan tertolak. Tidak cukup dikatakan bahwa itu adalah amalan baik. Aku mendekatkan diri kepada Allah dengan amal tersebut….”(3)

Contohnya, jika ada orang yang sengaja mencukur kepalanya bukan dalam rangka ibadah haji dan umrah dengan niat mendekatkan diri kepada Allah, maka amalan itu tertolak. Contoh lainnya adalah orang yang sengaja mengkhususkan malam-malam tertentu untuk mengamalkan ritual ibadah yang tidak ada petunjuknya. Contoh lainnya juga adalah orang yang pergi menunaikan haji namun bukan pada bulan-bulan haji (musim haji). Ibadah hajinya tersebut tidak disyariatkan. Jika ia mengerjakannya maka hajinya tertolak dan tidak sah.

Baca juga:  HADIS LIMA JENIS FITRAH

Adapun permasalahan-permasalahan baru yang bersumber dari permasalahan-permasalahan pokok yang dijelaskan oleh sunah Rasulullah shallallāhu ‘alaihi wa sallam, maka tidak termasuk di dalam hadis ini. Contohnya adalah pembukuan Al-Qur’an dan mazhab-mazhab yang dibangun di atas pemikiran para ulama ahli fikih yang membangun permasalahan-permasalahan furu’ dari permasalahan pokok (ushūl).(4)

Konteks hadis ini menunjukkan bahwa siapa saja yang mengamalkan suatu amalan sesuai perintah dari Allah dan rasul-Nya maka tidak tertolak dari sisi ini. Namun, bisa saja amalan seorang hamba tertolak padahal telah sesuai dengan perintah Allah dan rasul-Nya secara lahir. Orang yang megerjakan salat sesuai tuntunan Nabi shallallāhu ‘alaihi wa sallam dengan memperhatikan syarat, rukun, kewajiban dan seluruh sunnahnya namun ia mengerjakan itu semua dengan penuh riya, maka salatnya tertolak.

Semoga Allah memberikan taufik-Nya untuk menjalankan segala perintah-Nya. Amin.


Footnote:

(1) Ibunda Aisyah diberi kuniyah oleh Rasulullah shallallāhu ‘alaihi wasallam dengan sebutan Ummu ‘Abdillāh. Kunyah (kun-yah) atau Kuniyah adalah panggilan lain bagi seseorang selain gelar dan nama. Biasanya diawali dengan kata abu, ummu, akhu, ukhtu, ‘ammu, ammah, khāl, dan khālah. Jika awalannya adalah abu atau ummu biasanya digandengkan dengan nama anak tertua. Disebutkan sebagai bentuk penghormatan. (Lihat: al-Mu’jam al-Wasīth). Ibunda ‘Aisyah tidak memiliki anak. Disebutkan dalam beberapa riwayat bahwa kunyah ini diambil dari nama keponakannya yang merupakan anak dari Asma’, saudari ‘Āisyah. (Lihat riwayat Bukhari dalam al-Adab al-Mufrad no. 850 dan Ibnu Sa’d dalam al-Thabaqāt (2/66)).

(2) Al-Ta’yīn Fi Syarh al-Arbaīn.

(3) Al-Hulal al-Bāhiyah, hal 63

(4) Lihat : Syarh al-Arba’īn al-Nawawiyyah karangan Ibnu Daqīq al-Īd hal. 49.

Subscribe
Notify of
guest
0 Komentar
Inline Feedbacks
View all comments