Umar Zaki Giffari Mansur, Lc., Pengarang di MARKAZSUNNAH.COM | MENEBAR SUNNAH MENUAI HIKMAH https://markazsunnah.com/author/umar-zaki-giffari-mansur/ Mon, 10 Mar 2025 10:10:29 +0000 id hourly 1 https://wordpress.org/?v=6.8.1 SYARAH RINGKAS DUA PULUH HADIS SEPUTAR RAMADAN (BAGIAN PERTAMA) https://markazsunnah.com/syarah-ringkas-dua-puluh-hadis-seputar-ramadan-bagian-pertama/ https://markazsunnah.com/syarah-ringkas-dua-puluh-hadis-seputar-ramadan-bagian-pertama/#respond Mon, 10 Mar 2025 10:10:29 +0000 https://markazsunnah.com/?p=7660 SYARAH RINGKAS DUA PULUH HADIS SEPUTAR RAMADAN[1] (BAGIAN PERTAMA) HADIS PERTAMA: Redaksi Hadis: عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ عَنِ النّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: إِذَا كَانَ يَوْمُ صَوْمِ أَحَدِكُمْ ‌فَلَا ‌يَرْفُثْ ‌وَلَا ‌يَصْخَبْ، فَإِنْ سَابَّهُ أَحَدٌ أَوْ قَاتَلَهُ فَلْيَقُلْ: إِنِّي امْرُؤٌ صَائِمٌ. رواه البخاري. Artinya: Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu, dari Nabi shallallahu […]

Artikel SYARAH RINGKAS DUA PULUH HADIS SEPUTAR RAMADAN (BAGIAN PERTAMA) pertama kali tampil pada MARKAZSUNNAH.COM | MENEBAR SUNNAH MENUAI HIKMAH.

]]>
SYARAH RINGKAS DUA PULUH HADIS SEPUTAR RAMADAN[1] (BAGIAN PERTAMA)

HADIS PERTAMA:

Redaksi Hadis:

عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ عَنِ النّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: إِذَا كَانَ يَوْمُ صَوْمِ أَحَدِكُمْ ‌فَلَا ‌يَرْفُثْ ‌وَلَا ‌يَصْخَبْ، فَإِنْ سَابَّهُ أَحَدٌ أَوْ قَاتَلَهُ فَلْيَقُلْ: إِنِّي امْرُؤٌ صَائِمٌ. رواه البخاري.

Artinya: Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu, dari Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda, “Apabila suatu hari seorang dari kalian sedang melaksanakan puasa, maka jangan berkata rafats dan jangan (berperilaku) bodoh. Kalau ada seseorang yang mencelanya dan mengajaknya berkelahi, maka katakan, ‘Sesungguhnya saya sedang berpuasa.” (H.R. Al-Bukhari).

Takhrij Hadis:

Hadis ini diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari dalam kitabnya al-Shahih; kitab al-Shaum, bab Apakah Dia Berkata Saya Puasa Apabila Dia Dicela, no. 1904.

Syarah Hadis:

“Apabila suatu hari seorang dari kalian sedang melaksanakan puasa, maka jangan berkata rafats dan jangan (berperilaku) bodoh….” apabila diantara kalian sedang berpuasa, maka jangan berkata rafats yaitu perkataan jorok lagi keji, dan jangan mengangkat suara disebabkan karena perdebatan dan permusuhan.

“…Kalau ada seseorang yang mencelanya dan mengajaknya berkelahi, maka katakan ‘Sesungguhnya saya sedang berpuasa.” Apabila ada seseorang yang hendak mencelanya atau ingin berkelahi dengannya, maka katakanlah dengan lisannya, “sesungguhnya saya sedang berpuasa,” agar orang yang mencelanya berhenti untuk berseteru dengannya, atau (dia mengucapkannya) dengan hatinya (kepada dirinya sendiri), agar dia dapat menahan dirinya dari berseteru dengan orang yang mengejeknya itu. Demi menjaga kehormatan puasa tersebut, agar puasanya tidak rusak dan pahalanya tak berkurang.

HADIS KEDUA:

Redaksi Hadis:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، رَضِيَ اللهُ عَنْهُ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قالَ: يَقُولُ اللَّهُ عز وجل: الصَّوْمُ لِي وَأَنَا أَجْزِي بِهِ؛ ‌يَدَعُ ‌شَهْوَتَهُ وَأَكْلَهُ وَشُرْبَهُ مِنْ أَجْلِي. رواه البخاري.

Artinya: Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu, dari Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda,  “Allah berfirman, “Puasa itu untuk-Ku dan Aku yang akan membalasnya. Orang yang berpuasa telah meninggalkan syahwatnya, makanannya, dan minumnya karena diri-Ku.” (H.R. Al-Bukhari).

Takhrij Hadis:

Hadis ini diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari dalam kitabnya al-Shahih; kitab al-Tauhid, bab Firman Allah Ta’ala “Yurīdūna an Yubaddilū Kalāmallah”, no. 7492.

Syarah Hadis:

“Puasa itu untuk-Ku dan Aku yang akan membalasnya…” Sesungguhnya kedudukan puasa dan kadar balasannya tidak ada yang mengetahuinya kecuali Allah azza wajalla, hanya Allah yang membalas hamba-hambaNya atas ibadah puasanya tersebut, bahkan para malaikat pun tidak mengetahui kadar pahala (balasan) puasa yang Allah azza wajalla berikan kepada hamba tersebut sampai dia menulisnya. Sesungguhnya Allah azza wajalla sendiri yang langsung menjamin untuk balasan orang-orang berpuasa, disebabkan agungnya dan istimewanya kedudukan ibadah puasa di sisi Allah Ta’ala.

“Orang yang berpuasa meninggalkan syahwatnya, makanannya, dan minumnya karena diri-Ku” Ketika berpuasa, seorang hamba meninggalkan syahwat kemaluannya, dan syahwat perutnya (makanan dan minuman), dia tidak meninggalkan semuanya itu kecuali ikhlas karena Allah semata, oleh karenanya Allah azza wajalla yang langsung menjamin besarnya pahala yang didapatkan orang-orang berpuasa.

HADIS KETIGA:

Redaksi Hadis:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، رَضِيَ اللهُ عَنْهُ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قالَ: الصَّوْمُ جُنَّةٌ، وَلِلصَّائِمِ فَرْحَتَانِ: فَرْحَةٌ حِينَ يُفْطِرُ، ‌وَفَرْحَةٌ ‌حِينَ ‌يَلْقَى ‌رَبَّهُ. رواه البخاري.

Artinya: Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu, dari Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda,  “Puasa adalah tameng. Bagi orang yang berpuasa itu dua kegembiraan. Kegembiraan ketika berbuka, dan kegembiraan ketika bertemu dengan Tuhannya.” .” )HR. Al-Bukhari)

Takhrij Hadis:

Hadis ini diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari dalam kitabnya al-Shahih; kitab al-Tauhid, bab Firman Allah Ta’ala “Yurīdūna an Yubaddilū Kalāmallah”, no. 7492.

Syarah Hadis:

“Puasa adalah tameng…” Disebutkan demikian, karena puasa adalah pelindung dari maksiat dan api neraka, karena puasa menahan diri dari syahwat, sedangkan neraka dikelilingi oleh syahwat.

“….orang yang berpuasa itu dua kegembiraan. Kegembiraan ketika berbuka, dan kegembiraan ketika bertemu dengan Tuhannya.” Bahwa orang yang berpuasa mendapatkan kegembiraan dan kesenangan di dua keadaan;

  1. Saat dia berbuka puasa, seorang hamba bergembira dengan berbuka puasa sebab telah hilang rasa lapar dan dahaganya, dan telah selesai ibadah yang dia lakukan karena telah menyempurnakan puasanya.
  2. Saat di bertemu dengan Tuhannya; Allah Ta’ala. Allah Ta’ala membalas puasanya dengan pahala yang sangat besar, maka seorang hamba bergembira dengan pahala puasa yang dia dapatkan.

HADIS KEEMPAT:

Redaksi Hadis:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: لَخُلُوْفُ ‌فَمِ ‌الصَّائِمِ أَطْيَبُ عِنْدَ اللَّهِ تَعالَى مِنْ رِيحِ الْمِسْك. رواه البخاري.

Artinya: Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu, dari Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda,  “Sesungguhnya bau mulut orang yang berpuasa itu lebih wangi di sisi Allah berbanding bau kasturi.” )H.R. Al-Bukhari)

Takhrij Hadis:

Hadis ini diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari dalam kitabnya al-Shahih; kitab al-Shaum, bab Keutamaan Saum, no. 1894.

Syarah Hadis:

“Sesungguhnya bau mulut orang yang berpuasa itu lebih wangi di sisi Allah berbanding bau kasturi.”

Khuluf yang dimaksud dalam hadis adalah berubahnya bau mulut orang yang berpuasa, disebabkan kosongnya lambung dari makanan.

 “…..lebih wangi di sisi Allah berbanding bau kasturi.” maknanya adalah (bau mulut orang berpuasa) lebih wangi, lebih mulia dan lebih indah di sisi Allah Ta’ala di Hari Kiamat dibandingkan bau kasturi yang ada pada manusia, kedekatannya kepada Allah lebih dekat dibandingkan kedekatan bau kasturi kepada manusia, disebutkan demikian karena boleh saja orang lain menghindar dari orang berpuasa karena bau mulutnya yang tidak sedap, maka di sisi Allah bau ini lebih wangi dan lebih mulia dibandingkan bau kasturi; karena orang berpuasa telah meninggalkan makanannya dan minumnya sebagai bentuk ibadah kepada Allah Ta’ala, maka Allah membalasnya sesuai jenis amalannya. Maka, Allah jadikan bau mulut orang yang berpuasa lebih wangi berbanding bau kasturi di Hari Kiamat.

HADIS KELIMA:

Redaksi Hadis:

عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا: أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لِأُمِّ سِنَانٍ الْأَنْصَارِيَّةِ: مَا مَنَعَكِ أَنْ تَحُجِّي مَعَنَا؟ … ‌فَإِذَا ‌جَاءَ ‌رَمَضَانُ فَاعْتَمِرِي، فَإِنَّ عُمْرَةً فِيهِ تَعْدِلُ حَجَّةً. رواه مسلم.

Artinya: Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bertanya kepada Ummu Sinan Al-Anshariyah “Apa alasanmu sehingga tidak ikut berhaji bersama kami?……“Jika Ramadhan tiba, berumrahlah saat itu karena umrah Ramadan senilai dengan haji.” (H.R. Muslim).

Takhrij Hadis:

Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam kitabnya al-Shahih; kitab al-Hajj, bab Keutamaan Umrah di Bulan Ramadan, no. 1256.

Syarah Hadis:

“Jika Ramadan tiba, berumrahlah saat itu karena umrah Ramadan senilai dengan haji.” bahwasanya pahala umrah yang dilaksanakan di bulan Ramadhan senilai dengan pahala haji, bukan berarti bahwa umrah di bulan Ramadan menggugurkan kewajiban haji, umrah di bulan Ramadan pahalanya bertambah dan senilai dengan pahala dan keutamaan haji saja.

Hadis ini mengandung motivasi dari Rasulullah shallallahu alaihi wasallam kepada umatnya untuk berumrah di bulan Ramadan, karena Ramadan adalah bulan ibadah; di dalamnya segala bentuk taqarrub dan ketaatan kepada Allah dilakukan, diantaranya adalah ibadah umrah.

HADIS KEENAM:

Redaksi Hadis:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ: ‌مَنْ ‌صامَ ‌رَمَضانَ ‌إِيمانًا واحْتِسابًا، غُفِرَ لَهُ ما تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ. رواه البخاري.

Artinya: Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu, dari Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda,  “Barangsiapa berpuasa Ramadan atas dasar iman dan mengharap pahala dari Allah, maka dosanya yang telah lalu akan diampuni .” (H.R. Al-Bukhari).

Takhrij Hadis:

Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari dalam kitabnya al-Shahih; kitab al-Iman, bab Puasa Ramadan dengan Ikhlas Bagian Keimanan, no. 38.

Syarah Hadis:

“Barangsiapa berpuasa Ramadhan atas dasar iman dan mengharap pahala dari Allah, maka dosanya yang telah lalu akan diampuni. “ Tidaklah seorang mukmin berpuasa di Bulan Ramadan atas dasar iman kepada Allah dan keyakinan penuh bahwa puasa Ramahan itu adalah kewajiban yang Allah wajibkan kepada manusia, dan mengharap bahwa Allahlah yang akan memberikan pahala atas puasanya di bulan ini dengan pahala yang besar, serta membenarkan tentang kebenaran janji Allah untuk orang yang berpuasa di bulan ini, kecuali Allah mengampuni segala dosa dan kesalahan yang telah dia lakukan.

HADIS KETUJUH:

Redaksi Hadis:

عَنْ سَهْلِ بْنِ سَعْدٍ رضي الله عنه: أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم قالَ: لا يَزالُ النَّاسُ بِخَيْرٍ ‌ما ‌عَجَّلُوا ‌الْفِطْرَ. رواه البخاري.

Artinya: Dari Sahl bin Sa’ad radhiyallahu anhu, dari Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, “Manusia senantiasa berada dalam kebaikan selama mereka menyegerakan berbuka puasa.” (HR. Al-Bukhari).

Takhrij Hadis:

Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari dalam kitabnya al-Shahih; kitab al-Shaum, bab Menyegerakan Buka Puasa, no. 1957.

Syarah Hadis:

“Manusia senantiasa berada dalam kebaikan selama mereka menyegerakan berbuka puasa.” Kaum Muslimin senantiasa selalu berada dalam kebaikan, kebenaran dan petunjuk dari Allah, berdiri diatas batas-batas-Nya, tidak mengubahnya, berpegah teguh terhadap sunah nabi mereka shallallahu alaihi wasallam, selama mereka menyegerakan berbuka puasa saat matahari telah tenggelam tanpa menunda atau mengakhirkannya hingga setelah matahari terbenam.

Kenapa demikian? Karena di dalam hal ini, perintah untuk bersegera menerima keringanan yang Allah berikan kepada umat-Nya dan mengikuti petunjuk Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam.

HADIS KEDELAPAN:

Redaksi Hadis:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه أَنَّ رَسُولَ اللهِ صلى الله عليه وسلم قال: الصَّلَوَاتُ الْخَمْسُ، وَالْجُمْعَةُ إِلَى الْجُمْعَةِ، وَرَمَضَانُ إِلَى رَمَضَانَ، مُكَفِّرَاتٌ مَا بَيْنَهُنَّ ‌إِذَا ‌اجْتَنَبَ ‌الْكَبَائِرَ. رواه مسلم.

Artinya: Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu, dari Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda,  “Antara salat yang lima waktu, antara Jumat yang satu dan Jumat berikutnya, antara Ramadan yang satu dan Ramadan berikutnya, (di antara amalan-amalan tersebut) akan diampuni dosa-dosa selama seseorang menjauhi dosa-dosa besar “.)H.R. Muslim)

Takhrij Hadis:

Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam kitabnya al-Shahih; kitab al-Thaharah, bab Penghapus-Penghapus Dosa di antara Keduanya Apabila Dosa Besar Ditinggalkan, no. 233.

Syarah Hadis:

“Antara shalat yang lima waktu..” antara tiap shalat ke shalat berikutnya.

“…Jumat yang satu dan Jumat berikutnya…” , antara salat Jumat yang satu ke salat Jumat berikutnya.

“…. Ramadan ke Ramadan…” antara puasa Ramadan yang satu dan puasa Ramadan berikutnya.

“….. akan diampuni dosa-dosa selama seseorang menjauhi dosa-dosa besar…” di antara waktu-waktu tersebut Allah akan mengampuni dosa-dosa kecil dari hamba-hamba-Nya yang beriman, dengan syarat selama seorang hamba tersebut tidak melakukan dosa-dosa besar.

Maksud dosa besar adalah setiap dosa yang disebutkan dalam Al-Qur’an, Sunah, dan Ijmak (kesepakatan) para ulama bahwa itu sebagai dosa besar, atau disebutkan bagi pelakunya siksaan yang amat keras di akhirat dan dikenai hukuman had di dunia atau adanya murka yang sangat keras terhadap pelakunya atau terkena laknat. Sebagian Ulama menyebutkan, “dosa besar adalah setiap perbuatan dosa yang dimana syariat dengan sangat tegas dan keras melarangnya dan memperbesar urusannya.”

HADIS KESEMBILAN:

Redaksi Hadis:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه أَنَّ رَسُولَ اللهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ: إِذَا جَاءَ رَمَضَانُ فُتِّحَتْ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ، وَغُلِّقَتْ أَبْوَابُ النَّارِ، ‌وَصُفِّدَتِ ‌الشَّيَاطِينُ. رواه مسلم.

Artinya: Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu, dari Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, “Jika telah datang bulan Ramadan, pintu-pintu surga dibuka, pintu-pintu neraka ditutup, dan setan-setan dibelenggu” (H.R. Muslim)

Takhrij Hadis:

Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam kitabnya al-Shahih; kitab al-Shiyam, bab Keutamaan Bulan Ramadan, no. 1079.

Syarah Hadis:

“Jika telah datang bulan Ramadan, pintu-pintu surga dibuka…” jika telah masuk bulan Ramadan, pintu-pintu surga dibuka dan rahmat-rahmat diturunkan; dikarenakan pintu-pintu ketaatan pada bulan tersebut Allah bukakan untuk hamba-hamba-Nya, (yang dimana) Allah tidak buka di selain bulan Ramadan seperti puasa, salat tarawih, dan kebaikan-kebaikan lainnya dan seluruh amal kebaikan ini menjadi sebab masuk surga.

 “….pintu-pintu neraka ditutup,…” pintu-pintu neraka Jahanam ditutup secara nyata dan sesungguhnya hal ini menjadi pendorong untuk meninggalkan perbuatan dosa dan menjauhi segala syahwat duniawi.

“…. dan setan-setan dibelenggu.” setan-setan pada bulan Ramadan diikat dan dibelenggu dengan rantai, tidak dibiarkan lepas melakukan kerusakan-kerusakan dan menggoda manusia seperti di bulan-bulan selain Ramadan.”

HADIS KESEPULUH

Redaksi Hadis:

عَنْ أَنَسِ بْنِ مالِكٍ رضي الله عنه، قالَ: قالَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم: تَسَحَّرُوا؛ فَإِنَّ ‌فِي ‌السَّحُورِ ‌بَرَكَةً. رواه البخاري.

Artinya: Dari Anas bin Malik radliallahu anhu berkata Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda, “Bersahurlah kalian, karena di dalam sahur ada keberkahan”. (H.R. Al-Bukhari)

Takhrij Hadis:

Hadis ini diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari dalam kitabnya al-Shahih; kitab al-Shaum, bab Keberkahan Sahur, no. 1923.

Syarah Hadis:

“Bersahurlah kalian…” makan sahurlah kalian, yaitu makanan yang dikonsumsi di waktu sahur sebelum terbitnya fajar sadik.

“…karena di dalam sahur ada keberkahan” di dalamnya ada tambahan barakah dan kebaikan.

Keberkahan yang terdapat dalam sahur sifatnya zahir dan maknawi;

  1. Keberkahan yang sifatnya zahir (yang terasa) adalah memberikan tenaga dan kekuatan kepada orang yang berpuasa selama puasa di siang harinya dan
  2. Keberkahan yang sifatnya maknawi adalah mengikuti petunjuk Nabi Muhamad shallallahu alaihi wasallam. Seseorang dengan mengikuti petunjuk dan sunah Rasulullah shallallahu alaihi wasallam akan memperoleh keberkahan di dunia dan pahala di akhirat.

Footnote:

[1] Diterjemahkan dari ebook yang berjudul “Ahadits Ramadhan Ma’a Syarhiha” dan diterbitkan oleh www.dorar.net.

Artikel SYARAH RINGKAS DUA PULUH HADIS SEPUTAR RAMADAN (BAGIAN PERTAMA) pertama kali tampil pada MARKAZSUNNAH.COM | MENEBAR SUNNAH MENUAI HIKMAH.

]]>
https://markazsunnah.com/syarah-ringkas-dua-puluh-hadis-seputar-ramadan-bagian-pertama/feed/ 0
48 FAEDAH TERKAIT SALAT MALAM DAN TARAWIH https://markazsunnah.com/48-faedah-terkait-salat-malam-dan-tarawih/ https://markazsunnah.com/48-faedah-terkait-salat-malam-dan-tarawih/#respond Mon, 10 Apr 2023 22:30:47 +0000 https://markazsunnah.com/?p=6141 بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله. أما بعد Segala Puji dan Syukur bagi Allah ﷻ atas nikmat dan karunia-Nya, Selawat dan Salam tercurahkan kepada baginda Rasulullah ﷺ serta kepada keluarga dan sahabatnya. Berikut ini adalah faedah dan rangkuman yang mengumpulkan tentang Qiyamulail (Salat Malam) dan Salat Tarawih, kami berharap semoga […]

Artikel 48 FAEDAH TERKAIT SALAT MALAM DAN TARAWIH pertama kali tampil pada MARKAZSUNNAH.COM | MENEBAR SUNNAH MENUAI HIKMAH.

]]>
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم

الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله. أما بعد

Segala Puji dan Syukur bagi Allah ﷻ atas nikmat dan karunia-Nya, Selawat dan Salam tercurahkan kepada baginda Rasulullah ﷺ serta kepada keluarga dan sahabatnya.

Berikut ini adalah faedah dan rangkuman yang mengumpulkan tentang Qiyamulail (Salat Malam) dan Salat Tarawih, kami berharap semoga tulisan ini bermanfaat bagi kaum Muslimin dan semoga Allah membalas kebaikan setiap individu yang berpartisipasi dan membantu dalam proses penulisan hingga publikasi tulisan ini. Amin.

  1. Qiyamulail adalah salat yang dikerjakan di malam hari, baik itu dilakukan sebelum tidur atau setelahnya.

Tahajjud; adalah salat di malam hari setelah tidur, disebutkan (di dalam bahasa arab) “هجد الرجلhajadar-rojulu, jika tidur di malam hari. Dan” هجد hajada” jika salat di malam hari. Dan “ المتهجدal-mutahajjid adalah orang yang melaksanakan salat setelah tidur.

  1. Hukum Qiyamulail adalah Sunnah Muakkadah (sangat ditekankan) dengan Dalil dari Al-Qur’an, Hadis Sahih, dan Ijmak Umat.

Allah ﷻ berfirman, menjelaskan sifat ‘ibadurrahman (Hamba Allah):

والذين يَبِيتُونَ لِرَبِّهِمْ سُجَّدًا وَقِيَٰمًا

Artinya: “Dan orang yang melalui malam hari dengan bersujud dan berdiri untuk Tuhan mereka” (QS.Al-Furqon 64)

Allah ﷻ juga memuji hamba-hambanya yang bertakwa dengan firman-Nya

إِنَّ الْمُتَّقِينَ فِي جَنَّاتٍ وَعُيُونٍ (15) آَخِذِينَ مَا آَتَاهُمْ رَبُّهُمْ إِنَّهُمْ كَانُوا قَبْلَ ذَلِكَ مُحْسِنِينَ (16) كَانُوا قَلِيلًا مِنَ اللَّيْلِ مَا يَهْجَعُونَ (17) وَبِالْأَسْحَارِ هُمْ يَسْتَغْفِرُون (18)

Artinya: “15. Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa itu berada dalam taman-taman (surga) dan mata air-mata air 16. sambil menerima segala pemberian Rabb mereka. Sesungguhnya mereka sebelum itu di dunia adalah orang-orang yang berbuat kebaikan 17. Di dunia mereka sedikit sekali tidur di waktu malam. 18. Dan selalu memohonkan ampunan di waktu pagi sebelum fajar.” (QS. Ad-Dzariyat 15-18)

Allah ﷻ berfirman:

تَتَجَافَىٰ جُنُوبُهُمْ عَنِ المضاجع يَدْعُونَ رَبَّهُمْ خَوْفًا وَطَمَعًا وَمِمَّا رَزَقْنَٰهُمْ يُنفِقُونَ (16) فَلَا تَعْلَمُ نَفْسٌ مَّآ أُخْفِىَ لَهُم مِّن قُرَّةِ أَعْيُنٍ جَزَآءًۢ بِمَا كَانُوا۟ يَعْمَلُونَ (17)

Artinya: “16. Lambung mereka jauh dari tempat tidurnya dan mereka selalu berdoa kepada Rabbnya dengan penuh rasa takut dan harap, serta mereka menafkahkan rezeki yang Kami berikan. 17. Tak seorang pun mengetahui berbagai nikmat yang menanti, yang indah dipandang sebagai balasan bagi mereka, atas apa yang mereka kerjakan.” (QS. As-Sajdah 16-17).

Ayat yang menjelaskan tentang ini di dalam Al-Quran sangat banyak.

Rasulullah ﷺ bersabda:

أفضلُ الصيامِ بعدَ رمضانَ شهرُ اللهِ المحرَّمُ، وأفضلُ الصلاةِ بعدَ الفريضةِ صلاةُ الليل

Artinya: “Puasa yang paling utama setelah (puasa) Ramadhan adalah puasa pada bulan Allah – Muharram. Sementara salat yang paling utama setelah salat wajib adalah salat malam.” (HR. Muslim)

  1. Qiyamulail adalah salat yang paling utama setelah salat wajib secara mutlak menurut pendapat sebagian Ulama

Dalilnya adalah hadis Rasulullah ﷺ yang disebutkan sebelumnya, namun pendapat ini berlawanan dengan pendapat mayoritas Ulama; yang berpendapat bahwa salat malam adalah salat yang paling utama setelah salat wajib dan salat sunah rawatib. Mayoritas ulama memaknai kata (afdal) dalam hadis tersebut bila dibandingkan dengan salat sunah mutlak bukan dengan salat sunah rawatib.

Salat sunah di malam hari lebih afdal daripada salat sunah di siang hari, dan istigfar di waktu sahur lebih utama daripada di waktu yang lain.

  1. Qiyamulail merupakan salah satu sebab masuk surga dan diangkatnya derajat seseorang di dalamnya

Rasulullah ﷺ bersabda:

إنَّ في الجنَّةِ غُرفًا تُرَى ظُهورُها من بطونِها وبطونُها من ظُهورِها فقامَ أعرابيٌّ فقالَ لمن هيَ يا رسولَ اللَّهِ فقالَ لمن أطابَ الكلامَ وأطعمَ الطَّعامَ وأدامَ الصِّيامَ وصلَّى باللَّيلِ والنَّاسُ نيامٌ

Artinya: “Sesungguhnya di surga terdapat kamar yang luarnya dapat terlihat dari dalamnya dan dalamnya dapat terlihat dari luarnya.” Kemudian ada seorang badui berdiri lantas bertanya, “Kepada siapa (kamar tersebut) wahai Rasulullah?” Beliau bersabda, “Bagi orang yang berkata baik, memberi makan (di antaranya lewat zakat, pen), rajin berpuasa, dan mengerjakan salat karena Allah di malam hari di saat manusia sedang terlelap tidur.” (HR. At-Tirmizi dan dihasankan oleh Syekh Al-Bani)

Salah satu hal yang pertama kali disampaikan oleh Nabi Muhammad ﷺ ketika tiba di kota Madinah adalah anjuran salat malam, beliau bersabda,

أيُّها الناسُ أفْشوا السَّلامَ، وأَطعِموا الطَّعامَ، وصَلوا باللَّيلِ والناسُ نيامٌ، تَدْخُلوا الجَنَّةَ بسَلامٍ

Artinya; “Wahai manusia! Sebarkanlah salam, berilah makan, sambunglah silaturahmi, dan salatlah di malam hari ketika orang lain sedang tidur, niscaya kalian akan masuk Surga dengan selamat.” (HR. At-Tarmidzi dan Ibnu Majah)

  1. Qiyamulail salah satu sebab yang menyelamatkan diri dari Azab Neraka

Disebutkan dalam kisah mimpi Sahabat Abdullah bin Umar radhiyallahu anhuma

أنه رأى ملكين أخذاه فذهبا به إلى النار فَجَعَل يقُولُ: أعُوذُ باللَّهِ مِنَ النَّارِ، يقول: فَلَقِيَنَا مَلَكٌ آخَرُ فَقالَ لِي: لَمْ تُرَعْ! فَقَصَصْتُهَا علَى حَفْصَةَ فَقَصَّتْهَا حَفْصَةُ علَى رَسولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ فَقالَ: نِعْمَ الرَّجُلُ عبدُ اللَّهِ، لو كانَ يُصَلِّي مِنَ اللَّيْلِ فَكانَ ابن عمربَعْدُ لا يَنَامُ مِنَ اللَّيْلِ إلَّا قَلِيلًا

Artinya: “Dia bermimpi ada dua malaikat menjemputnya lalu membawanya ke dalam neraka, lalu ia pun berucap, “Aku berlindung kepada Allah dari neraka” Dia berkata: “Kemudian kami berjumpa dengan malaikat lain yang berpesan kepadaku: “Janganlah kamu takut (tidak ada kegelisahan dan bahaya bagimu)!” Kemudian Rasulullah ﷺ bersabda setelah mendengarkan kisah tersebut, “‘Abdullah adalah sebaik-baiknya orang bila dia mendirikan salat malam.” Setelah peristiwa ini ‘Abdullah bin ‘Umar tidak tidur malam kecuali sedikit. (HR. Bukhari 11121 dan Muslim 2479)

Ulama berkata bahwa hadis ini menunjukkan keutamaan Qiyamulail karena sesungguhnya amalan tersebut dapat menyelamatkan dari api neraka.”

Dikatakan kepada Abdullah bin Umar,

 لا روع عليك

“Janganlah kamu takut!”

Ini disebabkan kesalehan dan kebaikan Abdullah bin Umar. Namun sayangnya beliau tidak mengerjakan Salat Malam. Seandainya beliau melaksanakannya, maka Neraka tidak akan diperlihatkan kepada beliau dan beliau pun tidak melihatnya.

Lalu ketika muncul keyakinan pada diri Abdullah ketika menyaksikan neraka disebabkan oleh mimpi tersebut, serta muncul pula keinginan untuk menghindarkan diri darinya, beliau tidak pernah meninggalkan salat malam setelahnya.

Diantara faedah lain dari hadis ialah bahwa orang yang mengerjakan salat malam disifati sebagai sebaik-baiknya orang.

  1. Qiyamulail adalah kebiasaan orang shaleh, rutinitas orang mukmin, syiar orang bertakwa, madrasah para Rabbani dan surga orang mukmin di dunia.

Allah ﷻ telah memuji orang-orang bertakwa (diantara sifatnya bangun di tengah malam) dengan firmanNya :

كَانُوا قَلِيلًا مِنَ اللَّيْلِ مَا يَهْجَعُونَ (17) وَبِالْأَسْحَارِ هُمْ يَسْتَغْفِرُون (18)

Artinya;  17. Di dunia mereka sedikit sekali tidur di waktu malam. 18. Dan selalu memohonkan ampunan di waktu pagi sebelum fajar.” (QS. Ad-Dzariyat 17-18)

Allah ﷻ berfirman yang artinya, “16. Lambung mereka jauh dari tempat tidurnya dan mereka selalu berdoa kepada Rabbnya dengan penuh rasa takut dan harap, serta mereka menafkahkan rezeki yang Kami berikan. 17. Tak seorang pun mengetahui berbagai nikmat yang menanti, yang indah dipandang sebagai balasan bagi mereka, atas apa yang mereka kerjakan.” (QS. As-Sajdah 16-17)

Diriwayatkan dalam sebuah hadis;

عَلَيْكُمْ بِقِيَامِ اللَّيْلِ فَإِنَّهُ دَأْبُ الصَّالِحِينَ قَبْلَكُمْ وَهُوَ قُرْبَةٌ إِلَى رَبِّكُمْ وَمَكْفَرَةٌ لِلسَّيِّئَاتِ وَمَنْهَاةٌ لِلإِثْم

Artinya: “Hendaknya kamu melaksanakan shalat malam karena sesungguhnya ia adalah ibadah yang biasa dilakukan oleh orang-orang shalih sebelum kamu dan ia mendekatkan dirimu kepada Tuhanmu, menghilangkan keburukan dan menghapuskan dosa-dosa.” (HR. Al-Hakim dihasankan oleh Syekh Albani)

  1. Qiyamulail dan meninggalkan tidur yang nyenyak salah satu sebab kecintaan Allah kepada hambaNya dan bentuk pengagungan hamba kepada penciptanya

Dalam hadis, Rasulullah ﷺ bersabda:

عجِب ربُّنا مِن رجُلينِ: رجلٍ ثار عن وِطائِه ولحافِه مِن بينِ حِبِّه وأهلِه إلى الصلاة فيقولُ اللهُ جلَّ وعلا لملائكتِه: انظُروا إلى عبدي ثار من فراشِه ووِطائِه مِن بينِ حِبِّه وأهلِه إلى صلاتِه رغبةً فيما عندي وشفقةً ممَّا عندي ورجلٍ غزا في سبيلِ اللهِ فانهزَم أصحابُه وعلِم ما عليه في الانهزامِ وما له في الرُّجوعِ فرجَع حتَّى أهريقَ دمُه فيقولُ اللهُ لملائكتِه: انظُروا إلى عبدي رجَع رجاءً فيما عندي وشفقًا ممَّا عندي حتَّى أهريقَ دمُه

 Artinya: “Tuhan kita mengagumi dua orang, yaitu seorang yang meninggalkan tempat tidur dan selimutnya di antara orang-orang tercinta serta keluarganya untuk melakukan shalat, kemudian Allah ﷻ berfirman, “Lihatlah kalian kepada hambaKu yang meninggalkan kasur dan tikarnya di antara orang-orang tercinta serta keluarganya untuk melakukan salatnya dengan mengharapkan apa yang ada di sisi-Ku dan rindu akan apa-apa yang ada di sisiKu. Dan juga laki-laki yang berperang di jalan Allah, kemudian orang-orang tercerai-berai karena kekalahan, dan dia pun tahu akibat dari kekalahan itu, akan tetapi dia tidak berpaling untuk pulang, bahkan justru kembali (menyerang) hingga darahnya berhamburan, maka Allah berfirman kepada para malaikatNya, ‘Lihatlah hambaKu yang kembali dengan mengharapkan apa-apa yang ada di sisi-Ku serta rindu dengan apa-apa yang ada di sisiKu sehingga tertumpah darahnya” (HR. Ibnu Hibban dan Abu Dawud)

Orang yang pertama meninggalkan kasurnya dan mengutamakan kecintaan Allah daripada keinginan dirinya (tidur). Ia berdiri  menegakkan kedua kakinya, mengerjakan salat untuk Allah ﷻ, maka balasannya adalah keabadian di dalam SurgaNya dengan segala kenikmatannya. Sebagaimana firman-Nya:

“Lambung mereka jauh dari tempat tidurnya dan mereka selalu berdoa kepada Rabbnya dengan penuh rasa takut dan harap, serta mereka menafkahkan rezeki yang Kami berikan. 17. Tak seorang pun mengetahui berbagai nikmat yang menanti, yang indah dipandang sebagai balasan bagi mereka, atas apa yang mereka kerjakan.” (QS. As-Sajdah 16-17)

Muhammad bin Ka’ab al-Qurozhiy rahimahullah megatakan, “Sesungguhnya mereka adalah hamba-hamba yang menyembunyikan amalan. Allah juga merahasiakan pahala yang besar bagi mereka. Lalu mereka datang menghadap kepada Allah, lalu menjadi sejuklah pandangan mata mereka.” (Mustadrak Al-Hakim 2/448 dan Ad-Durr Al-Mantsur karya As-Suyuthi 11/696).

Ibnul Qoyyim rahimahullah mengatakan, “Renungkanlah bagaimana Allah ﷻ mengganti dari qiyamullail yang mereka sembunyikan dengan pahala yang Allah rahasiakan untuk mereka, bagaimana Allah ﷻ mengganti kerisauan, ketakutan dan kecemasan mereka ketika bangkit dari kasur untuk melaksanakan salat dengan qurratul a’yun di surga.”

Orang yang bangkit meninggalkan tempat tidurnya ini merupakan orang-orang yang bertakwa yang disebut oleh Allah,

كَانُوا قَلِيلًا مِنَ اللَّيْلِ مَا يَهْجَعُونَ (17) وَبِالْأَسْحَارِ هُمْ يَسْتَغْفِرُون (18)

Artinya;  17. Di dunia mereka sedikit sekali tidur di waktu malam. 18. Dan selalu memohonkan ampunan di waktu pagi sebelum fajar.” (QS. Ad-Dzariyat 17-18)

  1. Qiyamulail adalah kemuliaan seorang mukmin, sebab kehormatan dan kedudukan tinggi baginya.

Disebutkan dalam hadis bahwa Malaikat Jibril alaihissalam datang kepada Nabi Muhamad ﷺ, dan berkata kepadanya,

يا محمد: شرف المؤمن قيام الليل، وعزه استغناؤه عن الناس

“Wahai Muhammad, kehormatan seorang Mukmin adalah Qiyamulail, dan kemuliaannya adalah ketika dia tidak meminta-minta kepada orang lain.” (HR. Al-Hakim)

  1. Membaca Al-Qur’an dalam Salat Malam merupakan harta karun (ganimah) yang sangat besar lagi mulia, tidak terhalang pahala mulia ini kecuali orang lalai.

Dalam hadis, Rasulullah ﷺ bersabda:

مَن قامَ بعشرِ آياتٍ لم يُكتَبْ منَ الغافلينَ، ومن قامَ بمائةِ آيةٍ كُتِبَ منَ القانتينَ، ومن قرأ بألفِ آيةٍ كُتِبَ منَ المقنطِرينَ

“Barangsiapa bangun (salat malam) dan membaca sepuluh ayat, maka dia tidak akan dicatat sebagai orang-orang yang lalai. Barangsiapa bangun (salat malam) dengan membaca 100 ayat, maka dia akan dicatat sebagai orang-orang yang tunduk dan patuh, dan barangsiapa bangun (salat malam) dengan membaca 1000 ayat, maka dia akan dicatat sebagai orang-orang meraih perbendaharaan yang besar. ( HR. Abu Dawud)

Rasulullah ﷺ bersabda kepada Sahabat-Sahabatnya.

أَيُحِبُّ أحَدُكُمْ إذا رَجَعَ إلى أهْلِهِ أنْ يَجِدَ فيه ثَلاثَ خَلِفاتٍ عِظامٍ سِمانٍ؟ قالوا: نَعَمْ، قالَ: ((فَثَلاثُ آياتٍ يَقْرَأُ بهِنَّ أحَدُكُمْ في صَلاتِهِ، خَيْرٌ له مِن ثَلاثِ خَلِفاتٍ عِظامٍ سِمانٍ.))

“Apakah salah seorang dari kalian suka, bila ia kembali kepada istrinya akan mendapatkan tiga ekor unta yang sedang bunting lagi gemuk-gemuk?” mereka menjawab, “Ya.” Beliau bersabda: “Tiga ayat yang dibaca oleh salah seorang dari kalian di dalam salatnya adalah lebih baik daripada ketiga ekor unta yang bunting dan gemuk itu.” (HR. Muslim)

  1. Qiyamulail dengan membaca Al-Qur’an merupakan salah satu nikmat yang patut diperlombakan oleh kaum muslimin dan orang yang mengerjakannya berhak menjadi objek gibtah

Hadisnya Rasulullah ﷺ bersabda :

لَا حَسَدَ إِلَّا فِي اثْنَتَيْنِ: رَجُلٌ آتَاهُ اللهُ الْقُرْآنَ فَهُوَ يَقُومُ بِهِ آنَاءَ اللَّيْلِ، وَآنَاءَ النَّهَارِ، وَرَجُلٌ آتَاهُ اللهُ مَالًا، فَهُوَ يُنْفِقُهُ آنَاءَ اللَّيْلِ، وَآنَاءَ النَّهَار

 Artinya: “Tidak boleh bersikap hasad selain terhadap dua orang; orang yang diberi anugerah hafalan Al-Quran, lalu ia gunakan untuk salat malam dan salat di siang hari; dan orang yang Allah ‘ﷻ berikan anugerah harta, lalu ia gunakan untuk berinfak siang dan malam.” (HR. Muslim)

Hasad atau iri hati yang dimaksudkan dalam hadis ini adalah gibtah yakni keinginan terhadap nikmat semisal yang dimiliki orang lain tanpa hilangnya nikmat itu dari orang tersebut, dan sikap ini dianjurkan bila terkait dengan ketaatan. Kesimpulan dari hadis ini adalah tidak ada gibtah/iri hati yang dianjurkan kecuali terhadap dua sifat ini dan sifat-sifat yang semakna dengannya.

  1. Qiyamulail salah satu tanda bentuk syukur kepada Allah atas nikmat-Nya yang besar

Rasulullah ﷺ melaksanakan salat malam hingga kedua kakinya membengkak, para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, kenapa Anda melakukan ini padahal Allah telah mengampuni dosa anda yang telah berlalu dan yang akan datang?” Beliau bersabda: “Apakah aku tidak boleh jika aku menjadi hamba yang gemar bersyukur?” Sungguh, telah ada pada diri Rasulullah suri teladan yang baik bagi kita. Alhamdulillah..

Sahabat yang Mulia, Abdullah bin Rowahah rahimahullah bersenandung tentang Rasululullah ﷺ (yang artinya):

وفِينا رَسُـــــولُ اللَّهِ يَتْلُو كِتابَهُ * إذا انْشَقَّ مَعْرُوفٌ مِنَ الفَجْرِ ساطِعُ

أرانا الهُدى بَعْدَ العَمى فَقُلُوبُنا * بِــــــــــــهِ مُوقِناتٌ أنَّ ما قالَ واقِعُ

يَبِيتُ يُجافِي جَنْبَهُ عَنْ فِراشِهِ * إذا اسْـتَثْقَلَتْ بِالمُشْرِكِينَ المَضاجِعُ

“Di antara kita ada Rasulullah ﷺ yang membaca kitabnya, saat fajar telah merekah terang.”

“Beliau memperlihatkan petunjuk kepada kita. Yang karenanya hati kita menjadi yakin, setelah nyata apa yang diucapkannya pasti terjadi.”

“Beliau bermalam dengan menjauhkan punggungnya dari tempat tidurnya, saat tempat tidur terasa berat bagi orang-orang kafir.”

  1. Waktu Qiyamulail dimulai setelah salat Isya sampai terbitnya fajar, maka boleh dilaksanakan di awal malam, pertengahan malam, atau di akhir malam

Waktu yang paling baik untuk melaksanakan salat malam adalah sepertiga malam terkahir. waktu itu Allah turun ke langit dunia. Rasulullah ﷺ bersabda:

أقربُ ما يكونُ الربُّ من العبدِ في جوفِ الليلِ الآخرِ، فإنِ استطعتَ أن تكونَ ممَّن يذكرُ اللهَ في تلكَ الساعةِ فكنْ

Artinya: “Waktu yang paling dekat antara Rab dengan seorang hamba adalah pada tengah malam terakhir, maka apabila kamu mampu menjadi golongan orang-orang yang berzikir kepada Allah (salat) pada waktu itu. lakukanlah!”. (HR. At-Tarmidzi dan An-Nasa’i)

Rasulullah ﷺ bersabda :

إنَّ أَحَبَّ الصَّلَاةِ إلى اللهِ صَلَاةُ دَاوُدَ عليه السَّلَام، وأَحَبَّ الصِّيَامِ إلى اللهِ صِيَامُ دَاوُدَ، كانَ يَنَامُ نِصْفَ اللَّيْلِ ويقومُ ثُلُثَهُ وَيَنَامُ سُدُسَهُ وَكانَ يَصُومُ يَوْمًا وَيُفْطِرُ يَوْمًا

Artinya: “Shalat yang paling Allah cintai adalah salatnya Nabi Daud alaihisalam dan puasa yang paling Allah cintai adalah puasanya Nabi Daud alaihisalam. Nabi Daud alaihisalam tidur hingga pertengahan malam lalu shalat pada sepertiganya kemudian tidur kembali pada seperenam akhir malamnya. Dan Nabi Daud alaihissalam puasa sehari dan berbuka sehari.” (Muttafaq Alaih)

Rasulullah ﷺ bersabda:

ينزلُ اللهُ كلَّ ليلةٍ إلى السماءِ الدنيا حين يبقى ثلثُ الليلِ الآخرِ فيقولُ: من يدعوني فأستجيبُ له من يسألني فأعطيه من يستغفرُني فأغفرُ له

Artinya: “Rabb Tabaaraka wa Ta’ala kita turun di setiap malam ke langit dunia pada sepertiga malam terakhir dan berfirman: “Siapa yang berdoa kepadaKu pasti Aku kabulkan dan siapa yang meminta kepadaKu pasti Aku penuhi & siapa yang memohon ampun kepadaKu pasti Aku ampuni.” (Muttafaqqun alaihi)

  1. Tidak ada jumlah rakaat tertentu dalam Qiyamulail jadi boleh dipanjangkan atau diringkas sesuai keinginan. Namun mencukupkan dengan sebelas rakaat lebih afdal karena Rasulullah ﷺ mengerjakan itu.

Rasulullah ﷺ bersabda :

صَلاَةُ اللَّيْلِ مَثْنَى مَثْنَى، فَإِذَا خَشِيَ أَحَدُكُمُ الصُّبْحَ صَلَّى رَكْعَةً وَاحِدَةً تُوتِرُ لَهُ مَا قَدْ صَلَّى

Artinya: “Salat malam itu dua rakaat dua rakaat. Jika salah seorang dari kalian khawatir akan masuk waktu subuh, hendaklah ia shalat satu rakaat sebagai witir (penutup) bagi shalat yang telah dilaksanakan sebelumnya.” (Muttafaqqun alaihi)

Dari Ummul Mukminin Aisyah radhiyallahu anha:

فقالت ما كان رسول الله صلى الله عليه وسلم يزيد في رمضان ولا في غيره على إحدى عشرة ركعة

Artinya; “Tidaklah Rasulullah ﷺ melaksanakan salat malam di bulan Ramadan dan di bulan-bulan lainnya lebih dari sebelas raka’at.” (Muttafaqqun alaihi)

  1. Setiap muslim hendaknya membulatkan niat salat malam sebelum tidur dan meniatkan tidurnya sebagai penguat dirinya dalam ketaatan kepada Allah agar dia mendapatkan pahala tidur dan salat.

Dalam hadis, Rasulullah ﷺ bersabda:

ما مِن امرئ تكون له صلاة بليل فغلبه عليها نوم إلا كتب الله له أجر صلاته وكان نومه صدقة عليه

Artinya: “Tidaklah seseorang yang biasa shalat malam lalu ia dikalahkan oleh tidurnya melainkan Allah akan menuliskan pahala salatnya, dan tidurnya merupakan sedekah baginya”(HR. An-Nasa’i)

  1. Disunahkan bagi yang bangun dari tidurnya (untuk melaksanakan salat malam) hal-hal berikut ini
  • Menyeka asar tidur dari wajahnya
  • Membaca zikir bangun tidur
  • Bersiwak (membersihkan mulut/sikat gigi)
  • Membaca ayat-ayat terakhir dari Surah Ali Imran (Surah Ali Imran 190-200), dimulai dengat ayat:

إِنَّ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَاخْتِلَافِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ لَآيَاتٍ لِّأُولِي الْأَلْبَابِ (190)

  • Membuka salat malamnya dengan dua rakaat ringan, setelah itu shalat sekehendaknya dengan satu salam di setiap dua rakaat
  • Menutup salat malamnya dengan salat witir, pelaksanaan witir di penghujung malam lebih baik.
  1. menurut pendapat sebagian Ulama memperlama berdiri ketika salat lebih baik daripada memanjangkan Rukuk dan Sujud serta memperbanyak rakaat.

Berdasarkan hadis Rasulullah ﷺ ((أفضل الصلاة طول القنوت)) yang artinya “shalat paling utama adalah shalat yang paling lama berdiri”, yang diinginkan dari makna al-Qunut  القنوت  dalam hadis ini adalah berdiri.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahumahullah memilih pendapat, “bahwa memanjangkan salat ketika berdiri, rukuk dan sujud lebih baik daripada memperbanyak berdiri, rukuk, dan sujud, beliau juga menyebutkan bahwa jenis sujud lebih baik daripada jenis berdiri.”

Semoga pendapat yang lebih kuat ialah bahwa dalam hal ini berbeda antara satu orang dengan yang lainnya. Seorang muslim salat sesuai dengan keinginan dan semangatnya, salat sesuai dengan porsi kekhusyukan dan kenikmatan yang didapatkannya. Dengan itu, barangsiapa yang diberikan taufik untuk dapat memanjangkan berdirinya maka (baik baginya) memanjangkan rukuk dan sujud, begitu juga barangsiapa yang (hanya dapat) memperpendek berdirinya maka dia memperpendek rukuk dan sujudnya (sesuai kemampuannya) dan barangsiapa yang dapat bervariasi antara satu sama lainnya keseluruhan (terkadang memanjangkan terkadang memendekkan), maka semuanya itu baik.

  1. Adab-adab membaca Al-Quran saat Qiyamulail (salat malam)
  • Membaca Al-Quran dengan tartil, perlahan-lahan, dan tak tergesa-gesa, agar dapat lebih membantu untuk tadabur dan paham maknanya,
  • Memperhatikan hukum-hukum tajwid, waqf dan ibtida (tempat berhenti dan melanjutkan bacaan),
  • Memperindah suara ketika membaca Al-Quran, tidak terlalu keras dan pelan (diantara keduanya),
  • Mencoba memahami makna setiap ayatnya dan menghadirkan rasa khusyu sehingga hatinya bergetar dan air matanya berlinang karena terpengaruh oleh bacaannya,
  • Berhenti di setiap ayat untuk mentadaburinya, ketika melewati ayat yang berisi tasbih maka bertasbih, ketika melewati ayat yang berisi rahmat maka berhenti dan meminta kepada Allah dari karuniaNya, ketika melewati ayat yang berisi azab maka meminta perlindungan, dan meminta kepada Allah surga ketika melewati ayat yang bercerita tentang kenikmatan, dan meminta perlindungan dari Neraka di ayat azab dan fitnah.
  • Tidak mengapa membaca Al-Quran dari Mushaf saat salat bagi yang belum menghafalnya.
  1. Disunahkan bagi suami yang bangun salat malam untuk membangunkan istrinya, begitu juga sebaliknya, jika tidak bisa seluruh malam paling minimal adalah salat witir.

Dalam hadis, Rasulullah ﷺ bersabda:

رحم الله رجلا قام من الليل فصلى وأيقظ امرأته فإن أبت نضح في وجهها الماء رحم الله امرأة قامت من الليل فصلت وأيقظت زوجها فإن أبى نضحت في وجهه الماء

Artinya “Allah akan merahmati seseorang yang bangun malam kemudian shalat lalu membangunkan istrinya, apabila istrinya menolak, dia akan memercikkan air ke mukanya, dan Allah akan merahmati seorang isteri yang bangun malam lalu shalat, kemudian dia membangunkan suaminya, apabila suaminya enggan, maka istrinya akan memercikkan air ke muka suaminya.” (HR. Abu Dawud dan An-Nasa’ i)

Rasulullah ﷺ  juga   bersabda:

من استيقظ من الليل وأيقظ امرأته فصليا ركعتين جميعا كتبا من الذاكرين الله كثيرا والذاكرات

Artinya: “Barangsiapa yang bangun malam dan membangunkan istrinya kemudian mereka berdua melaksanakan shalat dua rakaat secara bersama, maka mereka berdua akan dicatat sebagai orang yang selalu mengingat Allah Taala.” (HR. Abu Dawud dan Ibnu Majah)

Ummul Mukminin radhiyallahu anha bercerita,

كان رسول الله صلى الله عليه وسلم يصلي من الليل فإذا أوتر قال قومي فأوتري يا عائشة

Artinya: “Jika Rasulullah ﷺ shalat malam, dan telah melaksanakan shalat witir, maka beliau berseru: “Bangunlah, Witirlah wahai ‘Aisyah!” (HR. Bukhari dan Muslim)

  1. Tidak mengapa sesekali salat malam secara berjamah (selain Bulan Ramadhan)

Rasulullah ﷺ pernah salat malam sekali bersama Abdullah bin Abbas, pernah juga bersama Abdullah bin Mas’ud, pernah juga bersama Hudzaifah radhiyallahu anhum secara berjamaah di rumahnya, tetapi beliau tidak menjadikannya sunah yang terus menerus dikerjakan, Rasulullah ﷺ  juga tidak melakukannya di masjid.

  1. Barangsiapa yang mengantuk dalam salatnya, maka tinggalkan dan hendaklah ia tidur hingga hilang rasa kantuknya.

Dalam hadis, Rasulullah ﷺ bersabda:  

 ((إذَا نَعَسَ أحَدُكُمْ وهو يُصَلِّي فَلْيَرْقُدْ، حتَّى يَذْهَبَ عنْه النَّوْمُ، فإنَّ أحَدَكُمْ إذَا صَلَّى وهو نَاعِسٌ، لا يَدْرِي لَعَلَّهُ يَسْتَغْفِرُ فَيَسُبُّ نَفْسَهُ))

Artinya: “Jika salah seorang dari kalian mengantuk saat shalat hendaklah ia tidur hingga hilang kantuknya, karena bila shalat dalam keadaan mengantuk ia tidak menyadari, mungkin ia bermaksud beristigfar padahal bisa jadi ia mencaci dirinya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

إذا قامَ أحدُكم منَ اللَّيلِ فاستعجمَ القرآنُ على لسانِهِ فلم يدرِ ما يقولُ فليضطجع

Artinya: “Apabila salah seorang diantara kalian mengerjakan shalat malam kemudian tidak mampu membaca Al Qur`an (karena ngantuk), sehingga tidak mengerti (karena kantuk berat) apa yang ia baca maka hendaknya ia tidur dahulu.” (HR. Muslim)

Dalam hadis lain, Rasulullah ﷺ bersabda:

لِيُصَلِّ أحدكم نشاطه فإذا فَتَرَ فليرقد

Artinya: “Hendaklah salah seorang dari kalian shalat ketika kondisi semangat. Jika ia letih, hendaklah ia tidur.” (HR. Bukhari dan Muslim)

  1. Disunahkan memperbanyak doa dan istigfar di seluruh waktu malam, dan waktu yang lebih ditekankan adalah sepertiga terakhir dan paling utamanya ialah waktu sahur.

Allah ﷻ berfirman;

 والمستغفرين بالأسحار

Artinya, “….dan yang memohon ampun di waktu sahur.” (QS. Ali ‘Imran :17)

كَانُوا قَلِيلًا مِنَ اللَّيْلِ مَا يَهْجَعُونَ (17) وَبِالْأَسْحَارِ هُمْ يَسْتَغْفِرُون  (18)

Artinya: “17. Di dunia mereka sedikit sekali tidur di waktu malam. 18. Dan selalu memohonkan ampunan di waktu pagi sebelum fajar.” (QS. Ad-Dzariyat 17-18)

Dalam hadis, Rasulullah ﷺ bersabda:

إنَّ في اللَّيْلِ لَسَاعَةً لا يوافقها رَجُلٌ مُسْلِمٌ، يَسْأَلُ اللَّهَ خَيْرًا مِن أَمْرِ الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ، إلَّا أَعْطَاهُ إيَّاهُ، وَذلكَ كُلَّ لَيْلَةٍ

Artinya; “Sesungguhnya di waktu malam terdapat suatu saat, tidaklah seorang muslim mendapati saat itu, lalu ia memohon kebaikan kepada Allah ‘azza wajalla baik kebaikan dunia maupun akhirat, kecuali Allah memperkenankannya. Demikian itu terjadi pada setiap malam.” (HR. Muslim)

Beliau ﷺ juga bersabda:

يَنْزِلُ رَبُّنا تَبارَكَ وتَعالَى كُلَّ لَيْلةٍ إلى السَّماءِ الدُّنْيا حِينَ يَبْقَى ثُلُثُ اللَّيْلِ الآخِرُ، يقولُ: مَن يَدْعُونِي، فأسْتَجِيبَ له؟ مَن يَسْأَلُنِي فأُعْطِيَهُ مَن يَستَغْفِرُني فأغْفِرَ له

“Rabb kita Tabaaraka wata’ala turun di setiap malam ke langit dunia pada sepertiga malam terakhir dan berfirman: “Siapa yang berdoa kepadaKu pasti Aku kabulkan dan siapa yang meminta kepadaKu pasti Aku penuhi dan siapa yang memohon ampun kepadaKu pasti Aku ampuni.” (Muttafaqqun alaihi)

  1. Disunahkan bagi yang hendak melaksanakan salat malam agar konsisten melaksanakannya dan tidak meninggalkannya, tidak membiasakan diri dari salat malam itu kecuali sesuai kadar kemampuan yang dia yakini dapat ia tekuni selama hidupnya, dan hendaknya tidak menguranginya kecuali pada kondisi mendesak, bahkan hendaknya meningkatkan kuantitasnya saat kondisi bersemangat, meringankannya saat kondisi sibuk, dan menggantinya apabila terlewatkan.

Dalam hadis, Rasulullah ﷺ bersabda:

يا أيُّها النَّاسُ خُذُوا مِنَ الأعْمَالِ ما تُطِيقُونَ؛ فإنَّ اللَّهَ لا يَمَلُّ حتَّى تَمَلُّوا، وإنَّ أحَبَّ الأعْمَالِ إلى اللَّهِ ما دَامَ وإنْ قَلَّ

Artinya: “Wahai sekalian manusia, beramalah menurut yang kalian sanggupi, sesungguhnya Allah tidak akan bosan sehingga kalian merasa bosan, sesungguhnya amalan yang paling dicintai Allah adalah yang dikerjakan secara kontinyu walaupun sedikit.” (HR. Muslim)

Dalam hadis lainnya:  

مَن نامَ عن حِزْبِهِ، أوْ عن شَيءٍ منه، فَقَرَأَهُ فِيما بيْنَ صَلاةِ الفَجْرِ وصَلاةِ الظُّهْرِ؛ كُتِبَ له كَأنَّما قَرَأَهُ مِنَ اللَّيْلِ

Artinya: “Siapa yang ketiduran dari hizib (bacaan alquran) atau sesuatu daripadanya, lantas ia membacanya ketika diantara shalat fajar (subuh) dan shalat zuhur, maka akan dicatat baginya sebagaimana ia membacanya ketika malam hari.” (HR. Muslim)

لا تكن مثل فلان كان يقوم الليل فترك قيام الليل

Artinya: “Wahai ‘Abdullah, janganlah kamu seperti fulan, yang dia biasa mendirikan shalat malam namun kemudian meninggalkan shalat malam.” (Muttafaqqun alaihi)

  1. Beberapa faktor yang membantu salat malam

Niat yang benar, tekad yang kuat, tidur lebih cepat, tidak banyak makan dan minum, jangan melakukan pekerjaan berat di siang hari yang tidak ada faedahnya, tidur siang, melakukan adab-adab tidur seperti tidur dalam kondisi suci dan berzikir, mengingat kembali keutamaan-keutamaan salat malam dan kedudukan orang yang mengerjakannya disisi Allah ﷻ, juga mengingat permusuhan setan kepada manusia dan sikapnya yang menghalangi mereka dari ibadah, membaca biografi salaf dan orang-orang saleh, serta kondisi mereka dengan salat malam.

  1. Salat Tarawih adalah Qiyamulail di Ramadan

Dinamakan seperti itu karena orang-orang berkumpul melaksanakan salat malam di zaman Khalifah Umar  radhiyallahu anhu, dan mereka beristirahat di antara dua salam atau setelah setiap empat rakaat; karena mereka memanjangkan bacaan di dalam salat.

  1. Salat Tarawih sunnah, disyariatkan oleh Rasulullah ﷺ

Disunahkan dan ditetapkan oleh Rasulullah dan perbuatan para sahabat menunjukkan hal ini masyhur dan seluruh umat menerimanya secara turun temurun.

  1. Pahala salat tarawih sangat besar dan salah satu sebab ampunan dosa, terlebih lagi di sepuluh terakhir bulan Ramadan demi mendapatkan Lailatul Qodr.

Dalam hadis, Rasulullah ﷺ bersabda:

مَن قام رمضان إيمانًا واحتسابًا غُفر له ما تقدَّم من ذنبه

Artinya: “Barangsiapa yang qiyam Ramadan karena iman dan mengharap pahala, maka diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” (Muttafaqqun alaihi)

مَنْ قَامَ لَيْلَةَ الْقَدْرِ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

Artinya: “Barangsiapa yang salat di malam Lailatul Qadr karena iman dan mengharap pahala, maka diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” (Muttafaqqun alaihi)

Makna (karena Iman) disini adalah yakin dan percaya bahwa ini adalah suatu kebenaran dan suatu ketaatan, bahwa sesungguhnya Allah Ta’ala yang mensyariatkannya dan memerintahkannya.

Adapun makna (karena mengharap pahala) disini adalah mencari pahala disisi Allah Ta’ala, maka dengan ini seorang hamba bersemangat dalam melaksanakan ibadah, tidak merasa berat dan terbebani, sungguh-sunguh mengikhlaskan peribadatan itu kepada Allah semata.

  1. Jamaah Umrah hendaknya berusaha untuk tidak melewatkan salar malam dan salat tarawih di Masjidil Haram dan Masjid Nabawi, karena pahala salat di kedua masjid ini berlipat ganda.

Dalam hadis, Rasulullah ﷺ bersabda:  

صلاة في مسجدي هذا أفضل من ألف صلاة فيما سواه إلا المسجد الحرام وصلاة في المسجد الحرام أفضل من مئة ألف صلاة فيما سواه

Artinya: “Shalat di masjidku lebih utama daripada seribu shalat di tempat lainnya kecuali Masjid Haram, dan shalat di Masjid Haram lebih utama daripada seratus ribu kali shalat di tempat lainnya.” (HR. Ahmad)

  1. Al- Hafidz Ibnu Rajab rahimahullah berkata, “Seorang Mukmin berkumpul pada dirinya di Bulan Ramadan dua jihad; Pertama, jihad di siang hari untuk melaksanakan puasa, Kedua, jihad di malam hari untuk melaksanakan salat malam.

Maka, barangsiapa yang mengumpulkan dua jihad ini, serta memenuhi hak-haknya dan bersabar atasnya, akan diberikan pahala kepada secara sempurna tanpa hisab.

  1. Disyariatkan salat tarawih di rumah karena sifatnya nafilah, dan juga di mesjid bersama imam.

Salat Tarawih boleh dan sah di rumah atau di mesjid, namun jika dilaksanakan di mesjid berjamaah bersama imam maka itu lebih afdal dan utama, sebagai bentuk mengikuti Rasulullah ﷺ dan sahabat-sahabatnya.

  1. Salat seorang perempuan di rumahnya lebih baik baginya daripada salatnya di mesjid

Salat seorang perempuan di rumahnya lebih baik baginya daripada salatnya di mesjid, baik itu salat wajib atau salat sunnah, salat tarawih atau selainnya, namun tidak dilarang perempuan keluar salat di mesjid dengan syarat: dapat izin dari suaminya, tidak keluar dengan keadaan bersolek dan memakai parfum, serta aman (jauh dari fitnah).

  1. Diperbolehkan bagi jamaah perempuan untuk berkumpul untuk melaksanakan salat tarawih berjamaah di salah satu rumah mereka

Dan menunjuk salah satu dari mereka menjadi imam, (imam) berdiri di tengah mereka dan tidak maju dari barisan jamaah. Diperbolehkan  mengeraskan suaranya sebagaimana laki-laki mengeraskan suaranya ketika salat dengan syarat tidak terdengar oleh laki-laki kecuali mahramnya.

  1. Mencukupkan sebelas rakaat di salat tarawih, lebih afdal dan utama.

Karena itu perbuatan Rasulullah ﷺ, beliau mencukupkan salat tarawih dengan 11 rakaat. Namun tidak menjadi masalah, jika seseorang salat lebih dari jumlah 11 rakaat, ini adalah perkara yang longgar, alhamdulillah.

  1. Perbuatan sebagian orang yang dalam salat tarawih begitu terburu-buru merupakan perbuatan yang menyelisihi hal yang disyari’atkan

Jika perbuatan ini berkonsekuensi menghilangkan ketenangan dan rasa khusyu’ atau mengakibatkan kecacatan dalam pelaksanaan rukuk, sujud, dan lain sebagainya maka dengan ini salat menjadi batal.

  1. Barang siapa yang salat tarawih di mesjid, alangkah baiknya untuk tidak meninggalkan mesjid hingga imam selesai dari salat, agar dicatat baginya pahala salat malam penuh.

Dalam hadis, Rasulullah ﷺ bersabda:  

إن الرجل إذا صلى مع الإمام حتى ينصرف حسب له قيام ليلة

Artinya: “Sesungguhnya apabila seseorang salat malam bersama imam hingga selesai, maka akan dicatat baginya seperti mengerjakan shalat malam semalam suntuk.” (HR. Abu Dawud, At-Tarmidzi, & An-Nasai)

Tidak harus satu imam dalam satu mesjid hingga selesai, pergantian beberapa imam selama berada dalam satu mesjid terhitung seperti satu imam maka masuk dalam makna hadis diatas.

  1. Disunahkan membaca Doa Iftitah di awal setiap dua rakaat dari salat tarawih

Disunahkan demikian karena setiap dua rakaat adalah salat terpisah dari salat sebelumnya, tidak ada perbedaan doa iftitah antara salat wajib dan salat sunnah.

  1. Tidak mengapa bagi seorang imam membaca Al-Quran dari Mushaf di dalam salat tarawih

Namun, makmum yang memegang mushaf dan membacanya tanpa ada keperluan hukumnya khilaf aula karena ini akan menyibukkan dirinya dari sunah-sunah salat dan kekhusyukan dalam salat.

  1. Adanya beberapa imam salat tidak menjadi masalah baik itu di Masjidil haram atau di tempat lain. Hendaknya makmum mengikuti seluruh imam hingga salat tarawih selesai, maka pergantian beberapa imam selama berada dalam satu tempat terhitung seperti satu imam.
  2. Orang yang mengerjakan salat witir bersama imam dalam salat tarawih diperbolehkan berniat menggenapkan salatnya. Kemudian, ketika imam salam, dia bangkit menggenapkan salatnya jika ia hendak mengakhirkan salat witir pada akhir malam.
  3. Orang yangmengerjakan salat tarawih dan salat witir bersama imam kemudian ingin mengerjakan salat tambahan sendirian, dibolehkan baginya salat sesuai kehendaknya, dua rakaat-dua rakat dan tidak mengulang salat witir.
  4. Orang yang tertinggal salat isya secara berjamaah, diperbolehkan masuk ke jamaah salat tarawih dengan niat melaksanakan salat isya, apabila imam telah menyelesaikan dua rakaat (selesai salat) dan bersalam, hendaknya ia berdiri menyempurnakan dua rakaat yang tersisa.
  5. Orang yang melewatkan salat tarawih berjamaah, disunahkan untuk melaksanakannya secara sendiri atau dengan jamaah lain.
  6. Ketika di Masjidil Haram, salat tarawih bersama imam lebih baik daripada tawaf sunnah; karena momen salat tarawih bisa terlewatkan adapun tawaf waktunya kapan saja.
  7. Barangsiapa yang sedang tawaf sekitar ka’bah maka dia tidak memutus tawafnya untuk salat tarawih karena salat tarawih nafilah (sunnah), berbeda jika itu adalah salat wajib maka dia harus memutuskan tawafnya dan menyempurnakannya setelah salat.
  8. Disunahkan membaca Doa Qunut di akhir salat witir dan disyariatkan bagi imam dan makmum mengangkat tangan saat mengerjakannya, karena Qunut ini bagian dari Qunut nazilah.
  9. Tidak menjadi masalah membaca doa khatam Al-Quran ketika menghkatamkan Alquran saat salat tarawih, diamini oleh makmum karena banyak salaf yang melakukannya.
  10. Salat tarawih dimulai di awal malam Ramadan ketika hilal Bulan Ramadan terlihat pertama kali. (Malam sebelum hari pertama berpuasa).
  11. Tidak ada Salat tarawih di malam Idul Fitri, karena salat tarawih disyariatkan di bulan Ramadan saja. Ketika ditetapkan bulan Ramadan telah usai maka salat tarawih tidak dilaksanakan lagi kecuali bagi yang memiliki kebiasaan salat malam maka dia salat malam di rumahnya.
  12. Tidak ada salat malam khusus pada malam Idul Fitri kecuali bagi orang yang memiliki kebiasaan salat malam maka dia salat di malam Idul Fitri. Adapun hadis-hadis tentang keutamaan menghidupkan malam Idul Fitri tidak sahih.

Kita memohon kepada Allah ﷻ agar menerima puasa, salat, tilawah Al-Quran dan amalan salih kita lainnya, serta agar Dia menolong kita dalam ketaatan, serta menjadikan kita sebagai pemenang di bulan Ramadan ini. Amin alhamdulillahi robbil alamin**

Alhamdulillahi rabbil ‘alamin.

**(Alhamdulillah, selesai terjemahan  dari kitab  48 faidah fii qiyamillail wa sholat at-tarawih  karya Syekh Muhammad Shalih Al-Munajjid -hafizahullah-)

Artikel 48 FAEDAH TERKAIT SALAT MALAM DAN TARAWIH pertama kali tampil pada MARKAZSUNNAH.COM | MENEBAR SUNNAH MENUAI HIKMAH.

]]>
https://markazsunnah.com/48-faedah-terkait-salat-malam-dan-tarawih/feed/ 0
HADIS KEDUA PULUH SEMBILAN: SUNAH NABI DI HARI IDULFITRI https://markazsunnah.com/hadis-kedua-puluh-sembilan-sunah-nabi-di-hari-idulfitri/ https://markazsunnah.com/hadis-kedua-puluh-sembilan-sunah-nabi-di-hari-idulfitri/#respond Fri, 22 Apr 2022 05:59:47 +0000 http://markazsunnah.com/?p=3463 Diriwayatkan oleh Imam Ibnu Abi Syaibah, dengan sanadnya dari Imam al-Zuhri raḥimahumallāh, bahwasanya Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam pernah keluar pada hari Raya Idulfitri, lalu beliau bertakbir sampai tiba di tempat salat hingga selesai salat. Apabila telah selesai salat beliau memutus takbir.” (H.R. Ibnu Abi Syaibah, sanadnya sahih dan mursal, dan memiliki jalur periwayatan lain hingga […]

Artikel HADIS KEDUA PULUH SEMBILAN: SUNAH NABI DI HARI IDULFITRI pertama kali tampil pada MARKAZSUNNAH.COM | MENEBAR SUNNAH MENUAI HIKMAH.

]]>
Diriwayatkan oleh Imam Ibnu Abi Syaibah, dengan sanadnya dari Imam al-Zuhri raḥimahumallāh, bahwasanya Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam pernah keluar pada hari Raya Idulfitri, lalu beliau bertakbir sampai tiba di tempat salat hingga selesai salat. Apabila telah selesai salat beliau memutus takbir.” (H.R. Ibnu Abi Syaibah, sanadnya sahih dan mursal, dan memiliki jalur periwayatan lain hingga menguatkan hadis ini)

Hadis ini merupakan landasan dalil tentang disyariatkannya takbir secara terbuka dan secara jahar selama perjalanan menuju tempat salat Idulfitri, hingga salat Idulfitri selesai dilaksanakan.

Allah subḥānahu wa ta’ālā telah memerintahkan hamba-hamba-Nya untuk bertakbir ketika telah sempurna hitungan bulan Ramadan, dari mulai tenggelamnya matahari malam Idulfitri hingga selesainya pelaksanaan salat Idulfitri.

Allah ta’ālā berfirman dalam Surat al-Baqarah ayat 185,

وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَىٰ مَا هَدَاكُمْ وَلَعَلَّكُمْ  تَشْكُرُون

“Dan hendaklah kalian mencukupkan bilangannya dan hendaklah kalian mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepada kalian, supaya kalian bersyukur.”

Lafaz dan sifat takbir adalah,

اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ وَللهِ الحَمْدُ

“Allāhu akbar, Allāhu akbar, lā ilāha illallah wallāhu akbar. Allāhu akbar walillāhil ḥamdu.”

Artinya, “Allah Maha Besar, Allah Maha Besar, tidak ada sembahan yang berhak disembah selain Allah dan Allah Maha Besar. Allah Maha Besar, segala puji bagi-Nya.”

Allah subḥānahu wa ta’ālā juga telah mensyariatkan salat Idulfitri kepada hamba-hamba-Nya sebagai bentuk menyempurnakan syukur dan zikir kepada Allah ta’ālā. Salat Idulfitri adalah ibadah sunah yang tidak patut ditinggalkan oleh seorang muslim. Sebagian dari para ulama berpendapat bahwa hukum salat Idulfitri adalah wajib, berdalil dari ṣaḥābiyah mulia, Ummu ‘Aṭiyah raḍiyallāhu ‘anhā, dia berkata, “Diperintahkan kepada kami – oleh Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam – untuk mengajak keluar pada dua hari raya para perempuan balig dan para gadis perawan. Beliau juga memerintahkan agar perempuan yang sedang haid dipisahkan dari tempat salat kaum muslimin.”

Perintah Rasulullah untuk keluar (pada Idulfitri dan Iduladha) menunjukkan perintah (kewajiban) untuk salat bagi siapa saja yang tak memiliki uzur atau halangan. Jika saja Rasulullah memerintahkan wanita (untuk keluar salat), maka perintah ini terlebih ditekankan lagi untuk laki-laki.

Dianjurkan keluar menuju tempat salat dengan penampilan yang paling baik, berhias diri dengan sesuatu yang mubah, memakai pakaian yang paling indah, dalam rangka mengikuti dan meneladani Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam.

Sudah sepatutnya di akhir bulan Ramadan ini setiap muslim memperhatikan hal-hal yang tidak boleh dilakukan dalam agama, seperti berhias dengan sesuatu yang haram, mencukur jenggot, memanjangkan ujung kain celananya (isbal) dan hal lainnya dari sesuatu yang Allah ta’ālā telah haramkan, bahkan pada hari itu patut baginya untuk bertobat dengan sebenar-benarnya. Semoga Allah menerima amal kebaikannya.

Dianjurkan untuk bergegas menuju tempat salat agar mendapatkan tempat yang lebih dekat dari imam dan memperoleh pahala menunggu salat. Disunahkan untuk mengambil jalan berbeda ketika berangkat dan pulang, berdalil dari hadis yang diriwayatkan oleh sahabat Jabir bin Abdullah raḍiyallāhu ‘anhu, dia berkata, “Adapun Nabi ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam ketika hari raya Idulfitri lewat jalan yang berbeda.”

Disunahkan pula untuk makan kurma dengan jumlah yang ganjil -tiga atau lima buah, atau lebih banyak dari itu namun tetap dengan jumlah ganjil- berdalil dari hadis sahabat Anas bin Malik raḍiyallāhu ‘anhu, dia berkata, “Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam tidak keluar pada hari Idulfitri (ke tempat salat) sampai beliau makan beberapa kurma terlebih dahulu.” (H.R. Bukhari, 986) Lafaz lainnya, “Beliau memakannya dengan jumlah yang ganjil.” (H.R. Bukhari, 953)

Hadis Ummu ‘Aṭiyah raḍiyallāhu ‘anhā -yang telah disebutkan sebelumnya- menunjukkan bolehnya bagi kaum perempuan untuk hadir salat Idulfitri dengan syarat berkomitmen dengan adab Islam dalam berpakaian dan menjauhi apa saja yang menyebabkan fitnah, baik bahaya fitnah buat dirinya maupun orang lain, seperti dengan keluar dari rumahnya tanpa wewangian, tanpa bersolek dan berhias, serta jauh dari tempat kaum laki-laki dan khalayak umum.

Selanjutnya, berkumpulnya banyak orang di hari Idulfitri, menjadikan kaum muslimin mengingat akan adanya perkumpulan yang maha besar di satu tempat di hari kiamat, Padang Mahsyar. Kala itu, seluruh manusia, dari yang pertama sampai yang terakhir, akan berkumpul dan menunggu balasan Allah ta’ālā. Allah ta’ālā berfirman,

يَوْمَ يَقُومُ ٱلنَّاسُ لِرَبِّ ٱلْعَٰلَمِينَ

“Hari (ketika) manusia berdiri menghadap Tuhan semesta alam.” (Q.S. al-Muṭaffifīn : 6)

Tingkatan sebagian golongan atas sebagian lainnya yang berbeda-beda saat berkumpul di hari Idulfitri, menjadikan kaum muslimin mengingat akan adanya tingkatan yang lebih besar keutamaannya dan lebih tinggi derajatnya antara mereka di akhirat.

ٱنظُرْ كَيْفَ فَضَّلْنَا بَعْضَهُمْ عَلَىٰ بَعْضٍ ۚ وَلَلْآخِرَةُ أَكْبَرُ دَرَجَٰتٍ وَأَكْبَرُ تَفْضِيلًا

“Perhatikanlah bagaimana Kami melebihkan sebagian dari mereka atas sebagian (yang lain). Dan pasti kehidupan akhirat lebih tinggi tingkatnya dan lebih besar keutamaannya.” (Q.S. al-Isra: 21)

Setiap muslim sepatutnya menjaga dirinya dari kelalaian dan kelengahan dari mengingat Allah (berzikir) dan bersyukur, serta mengisi waktu-waktu ini dengan ketaatan, amal saleh, dan tidak melewatkan umurnya  dalam kelalaian dan hal sia-sia sebagaimana yang dilakukan oleh kebanyakan dari manusia di zaman sekarang, cukuplah Allah sebagai penolong, wallāhu a’lam.

Ya Allah, teguhkan kami di atas iman dan ampunilah kami dari dosa-dosa yang lalu dan sekarang. Ya Allah, sempurnakan kepada kami bulan Ramadan dengan rida-Mu, jadikanlah tempat kembali kami adalah surga-Mu, dan sertakan kami selalu dengan karunia dan ihsan-Mu. Ya Allah, ampunilah kami, orang tua kami, dan seluruh kaum muslimin dengan rahmat-Mu, ya Arḥamarrāḥimīn.

 

Artikel HADIS KEDUA PULUH SEMBILAN: SUNAH NABI DI HARI IDULFITRI pertama kali tampil pada MARKAZSUNNAH.COM | MENEBAR SUNNAH MENUAI HIKMAH.

]]>
https://markazsunnah.com/hadis-kedua-puluh-sembilan-sunah-nabi-di-hari-idulfitri/feed/ 0
HADIS KEDUA PULUH DUA: KEUTAMAAN MALAM LAILATULQADR https://markazsunnah.com/hadis-kedua-puluh-dua-keutamaan-malam-lailatulqadr/ https://markazsunnah.com/hadis-kedua-puluh-dua-keutamaan-malam-lailatulqadr/#respond Mon, 04 Apr 2022 04:04:52 +0000 http://markazsunnah.com/?p=3421 SERIAL PENJELASAN RINGKAS HADIS TENTANG PUASA(1) REDAKSI HADIS: عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَالَ: مَنْ قَامَ لَيْلَةَ القَدْرِ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا، غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ (متفق عليه) Dari Abu Hurairah raḍiyallāhu ’anhu, dia berkata, “Rasulullah ṣallallāhu ’alaihi wa sallam  bersabda, ‘Barang siapa yang menghidupkan (dengan ibadah dan […]

Artikel HADIS KEDUA PULUH DUA: KEUTAMAAN MALAM LAILATULQADR pertama kali tampil pada MARKAZSUNNAH.COM | MENEBAR SUNNAH MENUAI HIKMAH.

]]>
SERIAL PENJELASAN RINGKAS HADIS TENTANG PUASA(1)

REDAKSI HADIS:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَالَ: مَنْ قَامَ لَيْلَةَ القَدْرِ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا، غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ (متفق عليه)

Dari Abu Hurairah raḍiyallāhu ’anhu, dia berkata, “Rasulullah ṣallallāhu ’alaihi wa sallam  bersabda, ‘Barang siapa yang menghidupkan (dengan ibadah dan ketaatan) malam lailatulqadr dengan (penuh) keimanan dan pengharapan (pahala), maka dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni’.” (H.R. Bukhari dan Muslim)

TAKHRIJ HADIS:

Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Bukhari dalam kitabnya, Ṣaḥīḥ al-Bukhārī, no. 1901 dan Muslim dalam kitabnya, Ṣaḥīḥ Muslim, no. 760.

BIOGRAFI SAHABAT PERAWI HADIS:

Silakan baca biografi perawi hadis melalui link berikut: https://markazsunnah.com/perawi-islam-abu-hurairah/ dan https://markazsunnah.com/perisai-bagi-abu-hurairah-radhiyallahu-anhu/ .

SYARAH HADIS:

Hadis di atas menunjukkan keutamaan lailatulqadr dan menghidupkan malam tersebut, sehingga barang siapa yang menghidupkan malam tersebut berlandaskan kepercayaan dan keimanan dengan janji Allah ta’ālā -yaitu pahala yang Allah sediakan bagi orang-orang yang menghidupkannya-, dan pengharapan pahala, maka dosa-dosanya akan diampuni.

Lailatulqadr adalah malam yang sangat agung, Allah ta’ālā yang telah memuliakannya dan menjadikannya lebih baik dari seribu bulan dari sisi keberkahannya dan keberkahan amal saleh padanya. Maksudnya adalah amal saleh yang dilakukan dalam lailatulqadr lebih baik daripada ibadah yang dilakukan selama seribu bulan -dengan kata lain (lamanya) sama dengan 83 tahun 4 bulan-.

Salah satu dari keberkahan dari malam lailatulqadr adalah Allah ta’ālā menurunkan Al-Qur’an pada malam tersebut.

Allah ta’ālā berfirman,

إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ (1) وَمَا أَدْرَاكَ مَا لَيْلَةُ الْقَدْرِ (2) لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ (3) تَنَزَّلُ الْمَلَائِكَةُ وَالرُّوحُ فِيهَا بِإِذْنِ رَبِّهِمْ مِنْ كُلِّ أَمْرٍ (4) سَلَامٌ هِيَ حَتَّى مَطْلَعِ الْفَجْرِ (5)

“Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al-Qur’an) pada malam kemuliaan. Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu? Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar.” (Q.S. al-Qadr: 1-5).

Imam Ibnu Kaṡīr raḥimahullāh adalah salah satu ulama dan imam Ilmu Tafsir, menafsirkan firman Allah ta’ālā dengan mengatakan bahwa kalimat “pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya” maknanya adalah banyak malaikat yang turun di malam kemuliaan ini karena berkahnya yang banyak. Para malaikat turun bersamaan dengan turunnya berkah dan rahmat, sebagaimana mereka pun turun ketika Al-Qur’an dibacakan dan mengelilingi halaqah-halaqah zikir serta meletakkan sayap mereka menaungi orang yang menuntut ilmu dengan benar karena menghormatinya.(2)

Pekataan Rasululullah ṣallalāhu ‘alaihi wa sallam lailatulqadr” memiliki dua makna,

  • Menunjukkan kemuliaan dan memiliki kedudukan yang tinggi, dimana penyandaran al-lail (malam) kepada al-qadr adalah penyandaran sesuatu kepada sifatnya, yang maknanya; malam yang mulia.
  • Menunjukkan pengurusan takdir setiap urusan manusia, dimana penyandaran al-lail (malam) kepada al-qadr adalah penyandaran sesuatu kepada hal yang meliputinya (pada saat itu), yang maknanya; pada malam itu, terjadi pengurusan takdir-takdir seluruh manusia yang akan dihadapi pada tahun tersebut. Sebagaimana firman Allah ta’ālā,

فِيهَا يُفْرَقُ كُلُّ أَمْرٍ حَكِيم

“Pada malam itu (lailatulqadr) dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah.” (Q.S. al-Dukhān: 4)

Qatādah raḥimahullāh berkata, “Pada malam itu, dijelaskan segala urusan (takdir) selama satu tahun.”(3)

Ibnu al-Qayyim raḥimahullāh berkata, “Ini adalah pendapat yang shahih (benar).”(4)

Żāhir pernyataan di atas menunjukkan bahwa tidak ada larangan untuk memakai dua makna tersebut (kemuliaan dan pengurusan takdir) pada malam itu, wallāhu a’lam.

Oleh karena itu, lailatulqadr adalah malam yang sangat agung, Allah ta’ālā yang telah memilihnya sebagai awal permulaan turunnya Al-Qur’an. Bagi seorang muslim hendaknya mengetahui keutamaan dan kedudukan malam ini, menghidupkannya dengan penuh iman dan pengharapan pahala-Nya, dan memperbanyak doa di setiap malam yang diharapkan padanya lailatulqadr.

Ibnu Kaṡīr raḥimahullāh berkata, “Disunahkan memperbanyak doa di seluruh waktu dan di bulan Ramadan lebih banyak lagi (dan sepuluh terakhir darinya), kemudian (doa) diperbanyak lagi di malam-malam ganjil dari sepuluh hari terakhir. Disunahkan memperbanyak dari doa ini,

اللَّهُمَّ إِنَّكَ عَفُوٌّ تُحِبُّ الْعَفْوَ فَاعْفُ عَنِّي

“Allāhumma innaka ‘afuwwun tuḥibbul ‘afwa fa’fu ‘annī (Ya Allah, sesungguhnya Engkau Maha Pemaaf, Engkau Mencintai Pemaafan, maka maafkanlah aku).”(5)  Wallāhu a’lam.

Ya Allah, sesungguhnya kami memohon ampunan dan terbebas dari masalah di dunia dan akhirat. Ya Allah, sesungguhnya kami memohon ampunan dan terbebas dari masalah dalam urusan agama, dunia, keluarga dan harta kami. Ya Allah, tutupilah aurat (aib) kami dan tenangkanlah kami dari rasa takut. Ya Allah, jagalah kami dari arah muka, belakang, kanan, kiri dan dari atas kami  dan kami berlindung dengan kebesaran-Mu, agar kami tidak dihancurkan dari bawah kami. Ya Allah, ampunilah kami, kedua orang tua kami, dan kaum muslimin. Amin.


Footnote:

(1) Disadur dari kitab Mukhtaāar Ahādīṡi alṢiyām, karya Syekh Abdullah bin Ṣāliḥ al-Fauzān afiahullāh dengan sedikit perubahan dan tambahan seperlunya.

(2) Tafsir Ibnu Kaṡīr (8/444)

(3) Diriwayatkan oleh Ibn Jarīr al-Ṭabarī dalam tafsirnya (25/65) dan al-Baihaqī dalam Faḍā’il al-Awqāt (hal. 216), sanadnya sahih.

(4) Syifa’ al-‘Alīl (hal. 42).

(5) Tafsir Ibn Kaīr (8/451). Hadis yang disebutkan oleh Ibn Katsir diriwayatkan oleh al-Tirmiżī (3513), al-Nasa’ī dalam al-Sunan al-Kubra (no. 7665), Ibnu Majah  (no. 3850) dan Ahmad (no. 25384) dari jalur Abdullah bin Buraidah dari Aisyah raḍiyallāhu anhā. Imam Tirmiżī mengatakan bahwa hadisnya hasan sahih, namun sebagian ulama menyebutkan ilat (cacat) hadis ini karena Abdullah bin Buraidah tidak pernah mendengar satu hadispun dari Aisyah raḍiyallāhu anhā sebagaimana yang diterangkan oleh al-Nasa’ī, al-Daraquṭnī dan al-Baihaqī. Hadis ini juga diriwayatkan oleh Nasai dari jalur Masruq dari Aisyah secara maukuf,  demikian pula diriwayatkan oleh Ibn Abī Syaibah dari jalur Syuraih bin Hani dari Aisyah secara maukuf.

Artikel HADIS KEDUA PULUH DUA: KEUTAMAAN MALAM LAILATULQADR pertama kali tampil pada MARKAZSUNNAH.COM | MENEBAR SUNNAH MENUAI HIKMAH.

]]>
https://markazsunnah.com/hadis-kedua-puluh-dua-keutamaan-malam-lailatulqadr/feed/ 0
HADIS KEDUA PULUH: IKTIKAF https://markazsunnah.com/hadis-kedua-puluh-iktikaf/ https://markazsunnah.com/hadis-kedua-puluh-iktikaf/#respond Fri, 21 May 2021 02:32:19 +0000 http://markazsunnah.com/?p=2547 SERIAL PENJELASAN RINGKAS HADIS TENTANG PUASA(1) REDAKSI HADIS: عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ: كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَعْتَكِفُ الْعَشْرَ الْأَوَاخِرَ مِنْ رَمَضَانَ. متفق عليه Dari Ibnu Umar radhiyallahu anhuma, beliau mengatakan, “Rasulullah shalallahu alaihi wasallam selalu melakukan iktikaf pada sepuluh terakhir dari Bulan Ramadan.” (H.R. Bukhari dan Muslim) […]

Artikel HADIS KEDUA PULUH: IKTIKAF pertama kali tampil pada MARKAZSUNNAH.COM | MENEBAR SUNNAH MENUAI HIKMAH.

]]>
SERIAL PENJELASAN RINGKAS HADIS TENTANG PUASA(1)

REDAKSI HADIS:

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ: كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَعْتَكِفُ الْعَشْرَ الْأَوَاخِرَ مِنْ رَمَضَانَ. متفق عليه

Dari Ibnu Umar radhiyallahu anhuma, beliau mengatakan, “Rasulullah shalallahu alaihi wasallam selalu melakukan iktikaf pada sepuluh terakhir dari Bulan Ramadan.” (H.R. Bukhari dan Muslim)

TAKHRIJ HADIS:

Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Bukhari dalam kitabnya, Shahih al-Bukhari, no. 2025 dan Muslim dalam kitabnya, Shahih Muslim, no. 1171.

BIOGRAFI SAHABAT PERAWI HADIS:

Silakan baca melalui link berikut: https://markazsunnah.com/abdullah-bin-umar-teladan-para-pencinta-sunah/

SYARAH HADIS:

Hadis ini menunjukkan keutamaan dari iktikaf dan berdiam diri di dalam masjid -terlebih lagi pada sepuluh terakhir dari Bulan Ramadan- karena Rasulullah shalallahu alaihi wasallam selalu beriktikaf pada sepuluh terakhir dari Bulan Ramadan hingga beliau wafat. Setiap amalan yang Rasulullah shalallahu alaihi wasallam lakukan sebagai bentuk ketaatan dan ibadah, maka amalan itu hukumnya sunah bagi kita.

Iktikaf tidak sah kecuali masjid jemaah (masjid yang ditunaikan salat berjemaah di dalamnya) dan tidak disyaratkan ditunaikan salat Jumat di masjid tersebut, namun jika memungkinkan baginya untuk beriktikaf di masjid yang ditunaikan Salat Jumat di dalamnya maka itu lebih baik karena sebagian ulama mensyaratkan hal itu.

Mayoritas ulama menganjurkan seseorang yang beriktikaf untuk mulai memasuki masjid (tempat iktikafnya) menjelang matahari terbenam pada hari ke-21 Ramadan berdasarkan hadis Abu Said al-Khudri radhiyallahu anhu bahwa Rasulullah shalallahu alaihi wasallam bersabda dalam hadisnya,

مَنِ اعْتَكَفَ مَعِي فَلْيَعْتَكِفَ الْعَشْرَ الْأَوَاخِرَ

“Siapa yang ingin beriktikaf bersamaku, maka beriktikaflah pada sepuluh malam terakhir.”(2)

Hal ini dikuatkan bahwa sesungguhnya tujuan dari iktikaf itu adalah mencari malam Lailatul Qadar, dan terjadinya Lailatul Qadar lebih memungkinkan di malam-malam ganjil sepuluh terakhir Ramadan, dan malam ganjil pertama adalah malam ke-21 Ramadan.

Beriktikaf di dalam masjid pada sepuluh terakhir Ramadan memiliki faedah yang sangat besar karena sesungguhnya iktikaf adalah pengasingan diri sementara dari segala kesibukan dunia untuk dapat bermunajat sepenuhnya kepada Allah ta’ala.

Sebagaimana orang yang beriktikaf memfokuskan dirinya untuk beribadah kepada Allah di dalam masjid, maka dilarang baginya untuk mencumbui istrinya dengan jimak (bersetubuh), berciuman, dan sebagainya. Begitu juga dilarang baginya untuk keluar dari masjid kecuali untuk kebutuhan yang mendesak misalnya mandi wajib (junub karena mimpi basah), kencing dan buang air besar jika di masjid itu tidak ada toilet/kamar mandi serta untuk mencari makanan jika tidak ada seseorang yang membawakannya.

Aisyah radhiallahu anha istri Nabi shallallahu alaihi wasallam berkata,

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا يَدْخُلُ الْبَيْتَ إِلَّا لِحَاجَةٍ إِذَا كَانَ مُعْتَكِفا، وفي رواية: إِلَّا لِحَاجَةِ الْإِنْسَانِ

“Sungguh Nabi shallallahu alaihi wasallam tidaklah masuk ke rumah kecuali ketika ada keperluan apabila beliau sedang beriktikaf.” Di riwayat lain, “Kecuali untuk menunaikan hajat manusiawi.(3)

Adapun keluar masjid dalam bentuk ketaatan maka tidak wajib baginya seperti menjenguk orang sakit, menghadiri jenazah dan sebagainya, maka tidak boleh dia lakukan, kecuali dia mensyaratkan untuk mengulang lagi dari awal iktikafnya (berdasarkan salah satu dari dua pendapat), wallahualam.

Orang yang beriktikaf hendaknya memaksimalkan dirinya dengan tujuan-tujuan iktikaf itu, hendaknya mengisi waktunya dengan salat, membaca al-Qur’an, zikir, dan berbagai amalan-amalan saleh, dan hendaknya memanfaatkan waktunya untuk menimba ilmu dan membaca buku-buku agama dan bermanfaat seperti tauhid, tafsir, hadis, dan lain-lain. Tidak mengapa untuk berbicara dan berbincang-bincang sedikit demi maslahat kepada keluarga dan orang lain berdasarkan hadis Shafiyyah binti Huyay radhiallahu anha istri Nabi shallallahu alaihi wasallam, beliau berkata,

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مُعْتَكِفًا فَأَتَيْتُهُ أَزُورُهُ لَيْلًا فَحَدَّثْتُهُ ثُمَّ قُمْتُ فَانْقَلَبْتُ فَقَامَ مَعِي لِيَقْلِبَنِي

Artinya: “Ketika Rasulullah shallallahu alaihi wasallam sedang melaksanakan iktikaf aku datang menemui beliau di malam hari lalu aku berbincang-bincang sejenak dengan beliau, kemudian aku berdiri hendak pulang, beliau juga ikut berdiri bersama aku untuk mengantarkan aku.(4)

Wallahualam.

Ya Allah, sesungguhnya kami meminta kepada-Mu rasa takut terhadap-Mu di waktu sendiri dan terang-terangan, kalimatul hak di waktu marah dan rida, sikap pertengahan di waktu kurang dan cukup. Ya Allah, kami meminta kepada-Mu kebahagiaan yang tak berakhir, penyejuk hati yang tak terputus. Ya Allah, karuniakanlah kepada kami kenikmatan melihat wajah-Mu Yang Maha Mulia dan ampunilah segala dosa-dosa kami, orang tua kami, dan seluruh kaum muslimin. Amin.

 


Footnote:

(1) Disadur dari kitab Mukhtashar Ahāditsi al– Ṣiyām, karya Syekh Abdullah bin Sālih al-Fauzān hafizhahullah dengan sedikit perubahan dan tambahan seperlunya.

(2) H.R. Bukhari (no. 2018) dan Muslim (no. 1167).

(3) H.R. Bukhari (no. 2029) dan Muslim (no. 297), tambahan lafaznya dalam periwayatan Imam Muslim.

(4) H.R. Bukhari (no. 2035) dan Muslim (no. 2175).

Artikel HADIS KEDUA PULUH: IKTIKAF pertama kali tampil pada MARKAZSUNNAH.COM | MENEBAR SUNNAH MENUAI HIKMAH.

]]>
https://markazsunnah.com/hadis-kedua-puluh-iktikaf/feed/ 0
HADIS KESEBELAS: ADAB-ADAB IFTAR https://markazsunnah.com/hadis-kesebelas-adab-adab-iftar/ https://markazsunnah.com/hadis-kesebelas-adab-adab-iftar/#respond Tue, 20 Apr 2021 08:52:49 +0000 http://markazsunnah.com/?p=2462 SERIAL PENJELASAN RINGKAS HADIS TENTANG PUASA(1) REDAKSI HADIS: عَنْ سَهْلِ بْنِ سَعْدٍ رَضي الله عنه أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: لا يَزَالُ النَّاسُ بِخَيْرٍ مَا عَجَّلُوا الْفِطْر. متفق عليه Dari Sahl bin Saad radhiyallahu anhu, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, “Manusia (umat Islam) senantiasa berada dalam kebaikan selama mereka menyegerakan berbuka.” (H.R. […]

Artikel HADIS KESEBELAS: ADAB-ADAB IFTAR pertama kali tampil pada MARKAZSUNNAH.COM | MENEBAR SUNNAH MENUAI HIKMAH.

]]>
SERIAL PENJELASAN RINGKAS HADIS TENTANG PUASA(1)

REDAKSI HADIS:

عَنْ سَهْلِ بْنِ سَعْدٍ رَضي الله عنه أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: لا يَزَالُ النَّاسُ بِخَيْرٍ مَا عَجَّلُوا الْفِطْر. متفق عليه

Dari Sahl bin Saad radhiyallahu anhu, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, “Manusia (umat Islam) senantiasa berada dalam kebaikan selama mereka menyegerakan berbuka.” (H.R. Bukhari dan Muslim)

TAKHRIJ HADIS:

Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Bukhari dalam kitabnya, Shahih al-Bukhari, no. 1957 dan Muslim dalam kitabnya, Shahih Muslim, no. 1098.

 BIOGRAFI SAHABAT PERAWI HADIS(2):

Nama lengkap beliau adalah Sahl bin Saad bin Malik al-Anshari al-Khazraji al-Sa’idi. Sebelumnya nama beliau adalah Hazn (kesedihan) lalu Rasulullah shallallahu alaihi wasallam memberinya nama Sahl (kemudahan). Kuniyah-nya adalah Abu al-Abbas dan ada yang mengatakan Abu Yahya. Usia Sahl baru mencapai 15 tahun pada saat Nabi shallallahu alaihi wasallam wafat. Sahl wafat pada tahun 88 H dalam usia 96 tahun, versi lain menyebutkan bahwa beliau wafat pada tahun 91 H dalam usia 100 tahun. Beliau adalah sahabat terakhir yang wafat di kota Madinah.

PENJELASAN HADIS SECARA GLOBAL:

Hadis ini menunjukkan salah satu adab dari adab-adab berbuka puasa, yaitu menyegerakan berbuka ketika telah tiba waktunya. Makna dari menyegerakan di sini yaitu berbuka puasa ketika bulatan matahari telah terbenam dan hilang di ufuk. Menyegerakan berbuka memiliki kebaikan yang sangat besar dan merupakan petunjuk Rasulullah serta beramal dengan sunahnya, karena Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam menyegerakan berbuka.

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ أَبِي أَوْفَى رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ: كُنَّا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي سَفَرٍ -وَهُوَ صَائِمٌ-، فَلَمَّا غَرَبَتْ الشَّمْسُ قَالَ لِبَعْضِ الْقَوْمِ: يَا فُلَانُ قُمْ فَاجْدَحْ لَنَا، فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ لَوْ أَمْسَيْتَ! قَالَ: انْزِلْ فَاجْدَحْ لَنَا، قَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ فَلَوْ أَمْسَيْتَ! قَالَ: انْزِلْ فَاجْدَحْ لَنَا، قَالَ: إِنَّ عَلَيْكَ نَهَارًا، قَالَ: انْزِلْ فَاجْدَحْ لَنَا. فَنَزَلَ فَجَدَحَ لَهُمْ فَشَرِبَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. ثُمَّ قَالَ: إِذَا رَأَيْتُمْ اللَّيْلَ قَدْ أَقْبَلَ مِنْ هَا هُنَا فَقَدْ أَفْطَرَ الصَّائِمُ

Abdullah bin Abu Awfa radhiyallah ‘anhu berkata, “Kami pernah bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallah dalam suatu perjalanan dan beliau berpuasa. Ketika matahari terbenam, beliau berkata kepada sebagian rombongan, ‘Wahai fulan, bangun dan siapkanlah minuman buat kami’. Orang yang disuruh itu berkata, ‘Wahai Rasulullah, bagaimana jika kita menunggu hingga malam’. Beliau berkata, ‘Turunlah dan siapkan minuman buat kami’. Orang itu berkata lagi, ‘Wahai Rasulullah, bagaimana jika kita menunggu hingga malam’. Beliau berkata lagi, ‘Turunlah dan siapkan minuman buat kami’. Orang itu berkata lagi, ‘Sekarang masih siang’. Beliau kembali berkata, ‘Turunlah dan siapkan minuman buat kami’. Akhirnya orang itu turun lalu menyiapkan minuman buat mereka. Setelah minum, Nabi shallallahu alaihi wasallam lalu bersabda, ‘Apabila kalian telah melihat malam sudah datang dari arah sana maka orang yang puasa sudah boleh berbuka’.“(3)

Beberapa dalil menunjukkan bahwa menyegerakan berbuka adalah salah satu akhlak dari para Nabi, yaitu:

  • Sebagaimana yang dikatakan oleh Abu Darda radhiyallahu anhu, “Tiga hal dari akhlak kenabian: menyegerakan berbuka, mengakhirkan sahur dan meletakkan tangan kanan di atas tangan kiri di dalam shala.” (4) Dalam menyegerakan berbuka, ada kemudahan bagi manusia dan menjauhkan diri dari sifat ghuluw atau berlebih-lebihan di dalam agama. Para sahabat Rasulullah radhiyallahu anhum ajma’in telah mengikuti akhlak yang mulia ini.
  • Imam Bukhari rahimahullah menyebutkan, “Abu Said al-Khudri radhiyallahu anhu berbuka puasa ketika bulatan matahari telah hilang.”(5)
  • Amr bin Maimun al-Audi rahimahullah menyebutkan, “Sahabat Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam adalah (mereka) yang paling cepat dalam berbuka puasa dan paling lambat dalam makan sahur.”(6)

Barangsiapa yang berbuka dan mengira bahwa matahari telah terbenam (padahal hakikatnya matahari belum terbenam) maka puasanya tidak batal karena dimaafkan, sebagaimana orang yang minum dan makan dalam keadaan lupa (puasanya sah dan tidak batal). Hendaknya dia menyempurnakan puasanya hingga matahari telah terbenam. Orang yang lupa dan orang bersalah memiliki satu hukum yang sama, Allah Taala berfirman,

رَبَّنَا لَا تُؤَاخِذْنَا إِن نَّسِينَا أَوْ أَخْطَأْنَا

“Ya Rabb kami, jangan Engkau hukum kami jika kami lupa dan kami bersalah.” (Q.S. al-Baqarah, ayat 286)

Seorang yang berpuasa seyogianya memanfaatkan waktu menjelang berbuka puasa dan memperbanyak berdoa di waktu tersebut karena waktu berbuka puasa adalah waktu mustajabnya doa. Hendaknya ia tidak meninggalkan sunah ini untuk memohon setiap hajat kita, hajat apa pun itu.

عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ رَضي الله عنه قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم: ثَلاَثَةٌ لاَ تُرَدُّ دَعْوَتُهُمُ الإِمَامُ الْعَادِلُ وَالصَّائِمُ حَتَّى يُفْطِرَ وَدَعْوَةُ الْمَظْلُومِ

Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu, dia berkata bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, “Ada tiga doa yang tidak tertolak: doa pemimpin yang adil, doa orang yang berpuasa sampai ia berbuka, dan doa orang yang terzalimi.”(7)

Juga disebutkan dalam hadis lainnya:

عن عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرِو بْنِ الْعَاصِ رَضي الله عنهما قال: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم إِنَّ لِلصَّائِمِ عِنْدَ فِطْرِهِ لَدَعْوَةً مَا تُرَدُّ

Dari Abdullah bin Amr bin al-Ash radhiyallahu anhuma, dia berkata bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, “Sesungguhnya doa orang yang berpuasa ketika berbuka tidaklah tertolak.”

Diriwayatkan bahwa Ibnu Abi Mulaikah mengatakan, “Saya mendengar Abdullah bin Amr radhiyallahu anhuma berdoa ketika berbuka puasa,

اللّهُمَّ إِنِّيْ أَسْأَلُكَ بِرَحْمَتِكَ  الَّتِيْ وَسِعَتْ كُلَّ شَيْءٍ أَنْ تَغْفِرَ لِيْ

‘Ya Allah, sesungguhnya aku memohon rahmat-Mu yang meliputi segala sesuatu agar Engkau mengampunkan aku’.”(8)

Salah satu bacaan yang disunahkan ketika berbuka puasa adalah sebagaimana apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Umar radhiyallahu anhuma bahwa Rasulullah shallallahu ‘laihi wasallam apabila berbuka puasa beliau mengucapkan,

ذَهَبَ الظَّمَأُ وَابْتَلَّتِ الْعُرُوقُ وَثَبَتَ الأَجْرُ إِنْ شَاءَ اللهُ

Dzahaba azh-zhama-u wabtallat al-‘uruqu wa tsabata al-ajru insya Allah (telah hilang dahaga, telah basah tenggorokan, dan pahala telah ditetapkan insya Allah).”(9) Wallahu A’lam.

Ya Allah, karuniakan kami ilmu yang bermanfaat, amal yang diterima, dan rezeki yang tayib.

Ya Allah, jawablah doa-doa kami, perkenankan segala harapan kami dan ampunilah kami, kedua orang tua kami, dan seluruh kaum muslimin. Aamiin.


Footnote:

(1) Disadur dari kitab Mukhtashar Ahāditsi al- Ṣiyām, karya Syekh Abdullah bin Sālih al-Fauzān hafizhahullah dengan sedikit perubahan dan tambahan seperlunya.

(2) Lihat: al-Isti’ab karya Ibn Abdilbarr (2/ 664), Usdu al-Ghabah karya Ibn al-Atsir (2/ 575) dan al-Ishabah karya Ibnu Hajar al-Asqalani (3/ 167).

(3) H.R. Bukhari, no. 1965 dan Muslim, no. 1101.

(4) H.R. al-Thabrani dalam al-Mu’jam al-Kabir sebagaimana yang disebutkan dalam Majma’ al-Zawaid (2/ 105). Beliau (al-Haitsami) berkata, “Hadis ini diriwayatkan secara marfuk dan maukuf dari perkataan Abu al-Darda dan riwayat maukuf sahih. Adapun riwayat marfuk terdapat beberapa rawi yang aku belum dapatkan biografinya.” Riwayat marfuk juga diriwayatkan dari Ibnu Abbas radhiyallahu anhuma sebagaimana disebutkan oleh Ibnu Hibban (5/ 67-68).

(5) Fathu al-Bari (4/ 196).

(6) Diriwayatkan oleh Abdurrazzaq dalam al-Mushannaf (4/ 226), Ibnu Hajar dalam Fathu al-Bari (4/ 199) mengatakan, “Isnadnya sahih.”

(7) H.R. Tirmidzi (no. 3598), Ibnu Majah (no. 1752) dan hadis ini memiliki beberapa syawahid (bukti penguat) di antaranya dari Abdullah bin Amru bin al-‘Ash radhiyallahu anhuma.

(8) H.R. Ibnu Majah (no. 1753), al-Hakim (1/ 422) dan Ibnu al-Sunni (no. 481). Al-Bushiri berkata, “Sanad hadis ini sahih.” Lihat: Mishbah al-Zujajah (hal. 254). Hukum hadis ini sebagai sahih perlu dikaji. Al-Mundziri dalam al-Targhib wa al-Tarhib (2/ 89) menyatakannya sebagai hadis lemah. Hadis-hadis terkait masalah ini semua ada perbincangan pada sanadnya, akan tetapi dengan banyaknya jalur periwayatan maka boleh jadi derajat hadisnya bisa terangkat, apatah lagi keberadaan beberapa atsar dari salaf yang menguatkannya. Lihat: Tafsir Ibn Katsir (2/ 66-67), Tanbih al-Qari’ karya Syekh Abdullah al-Duwaiys (hal. 78 dan 79) dan Zawaid al-Sunan al-Arba’ah ala al-Shahihain fi al-Shiyam (1/ 239).

(9) H.R. Abu Daud (no. 2357), al-Baihaqi (4/ 239), al-Hakim (1/ 422), Ibnu al-Sunni (no. 478) dan al-Daraquthni (2/ 185), beliau berkata, “Husain bin Waqid bersendiri dalam meriwayatkan hadis ini dan sanadnya hasan.” Husain adalah seorang yang tsiqah namun memiliki beberapa kekeliruan sebagaimana disebutkan oleh Ibnu Hajar dalam al-Taqrib.

Artikel HADIS KESEBELAS: ADAB-ADAB IFTAR pertama kali tampil pada MARKAZSUNNAH.COM | MENEBAR SUNNAH MENUAI HIKMAH.

]]>
https://markazsunnah.com/hadis-kesebelas-adab-adab-iftar/feed/ 0