Dr. Muhammad Yusran Anshar, Lc., M.A., Pengarang di MARKAZSUNNAH.COM | MENEBAR SUNNAH MENUAI HIKMAH https://markazsunnah.com/author/muhammad-yusran-anshar/ Tue, 06 May 2025 10:04:50 +0000 id hourly 1 https://wordpress.org/?v=6.8.1 BAB: ANCAMAN KERAS BERDUSTA ATAS NAMA RASULULLAH ṢALLALLĀHU ‘ALAIHI WA SALLAM https://markazsunnah.com/bab-ancaman-keras-berdusta-atas-nama-rasulullah-%e1%b9%a3allallahu-alaihi-wa-sallam/ https://markazsunnah.com/bab-ancaman-keras-berdusta-atas-nama-rasulullah-%e1%b9%a3allallahu-alaihi-wa-sallam/#respond Tue, 06 May 2025 10:04:50 +0000 https://markazsunnah.com/?p=7818 Bab: Ancaman Keras Berdusta atas Nama Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam Hadis Kedua: عن أَنَسٍ -رضي الله عنه- قال: إِنه لَيَمْنَعُنِيْ أَنْ أُحَدِّثَكُمْ حَدِيْثًا كَثِيْرًا أَنَّ النَّبِيَّ -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: مَنْ ‌تعمَّدَ ‌عَلَيَّ كَذِبًا فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ. Artinya: Dari Anas raḍiyallāhu ‘anhu, ia berkata, “Sesungguhnya yang menghalangiku untuk banyak menyampaikan hadis kepada […]

Artikel BAB: ANCAMAN KERAS BERDUSTA ATAS NAMA RASULULLAH ṢALLALLĀHU ‘ALAIHI WA SALLAM pertama kali tampil pada MARKAZSUNNAH.COM | MENEBAR SUNNAH MENUAI HIKMAH.

]]>
Bab: Ancaman Keras Berdusta atas Nama Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam

Hadis Kedua:

عن أَنَسٍ -رضي الله عنه- قال: إِنه لَيَمْنَعُنِيْ أَنْ أُحَدِّثَكُمْ حَدِيْثًا كَثِيْرًا أَنَّ النَّبِيَّ -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: مَنْ ‌تعمَّدَ ‌عَلَيَّ كَذِبًا فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ.

Artinya:

Dari Anas raḍiyallāhu ‘anhu, ia berkata, “Sesungguhnya yang menghalangiku untuk banyak menyampaikan hadis kepada kalian adalah sabda Nabi ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam, ‘Barang siapa yang sengaja berdusta atas namaku, maka hendaklah ia mengambil tempat duduknya di neraka’.”

Takhrij Hadis

Hadis ini diriwayatkan oleh Imam al-Bukhārī dalam kitabnya al-Ṣaḥīḥ; kitab al-‘Ilmi, bab “Iṡmu Man Każaba ‘alā al-Nabi (Dosa Seseorang yang Berdusta Atas Nama Nabi)”, no. 108, dan Imam Muslim dalam kitabnya al- Ṣaḥīḥ; Muqaddimah Ṣaḥīḥ Muslim, bab “Taglīẓ al-Każib ‘alā Rasulillāh ṣallalllāhu ‘alaihi wa sallam (Besarnya Dosa Berdusta Atas Nama Rasulullah ṣallalllāhu ‘alaihi wa sallam)”, no. 2.

Biografi Singkat Perawi Hadis

Beliau adalah Anas bin Mālik bin al-Naḍr bin Ḍamḍam bin Zaid bin Haram bin Jundub bin ‘Amir bin Ganm bin ‘Ādi bin al-Najjār Al-Anṣārī al-Najjārī. Kuniyah-nya adalah Abū Hamzah al-Madanī. Ibunya adalah Ummu Sulaim binti Milhan bin Khalīd bin Zaid bin Haram. Beliau wafat pada tahun 92 Hijriah.1

 

Hadis Ketiga:

عَنْ أبي هُرَيْرَةَ -رَضِيَ اللهُ عَنْهُ- عَنِ النَّبِيِّ -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- قَالَ: ومَن كَذَب عليّ مُتعمِّدًا فليتبوَّأْ مَقْعَدَهُ من النار.

Artinya:

Dari Abū Hurairah raḍiyallāhu ‘anhu, Nabi ṣallalllāhu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barang siapa berdusta atas namaku dengan sengaja maka maka hendaklah ia menempati tempat duduknya di neraka.”

Takhrij Hadis

Hadis ini diriwayatkan oleh Imam al-Bukhārī dalam kitabnya al- Ṣaḥīḥ; kitab al-‘Ilmi, bab “Iṡmu Man Każaba ‘alā al-Nabi (Dosa Seseorang yang Berdusta Atas Nama Nabi)”, no. 110, dan Imam Muslim dalam kitabnya al- Ṣaḥīḥ; Muqaddimah Ṣaḥīḥ Muslim, bab “Taglīẓ al-Każib ‘alā Rasulillāh ṣallalllāhu ‘alaihi wa sallam (Besarnya Dosa Berdusta Atas Nama Rasulullah ṣallalllāhu ‘alaihi wa sallam)”, no. 3.

Biografi Singkat Perawi Hadis

Abū Hurairah al-Dausī al-Yamanī, nama aslinya adalah ‘Abdurraḥmān bin Ṣakhr. Beliau masuk Islam pada tahun ketujuh Hijriyah dan diberi kuniyah Abū Hurairah karena beliau biasa membawa anak kucing di lengan bajunya. Beliau termasuk salah satu sumber ilmu dan merupakan sahabat yang paling banyak meriwayatkan hadis dari Rasulullah ṣallalllāhu ‘alaihi wa sallam. Abu Hurairah wafat pada tahun 57 Hijriyah raḍiyallāhu ‘anhu.2

 

Hadis Keempat:

عَنِ الْمُغِيرَةِ -رَضِيَ اللهُ عَنْهُ- قَالَ سَمِعْتُ النَّبِيَّ -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- يقول: إِنَّ كذِبًا عليّ ليس ككذِبٍ على أحدٍ، مَن كَذَبَ عليَّ مُتعمِّدًا فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ منَ النار.

Artinya:

Dari al-Mugīrah raḍiyallāhu ‘anhu, dia berkata, “Aku mendengar Nabi ṣallalllāhu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Sesungguhnya berdusta atas namaku tidak sama dengan berdusta atas seseorang, barang siapa berdusta atas namaku dengan sengaja maka maka hendaklah ia menempati tempat duduknya di neraka’.”

Takhrij Hadis

Hadis ini diriwayatkan oleh Imam al-Bukhārī dalam kitabnya al- Ṣaḥīḥ; kitab al-Janā’iz, bab “Mā Yukrahu min al-Niyāhah ‘alā al-Mayyit (Hal yang Dibenci dari Meratapi Mayit)”, no. 1291, dan Imam Muslim dalam kitabnya al- Ṣaḥīḥ; Muqaddimah Ṣaḥīḥ Muslim, bab “Taglīẓ al-Każib ‘alā Rasulillāh ṣallalllāhu ‘alaihi wa sallam (Besarnya Dosa Berdusta Atas Nama Rasulullah ṣallalllāhu ‘alaihi wa sallam)”, no. 4.

Biografi Singkat Perawi Hadis

Al-Mugīrah bin Syu‘bah bin Abī ‘Āmir, ikut serta dalam Baiat al-Riḍwān. Beliau adalah seorang laki-laki yang tinggi dan berwibawa. Salah satu matanya hilang pada Perang Yarmuk dan ada yang mengatakan bahwa hal itu terjadi pada Perang Qadisiyyah. Beliau wafat pada tahun 50 Hijriah raḍiyallāhu ‘anhu.3

Faedah dan Pelajaran yang Dapat Diambil dari Ketiga Hadis:

  1. Keutamaan Anas bin Mālik, Abū Hurairah, dan al-Mugīrah raḍiyallāhu ‘anhum jamī’an yang telah mendampingi Nabi ṣallalllāhu ‘alaihi wa sallam dan telah menyaksikan serta mendengarkan hadisnya.
  2. Kehati-hatian sahabat Anas bin Mālik raḍiyallāhu ‘anhu dalam menyampaikan dan meriwayatkan hadis Nabi ṣallalllāhu ‘alaihi wa sallam.
  3. Tidak semua yang kita saksikan dan dengarkan harus kita sampaikan kecuali setelah meyakini kebenarannya serta meriwayatkannya sebagaimana adanya.
  4. Larangan berdusta atas nama Nabi ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam sangat tegas karena termasuk dosa besar yang diancam dengan neraka.
  5. Haramnya berdusta atas nama Nabi ṣallalllāhu ‘alaihi wa sallam berlaku secara umum apapun tujuan dan motifnya.
  6. Perbuatan dusta dosanya bertingkat-tingkat, walaupun secara umum hukumnya haram akan tetapi kedustaan atas nama agama dan syariat dosanya jauh lebih besar.
  7. Wajib berhati-hati dalam menyampaikan hadis Nabi ṣallalllāhu ‘alaihi wa sallam dan tidak menisbatkan sesuatu kepada beliau tanpa memastikan kebenarannya.
  8. Ancaman keras bagi orang yang berani dan lancang terhadap agama dan syariat serta berkata atas nama Allah tanpa ilmu.

Footnote:

1 Lihat biografi lengkapnya di link: https://markazsunnah.com/anas-bin-malik-sosok-khadim-sunah/

2 Lihat biografi lengkapnya di link: https://markazsunnah.com/perawi-islam-abu-hurairah/ dan https://markazsunnah.com/perisai-bagi-abu-hurairah-radhiyallahu-anhu/ .

3 Lihat biografi lengkapnya di: al-Isti’āb fī Ma’rifah al-Aṣḥāb karya Ibnu ;Abdilbarr (3/453), Usdu al-Gābah karya Ibnu al-Aṡīr al-Jazarī (5/238) dan al-Iṣābah fī Tamyīz al-Ṣaḥābah karya Ibnu Hajar al-‘Asqalānī (6/156).  

Artikel BAB: ANCAMAN KERAS BERDUSTA ATAS NAMA RASULULLAH ṢALLALLĀHU ‘ALAIHI WA SALLAM pertama kali tampil pada MARKAZSUNNAH.COM | MENEBAR SUNNAH MENUAI HIKMAH.

]]>
https://markazsunnah.com/bab-ancaman-keras-berdusta-atas-nama-rasulullah-%e1%b9%a3allallahu-alaihi-wa-sallam/feed/ 0
BEBERAPA FIKIH PUASA DAN HUKUM TERKAIT RAMADAN (BAGIAN KESEPULUH) https://markazsunnah.com/beberapa-fikih-puasa-dan-hukum-terkait-ramadan-bagian-kesepuluh/ https://markazsunnah.com/beberapa-fikih-puasa-dan-hukum-terkait-ramadan-bagian-kesepuluh/#respond Sat, 22 Mar 2025 05:33:31 +0000 https://markazsunnah.com/?p=7689 BEBERAPA FIKIH PUASA DAN HUKUM TERKAIT RAMADAN[1] (BAGIAN KESEPULUH) Idul Fitri 💎 Dalam hadis dan atsar disebutkan bahwa ucapan selamat hari raya Id dilakukan pada hari rayanya. Namun demikian tidak ada larangan untuk mengucapkannya sebelum hari raya. Jika seseorang ingin menyampaikannya lebih awal maka waktunya adalah dimulai pada malam hari raya, akan tetapi waktu terbaik […]

Artikel BEBERAPA FIKIH PUASA DAN HUKUM TERKAIT RAMADAN (BAGIAN KESEPULUH) pertama kali tampil pada MARKAZSUNNAH.COM | MENEBAR SUNNAH MENUAI HIKMAH.

]]>
BEBERAPA FIKIH PUASA DAN HUKUM TERKAIT RAMADAN[1] (BAGIAN KESEPULUH)

Idul Fitri

💎 Dalam hadis dan atsar disebutkan bahwa ucapan selamat hari raya Id dilakukan pada hari rayanya. Namun demikian tidak ada larangan untuk mengucapkannya sebelum hari raya. Jika seseorang ingin menyampaikannya lebih awal maka waktunya adalah dimulai pada malam hari raya, akan tetapi waktu terbaik mengucapakan selamat adalah pagi hari raya.

💎Ucapan selamat hari raya adalah sunah, namun tidak ada hadis yang menetapkan waktu mulai maupun lafaz tertentu untuk mengucapkannya. Ucapan selamat boleh dilakukan sebelum atau setelah salat Id, tetapi setelah salat lebih utama.

💎 Ucapan selamat hari raya bisa dilakukan dengan ungkapan apa pun yang memiliki makna yang baik. Tidak ada satu lafaz khusus yang ditetapkan dalam hadis. Ungkapan yang paling sahih adalah ucapan para sahabat ketika mereka saling memberi selamat, yaitu:

تَقَبَّلَ اللهُ مِنَّا وَمِنْكَ

Artinya: “Semoga Allah menerima amalan dari kami dan darimu”.

Imam Ahmad menilai sanadnya baik.

💎 Ucapan selamat dengan “Taqabbalallahu minnaa waminka” (Semoga Allah menerima amalan dari kami dan darimu) tidak menunjukkan bahwa para sahabat dan tabiin selalu terikat dengan lafaz ucapan ini. Oleh karena itu Imam Malik berkata, “Saya tidak mengetahuinya, tetapi juga tidak mengingkarinya.” Padahal mam Malik adalah salah satu imam yang paling mengetahui kondisi para sahabat dan tabiin.

💎 Pada Idul Fitri, dianjurkan untuk bertakbir mulai dari terbenamnya matahari pada malam Idul Fitri (ketika Ramadan telah sempurna) hingga salat Id. Hal ini berdasarkan firman Allah:

وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَىٰ مَا هَدَاكُمْ

Artinya: Hendaklah kamu menyempurnakan bilangan (puasa) dan bertakbir kepada Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu”. [QS. Al-Baqarah: 185].

💎 Takbiran adalah amalan terbaik untuk menutup Ramadan dan pada malam Idul Fitri. Ibnu Abbas radhiyallahu anhuma berkata, “Sepatutnya bagi kaum Muslimin, ketika mereka melihat hilal Syawal, untuk bertakbir hingga mereka selesai dari salat hari raya mereka.”

💎 Disunnahkan pada Idul Fitri untuk:

  1. Mandi sebelum salat Id.
  2. Memakai pakaian terbaik.
  3. Menggunakan parfum.
  4. Takbiran.
  5. Makan kurma dalam jumlah ganjil sebelum salat.
  6. Berjalan kaki menuju tempat salat Id (jika memungkinkan).
  7. Membawa keluarga untuk menghadiri salat Id.
  8. Pulang melalui jalan yang berbeda dari saat berangkat.

💎 Tidak disyariatkan salat dua rakaat sebelum atau sesudah salat Id, kecuali salat tahiyatul masjid (jika salat Id dilakukan di dalam masjid). Dalam Sahih Bukhari dan Muslim disebutkan bahwa Nabi ﷺ tidak melakukan salat apa pun setelah salat Id. Adapun hadis yang menyebutkan bahwa Nabi ﷺ atau sebagian sahabat melaksanakan salat sunah setelah Id riwayatnya tidak sahih.

💎 Barang siapa yang telah menghadiri salat Id, maka kewajiban salat Jumat gugur baginya, dan ia boleh menggantinya dengan salat Zuhur. Namun imam tetap menyelenggarakan salat Jumat bagi yang ingin mengikutinya. Hal ini ditunjukkan dalam dalil yang sahih dari Nabi ﷺ serta diamalkan oleh Umar, Utsman, dan mayoritas sahabat radhiyallahu ‘anhum.

💎 Mimbar khotbah (Jumat, Id dll) bukan hanya untuk memberi mauizah, tetapi juga untuk memberikan pemahaman tentang peristiwa yang terjadi di tengah umat. Dalam Sahih Bukhari, disebutkan bahwa Nabi ﷺ di atas mimbar menyebutkan kondisi berbagai kabilah, baik yang mendukung maupun menentangnya, seperti Aslam, Ghifar, dan ‘Ushayyah.


Footnote:

[1] Dipilih dan disadur serta diterjemahkan dari kitab Suthur min al-Naql wa al-‘Aql wa al-Fikr (Kumpulan Tweet al-Syaikh al-Muhaddits Abdul Aziz bin Marzuq al-Tharifi –hafizhahullah-)

Artikel BEBERAPA FIKIH PUASA DAN HUKUM TERKAIT RAMADAN (BAGIAN KESEPULUH) pertama kali tampil pada MARKAZSUNNAH.COM | MENEBAR SUNNAH MENUAI HIKMAH.

]]>
https://markazsunnah.com/beberapa-fikih-puasa-dan-hukum-terkait-ramadan-bagian-kesepuluh/feed/ 0
BEBERAPA FIKIH PUASA DAN HUKUM TERKAIT RAMADAN (BAGIAN KESEMBILAN) https://markazsunnah.com/beberapa-fikih-puasa-dan-hukum-terkait-ramadan-bagian-kesembilan/ https://markazsunnah.com/beberapa-fikih-puasa-dan-hukum-terkait-ramadan-bagian-kesembilan/#respond Fri, 21 Mar 2025 08:36:58 +0000 https://markazsunnah.com/?p=7686 BEBERAPA FIKIH PUASA DAN HUKUM TERKAIT RAMADAN[1] (BAGIAN KESEMBILAN) Zakat Fitrah 💎 Zakat Fitrah wajib menurut mayoritas ulama, kewajibannya berlaku baik untuk yang muda maupun yang tua. Wali bertanggung jawab membayarkannya untuk orang-orang yang menjadi tanggungannya, termasuk istrinya. Disunahkan juga membayarkannya untuk janin. 💎 Lebih utama jika setiap anggota keluarga dalam satu rumah mengeluarkan zakat […]

Artikel BEBERAPA FIKIH PUASA DAN HUKUM TERKAIT RAMADAN (BAGIAN KESEMBILAN) pertama kali tampil pada MARKAZSUNNAH.COM | MENEBAR SUNNAH MENUAI HIKMAH.

]]>
BEBERAPA FIKIH PUASA DAN HUKUM TERKAIT RAMADAN[1] (BAGIAN KESEMBILAN)

Zakat Fitrah

💎 Zakat Fitrah wajib menurut mayoritas ulama, kewajibannya berlaku baik untuk yang muda maupun yang tua. Wali bertanggung jawab membayarkannya untuk orang-orang yang menjadi tanggungannya, termasuk istrinya. Disunahkan juga membayarkannya untuk janin.

💎 Lebih utama jika setiap anggota keluarga dalam satu rumah mengeluarkan zakat fitrah sendiri dari hartanya, jika ia memiliki harta yang mencukupi kebutuhannya. Anak-anak yang sudah bekerja juga dianjurkan membayarnya sendiri, namun jika ayah mereka membayarkan untuk mereka, itu tetap sah. Beberapa ulama salaf juga menganjurkan membayarkan zakat fitrah atas nama para pekerjanya.

💎 Waktu terbaik untuk membayar zakat fitrah adalah antara salat subuh dan salat id.

💎 Diperbolehkan membayar zakat fitrah satu atau dua hari sebelum hari raya. Para sahabat juga melakukannya, dan Ibnu Umar radhiyallahu anhuma bahkan mengirimkannya tiga hari sebelumnya.

💎 Menunda pembayaran zakat fitrah hingga setelah salat Id tidak sah, seperti menunda salat subuh hingga matahari terbit, kecuali karena ada uzur seperti lupa. Zakat fitrah harus dikeluarkan dari makanan pokok di negeri tersebut, yaitu yang biasa dikonsumsi untuk makan siang atau malam, seperti beras atau tepung, tergantung pada kebiasaan di masing-masing daerah. Tidak boleh mengeluarkan makanan yang bukan makanan pokok di suatu negeri, meskipun itu menjadi makanan pokok di negeri atau daerah lain.

💎 Dalam zakat fitrah, makanan pokok masyarakat dapat berubah sesuai dengan zaman. Oleh karena itu, zakat fitrah tidak sah jika dikeluarkan dalam bentuk barli atau kurma pada masa sekarang, meskipun keduanya disebut dalam hadis. Hal ini karena barli sudah tidak lagi dikonsumsi sebagai makanan pokok, dan kurma telah menjadi buah konsumsi biasa, bukan makanan pokok.

💎 Wajib mengeluarkan zakat fitrah sebanyak satu sha‘. Diperbolehkan mengeluarkan dua jenis makanan dalam satu sha‘ untuk satu orang, asalkan kedua jenis makanan tersebut dapat dimanfaatkan oleh orang miskin, baik secara bersamaan maupun secara terpisah.

💎 Sunahnya zakat fitrah dikeluarkan dalam bentuk makanan, bukan dalam bentuk uang, menurut kesepakatan para ulama. Namun mereka berbeda pendapat tentang sahnya pembayaran dalam bentuk uang, dan sekelompok ulama salaf memperbolehkannya. Namun yang lebih hati-hati adalah mengeluarkannya dalam bentuk makanan pokok.

💎 Tidak terdapat riwayat yang sah dari Nabi ﷺ maupun para sahabat yang menunjukkan bahwa mereka mengeluarkan zakat fitrah dalam bentuk uang. Namun sebagian tabiin memperbolehkan membayarkannya dengan uang jika ada kemaslahatan, seperti mengirimkannya ke negeri yang jauh dan miskin.

💎 Sebaiknya mengeluarkan zakat fitrah di negeri tempat muzaki berada. Namun jika terdapat negeri yang lebih membutuhkan diperbolehkan memindahkannya ke sana. Jika pengiriman makanan tidak memungkinkan, maka boleh mengubahnya menjadi uang demi kemaslahatan yang jelas.

💎 Memberikan zakat fitrah kepada pekerja dan khadam memiliki dua kondisi:

  1. Jika dalam kontrak kerja disebutkan bahwa majikan menanggung makanan mereka, maka tidak boleh memberikan zakat fitrah kepada mereka.
  2. Jika dalam kontrak mereka bertanggung jawab atas makanan mereka sendiri, maka boleh memberikan zakat fitrah kepada mereka.

Footnote:

[1] Dipilih dan disadur serta diterjemahkan dari kitab Suthur min al-Naql wa al-‘Aql wa al-Fikr (Kumpulan Tweet al-Syaikh al-Muhaddits Abdul Aziz bin Marzuq al-Tharifi –hafizhahullah-)

Artikel BEBERAPA FIKIH PUASA DAN HUKUM TERKAIT RAMADAN (BAGIAN KESEMBILAN) pertama kali tampil pada MARKAZSUNNAH.COM | MENEBAR SUNNAH MENUAI HIKMAH.

]]>
https://markazsunnah.com/beberapa-fikih-puasa-dan-hukum-terkait-ramadan-bagian-kesembilan/feed/ 0
BEBERAPA FIKIH PUASA DAN HUKUM TERKAIT RAMADAN (BAGIAN KEDELAPAN) https://markazsunnah.com/beberapa-fikih-puasa-dan-hukum-terkait-ramadan-bagian-kedelapan/ https://markazsunnah.com/beberapa-fikih-puasa-dan-hukum-terkait-ramadan-bagian-kedelapan/#respond Wed, 19 Mar 2025 08:52:40 +0000 https://markazsunnah.com/?p=7677 BEBERAPA FIKIH PUASA DAN HUKUM TERKAIT RAMADAN[1] (BAGIAN KEDELAPAN) Lailatul Qadar 💎 Merugi, merugi, merugi orang yang tidak menukar beberapa jam untuk mendapatkan delapan puluh tiga tahun. 💎 Seandainya seseorang diberi tawaran upah tiga bulan hanya dengan bekerja satu bulan di negeri tertentu sebagai perantau, tentu ia akan merantau dan menanggung kesulitan demi itu. Padahal, […]

Artikel BEBERAPA FIKIH PUASA DAN HUKUM TERKAIT RAMADAN (BAGIAN KEDELAPAN) pertama kali tampil pada MARKAZSUNNAH.COM | MENEBAR SUNNAH MENUAI HIKMAH.

]]>
BEBERAPA FIKIH PUASA DAN HUKUM TERKAIT RAMADAN[1] (BAGIAN KEDELAPAN)

Lailatul Qadar

💎 Merugi, merugi, merugi orang yang tidak menukar beberapa jam untuk mendapatkan delapan puluh tiga tahun.

💎 Seandainya seseorang diberi tawaran upah tiga bulan hanya dengan bekerja satu bulan di negeri tertentu sebagai perantau, tentu ia akan merantau dan menanggung kesulitan demi itu. Padahal, Lailatul Qadar setara dengan ibadah selama 83 tahun.

💎 Seandainya seseorang diberi tawaran upah tiga bulan hanya dengan bekerja satu bulan di negeri tertentu sebagai perantau, tentu ia akan merantau dan menanggung kesulitan demi itu. Padahal, Lailatul Qadar setara dengan ibadah selama 83 tahun.

💎 Tidak ada riwayat dari Nabi ﷺ maupun para sahabat yang mengaitkan Lailatul Qadar dengan malam Jumat, dan malam Jumat sendiri tidak memiliki keutamaan khusus dalam hal ini. Bahkan, dalam hadis sahih disebutkan larangan mengkhususkan malam Jumat untuk salat malam secara khusus.

💎 Tidak ada hadis yang sahih yang menetapkan secara pasti satu malam tertentu sebagai Lailatul Qadar yang tidak pernah berubah. Malam ini dikenali melalui tanda-tanda dan indikasi, dengan kemungkinan terbesar pada malam-malam ganjil, terutama malam ke-27, kemudian ke-21, lalu ke-23.

💎 Salah satu amalan terbaik di malam Lailatul Qadar adalah membaca Al-Qur’an, karena malam ini dimuliakan disebabkan oleh Al-Qur’an, yang diturunkan di dalamnya.

💎 Tidak ada tanda pasti yang dapat diketahui sebelumnya untuk menentukan Lailatul Qadar. Yang ada hanyalah tanda-tanda setelahnya yang bersifat dugaan. Riwayat yang sahih menyebutkan bahwa matahari pada pagi harinya terbit tanpa sinar yang menyilaukan. Adapun anggapan bahwa anjing, keledai, atau ayam jantan diam pada pagi harinya, itu tidak sahih.

💎 Tidak ada dalil yang sahih yang menetapkan bahwa jika malam ganjil dari sepuluh hari terakhir bertepatan dengan malam Jumat, itu menjadi tanda bahwa malam tersebut adalah Lailatul Qadar atau memiliki keutamaan khusus. Hari dalam Islam mengikuti malam sebelumnya.

💎 Tidak mengapa mengambil manfaat dari mimpi dalam mencari tahu Lailatul Qadar. Hal ini telah diriwayatkan secara sahih dari Rasulullah ﷺ, di mana beliau bersabda:

أَرَى ‌رُؤْياكُمْ ‌قَدْ ‌تَواطَأَتْ فِي السَّبْعِ الأَواخِرِ

Artinya: “Aku melihat bahwa mimpi kalian telah bersepakat bahwa (Lailatul Qadar) berada di tujuh malam terakhir.”[2]


Footnote:

[1] Dipilih dan disadur serta diterjemahkan dari kitab Suthur min al-Naql wa al-‘Aql wa al-Fikr (Kumpulan Tweet al-Syaikh al-Muhaddits Abdul Aziz bin Marzuq al-Tharifi –hafizhahullah-)

[2] HR. Bukhari (no. 1156,1157 dan 1158) dan Muslim (no. 1165) dari Ibnu Umar radhiyallahu anhuma.

Artikel BEBERAPA FIKIH PUASA DAN HUKUM TERKAIT RAMADAN (BAGIAN KEDELAPAN) pertama kali tampil pada MARKAZSUNNAH.COM | MENEBAR SUNNAH MENUAI HIKMAH.

]]>
https://markazsunnah.com/beberapa-fikih-puasa-dan-hukum-terkait-ramadan-bagian-kedelapan/feed/ 0
BEBERAPA FIKIH PUASA DAN HUKUM TERKAIT RAMADAN (BAGIAN KETUJUH) https://markazsunnah.com/beberapa-fikih-puasa-dan-hukum-terkait-ramadan-bagian-ketujuh/ https://markazsunnah.com/beberapa-fikih-puasa-dan-hukum-terkait-ramadan-bagian-ketujuh/#respond Tue, 18 Mar 2025 08:46:48 +0000 https://markazsunnah.com/?p=7673 BEBERAPA FIKIH PUASA DAN HUKUM TERKAIT RAMADAN[1] (BAGIAN KETUJUH) Ibadah Sepuluh Malam Terakhir dan Iktikaf 💎 Fokusnya Nabi ﷺ untuk beriktikaf dalam sepuluh hari terakhir Ramadan, meskipun beliau mengurus pemerintahan Islam, memberikan fatwa, dan seluruh umat membutuhkannya, adalah bukti bahwa kepentingan lain sebaiknya ditunda demi ibadah di hari-hari tersebut. 💎 Menghidupkan seluruh malam dengan salat […]

Artikel BEBERAPA FIKIH PUASA DAN HUKUM TERKAIT RAMADAN (BAGIAN KETUJUH) pertama kali tampil pada MARKAZSUNNAH.COM | MENEBAR SUNNAH MENUAI HIKMAH.

]]>
BEBERAPA FIKIH PUASA DAN HUKUM TERKAIT RAMADAN[1] (BAGIAN KETUJUH)

Ibadah Sepuluh Malam Terakhir dan Iktikaf

💎 Fokusnya Nabi ﷺ untuk beriktikaf dalam sepuluh hari terakhir Ramadan, meskipun beliau mengurus pemerintahan Islam, memberikan fatwa, dan seluruh umat membutuhkannya, adalah bukti bahwa kepentingan lain sebaiknya ditunda demi ibadah di hari-hari tersebut.

💎 Menghidupkan seluruh malam dengan salat di sepuluh hari terakhir adalah petunjuk Nabi ﷺ. Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata, “Nabi shallallahu alaihi wasallam mencampur dua puluh malam pertama dengan salat dan tidur. Namun, ketika memasuki sepuluh hari terakhir, beliau bersungguh-sungguh dan mengencangkan sarungnya.”[2]

💎 Disunahkan bagi wanita untuk menghidupkan malam di rumahnya sebagaimana laki-laki melakukannya di masjid. Sebab, Nabi ﷺ ketika memasuki sepuluh hari terakhir Ramadan, beliau mengencangkan sarungnya, menghidupkan malamnya, dan membangunkan keluarganya.

💎 Wanita yang tidak bisa salat karena haid tetap dianjurkan untuk duduk di tempat ibadahnya pada malam-malam sepuluh terakhir tanpa salat. Ia dapat membaca, berzikir, dan berdoa kepada Allah. Diharapkan ia tetap mendapatkan pahala sepuluh hari terakhir dan malam Lailatul Qadar.

💎 Orang yang tidak mampu menghidupkan malam-malam sepuluh terakhir karena uzur, seperti pekerjaan berat yang tidak memberinya libur, jika ia salat Isya dan Subuh secara berjamaah, maka ia tetap mendapatkan pahala menghidupkan malam-malam tersebut serta meraih keutamaan Lailatul Qadar. Hal ini diriwayatkan secara sahih dari Ibnu al-Musayyib dan lainnya rahimahumullah. Karunia Allah itu luas.

💎 Tampak dari sunah bahwa pendapat Said bin al-Musayyib rahimahullah didukung oleh dalil, dan ini adalah pendapat yang sangat tepat. Karunia dan rahmat Allah azza wajalla lebih luas dan tidak berbatas.

💎 Seseorang yang memasuki masjid, baik laki-laki maupun wanita, sebaiknya berniat iktikaf, meskipun hanya sebentar. Diriwayatkan dari Ya‘la bin Umayyah radhiyallahu anhu, salah seorang sahabat, bahwa ia beriktikaf selama satu jam. Selain itu, terdapat riwayat yang menyebutkan iktikaf selama satu malam sebagai amalan yang disunahkan.

💎 Barang siapa yang tidak mampu beriktikaf selama sepuluh hari terakhir, maka hendaknya ia beriktikaf pada malam-malam ganjil. Jika tidak mampu, maka hendaknya ia beriktikaf pada malam ke-27. Jika masih tidak mampu, maka hendaknya ia beriktikaf meskipun hanya sebentar. Diriwayatkan bahwa salah seorang sahabat yang bernama Ya‘la bin Umayyah radhiyallahu anhu pernah beriktikaf selama satu jam.


Footnote:

[1] Dipilih dan disadur serta diterjemahkan dari kitab Suthur min al-Naql wa al-‘Aql wa al-Fikr (Kumpulan Tweet al-Syaikh al-Muhaddits Abdul Aziz bin Marzuq al-Tharifi –hafizhahullah-)

[2] H.R. Ahmad (no. 25136).

Artikel BEBERAPA FIKIH PUASA DAN HUKUM TERKAIT RAMADAN (BAGIAN KETUJUH) pertama kali tampil pada MARKAZSUNNAH.COM | MENEBAR SUNNAH MENUAI HIKMAH.

]]>
https://markazsunnah.com/beberapa-fikih-puasa-dan-hukum-terkait-ramadan-bagian-ketujuh/feed/ 0
BEBERAPA FIKIH PUASA DAN HUKUM TERKAIT RAMADAN (BAGIAN KEENAM) https://markazsunnah.com/beberapa-fikih-puasa-dan-hukum-terkait-ramadan-bagian-keenam/ https://markazsunnah.com/beberapa-fikih-puasa-dan-hukum-terkait-ramadan-bagian-keenam/#respond Mon, 17 Mar 2025 08:47:51 +0000 https://markazsunnah.com/?p=7667 BEBERAPA FIKIH PUASA DAN HUKUM TERKAIT RAMADAN[1] (BAGIAN KEENAM) Keutamaan Sepuluh Ramadan Terakhir 💎 Paruh kedua Ramadan lebih ditekankan untuk meningkatkan kesungguhan dalam ibadah dibandingkan paruh pertamanya. Demikianlah yang tampak dari amalan Nabi ﷺ dan para sahabatnya. 💎 Memberikan ucapan selamat atas datangnya sepuluh hari terakhir Ramadan adalah sesuatu yang baik. Tidak ada hadis khusus […]

Artikel BEBERAPA FIKIH PUASA DAN HUKUM TERKAIT RAMADAN (BAGIAN KEENAM) pertama kali tampil pada MARKAZSUNNAH.COM | MENEBAR SUNNAH MENUAI HIKMAH.

]]>
BEBERAPA FIKIH PUASA DAN HUKUM TERKAIT RAMADAN[1] (BAGIAN KEENAM)

Keutamaan Sepuluh Ramadan Terakhir

💎 Paruh kedua Ramadan lebih ditekankan untuk meningkatkan kesungguhan dalam ibadah dibandingkan paruh pertamanya. Demikianlah yang tampak dari amalan Nabi ﷺ dan para sahabatnya.

💎 Memberikan ucapan selamat atas datangnya sepuluh hari terakhir Ramadan adalah sesuatu yang baik. Tidak ada hadis khusus menyebutkan tentang lafaznya, akan tetapi sebaiknya memilih ungkapan dalam ucapan selamat itu yang menggabungkan antara motivasi untuk beribadah dan doa keberkahan.

💎 Sepuluh malam terakhir bulan Ramadan lebih baik daripada dua puluh malam sebelumnya secara keseluruhan, apalagi dibandingkan dengan waktu lainnya. Setiap amal saleh yang memiliki keutamaan akan menjadi lebih utama dalam sepuluh malam ini, dan amal yang sedikit pun akan memiliki bobot yang besar dalam timbangan.

💎 Hari-hari terbaik dalam sepuluh hari pertama bulan Zulhijah adalah hari terakhirnya, yaitu Hari Arafah dan Hari Nahr (Idul Adha), sebagaimana pula halnya dalam bulan Ramadan, bagian terbaiknya adalah akhirnya. Barang siapa yang kurang dalam memanfaatkan awal sepuluh hari Ramadan, hendaklah ia mengejar ketertinggalannya di akhirnya, karena sesungguhnya amalan itu dinilai berdasarkan akhirnya.

💎 Ramadan adalah bulan terbaik. Agar semangat tidak melemah di akhirnya, Allah menjadikan bagian akhirnya lebih utama daripada awalnya. Orang yang merugi adalah yang menyia-nyiakannya, sedangkan yang beruntung adalah yang menjaganya.

💎 Allah azza wajalla menjadikan akhir Ramadan lebih utama daripada awalnya karena jiwa biasanya bersemangat di awal dan melemah di akhir. Dengan demikian, orang yang jujur dalam imannya akan tetap teguh, sedangkan orang munafik akan melemah. Keteguhan seseorang bergantung pada kadar imannya.

💎 Orang yang kurang beramal di awal Ramadan tetapi berbuat baik di akhirnya lebih baik daripada orang yang beramal di awal tetapi lalai di akhirnya. Sebab, dalam hadis disebutkan:

وَإِنَّمَا الأَعْمَالُ ‌بِالْخَوَاتِيمِ

Artinya: “Sesungguhnya amal itu bergantung pada akhirnya.”[2]

💎 Di antara kesempurnaan akal adalah mempersiapkan bekal terbaik untuk hari kembali. Bekal terbaik untuk perjalanan akhirat adalah di sepuluh hari terakhir ini, agar seseorang mengumpulkan pahala, karena mungkin ia tidak akan melewatinya lagi, sedangkan perjalanannya sangat panjang.


Footnote:

[1] Dipilih dan disadur serta diterjemahkan dari kitab Suthur min al-Naql wa al-‘Aql wa al-Fikr (Kumpulan Tweet al-Syaikh al-Muhaddits Abdul Aziz bin Marzuq al-Tharifi –hafizhahullah-)

[2] H.R. Bukhari (no. 6607) dari Sahl bin Sa’ad radhiyallahu anhu.

Artikel BEBERAPA FIKIH PUASA DAN HUKUM TERKAIT RAMADAN (BAGIAN KEENAM) pertama kali tampil pada MARKAZSUNNAH.COM | MENEBAR SUNNAH MENUAI HIKMAH.

]]>
https://markazsunnah.com/beberapa-fikih-puasa-dan-hukum-terkait-ramadan-bagian-keenam/feed/ 0
BEBERAPA FIKIH PUASA DAN HUKUM TERKAIT RAMADAN (BAGIAN KELIMA) https://markazsunnah.com/beberapa-fikih-puasa-dan-hukum-terkait-ramadan-bagian-kelima/ https://markazsunnah.com/beberapa-fikih-puasa-dan-hukum-terkait-ramadan-bagian-kelima/#respond Mon, 10 Mar 2025 07:12:47 +0000 https://markazsunnah.com/?p=7654 BEBERAPA FIKIH PUASA DAN HUKUM TERKAIT RAMADAN[1] (BAGIAN KELIMA) Salat Tarawih dan Salat Witir 💎 Mendirikan salat malam sepanjang waktu dari Isya hingga Fajar bertentangan dengan sunah, kecuali di bulan Ramadan. Dalam Ramadan, sunahnya adalah menghidupkan malam bagi yang mampu. Tidur di siang hari lebih utama daripada tidur di malam hari bagi orang yang beribadah […]

Artikel BEBERAPA FIKIH PUASA DAN HUKUM TERKAIT RAMADAN (BAGIAN KELIMA) pertama kali tampil pada MARKAZSUNNAH.COM | MENEBAR SUNNAH MENUAI HIKMAH.

]]>
BEBERAPA FIKIH PUASA DAN HUKUM TERKAIT RAMADAN[1] (BAGIAN KELIMA)

Salat Tarawih dan Salat Witir

💎 Mendirikan salat malam sepanjang waktu dari Isya hingga Fajar bertentangan dengan sunah, kecuali di bulan Ramadan. Dalam Ramadan, sunahnya adalah menghidupkan malam bagi yang mampu. Tidur di siang hari lebih utama daripada tidur di malam hari bagi orang yang beribadah secara khusus.

💎 Salat Tarawih dinamakan demikian karena para jemaah beristirahat di sela-sela salat karena panjangnya salat. Umar radhiyallahu ‘anhu memberi waktu istirahat kepada para jemaah selama kira-kira sejarak perjalanan seseorang dari masjid ke bukit Sal’a, yang berjarak sekitar 700 meter dari mereka.

💎 Mereka dahulu memperpanjang salat Tarawih, dan Umar radhiyallahu anhu memberi mereka waktu istirahat di antara rakaatnya. Ayyub al-Sikhtiyani rahimahullah menjadikan waktu istirahat kisaran tiga puluh ayat. Sementara itu, salat sebagian orang di zaman belakangan ini setara dengan waktu istirahat para Salaf.

💎 Tidak mengapa seorang yang salat membawa mushaf, baik sebagai imam maupun sendirian, jika ia tidak menghafalnya atau agar dapat lebih merenungi bacaannya. Hal ini diriwayatkan dari Aisyah radhiyallahu anha dan Anas radhiyallahu anhu. Tabiin Al-Zuhri rahimahullah berkata, “Orang-orang terbaik di antara kami membaca dari mushaf dalam salat di bulan Ramadan.”

💎 Salat Tarawih tidak dilaksanakan secara berjemaah pada masa kekhalifahan Abu Bakar radhiyallahu anhu karena kesibukannya dalam memerangi kaum yang murtad, dan jihad lebih diutamakan daripada Tarawih. Umar radhiyallahu ‘anhu adalah orang yang mengumpulkan kaum muslimin untuk salat Tarawih di belakang imam Ubay bin Ka‘ab radhiyallahu anhu, dan beliau tidak melakukan qunut kecuali pada paruh kedua Ramadan.

💎 Jika dalam rangkaian doa qunut imam terdapat pengagungan kepada Allah, maka tidak mengapa bagi makmum untuk tetap mengucapkan “Amin,” karena itu termasuk dalam bagian permohonan. Zikir pun mengandung doa, sebagaimana disebutkan dalam hadis qudsi: Allah azza wajalla berfirman, “Barang siapa yang disibukkan dengan mengingat-Ku hingga tidak sempat memohon kepada-Ku, maka Aku akan memberinya sesuatu yang lebih baik dari apa yang diberikan kepada para pemohon.” Hadis ini diriwayatkan melalui berbagai jalur dalam kitab-kitab Sunan dan lainnya.[2]

💎 Orang yang mengucapkan “Amin” di belakang orang yang berdoa sama seperti orang yang berdoa itu sendiri. Allah azza wajalla berfirman:

وَقالَ مُوسى رَبَّنا ….

Artinya: “Dan Musa berkata: ‘Wahai Tuhan kami…’” (QS. Yunus: 88)

kemudian di ayat selanjutnya:

قالَ ‌قَدْ ‌أُجِيبَتْ ‌دَعْوَتُكُما

Artinya: “(Allah berfirman) Sungguh, doa kalian berdua telah dikabulkan.” (QS. Yunus: 89).

Padahal yang berdoa hany a satu, tetapi jawaban diberikan kepada keduanya, yaitu Musa dan Harun alaihima assalam.

💎 Sunahnya, seseorang mengucapkan “Subhanal Malikil Quddus” tiga kali setelah salat witir, dengan mengeraskannya dan meninggikan suaranya lebih pada kali ketiga. Adapun istigfar dan tahlil setelah witir, tidak dikenal dalam sunah.


Footnote:

[1] Dipilih dan disadur serta diterjemahkan dari kitab Suthur min al-Naql wa al-‘Aql wa al-Fikr (Kumpulan Tweet al-Syaikh al-Muhaddits Abdul Aziz bin Marzuq al-Tharifi –hafizhahullah-)

[2] Diriwayatkan antara lain oleh Ibnu Abi Syaibah dalam al-Mushannaf (16/149) dari Malik bin al-Harits, Al-Bukhari dalam Khalqu Af’al al-‘Ibad (hal. 109), Ibnu Syahin dalam at-Targhib (no. 154) dan al—Baihaqi dalam Syu’ab al-Iman (no. 567) kesemuanya dari Umar bin al-Khaththab radhiyallahu anhu. Diriwayatkan juga oleh  Abu Nuaim dalam Hilyah al-Auliya’ (7/313) dari Hudzaifah bin Yaman radhiyallahu anhuma dan al-Qudhai dalam Musnad al-Syihab (no. 584) dari Jabir bin Abdullah radhiyallahu anhuma.

Artikel BEBERAPA FIKIH PUASA DAN HUKUM TERKAIT RAMADAN (BAGIAN KELIMA) pertama kali tampil pada MARKAZSUNNAH.COM | MENEBAR SUNNAH MENUAI HIKMAH.

]]>
https://markazsunnah.com/beberapa-fikih-puasa-dan-hukum-terkait-ramadan-bagian-kelima/feed/ 0
BEBERAPA FIKIH PUASA DAN HUKUM TERKAIT RAMADAN (BAGIAN KEEMPAT) https://markazsunnah.com/beberapa-fikih-puasa-dan-hukum-terkait-ramadan-bagian-keempat/ https://markazsunnah.com/beberapa-fikih-puasa-dan-hukum-terkait-ramadan-bagian-keempat/#respond Sat, 08 Mar 2025 09:07:43 +0000 https://markazsunnah.com/?p=7648 BEBERAPA FIKIH PUASA DAN HUKUM TERKAIT RAMADAN[1] (BAGIAN KEEMPAT) Pembatal Puasa dan Hal yang Tidak Membatalkannya 💎 Segala sesuatu yang tidak sampai ke lambung dan tidak berfungsi seperti sesuatu yang masuk ke dalamnya tidak membatalkan puasa, seperti yang hanya mencapai paru-paru saja, contohnya nebulizer (obat uap asma), wewangian, asap dupa, dan mencium aroma makanan. 💎 […]

Artikel BEBERAPA FIKIH PUASA DAN HUKUM TERKAIT RAMADAN (BAGIAN KEEMPAT) pertama kali tampil pada MARKAZSUNNAH.COM | MENEBAR SUNNAH MENUAI HIKMAH.

]]>
BEBERAPA FIKIH PUASA DAN HUKUM TERKAIT RAMADAN[1] (BAGIAN KEEMPAT)

Pembatal Puasa dan Hal yang Tidak Membatalkannya

💎 Segala sesuatu yang tidak sampai ke lambung dan tidak berfungsi seperti sesuatu yang masuk ke dalamnya tidak membatalkan puasa, seperti yang hanya mencapai paru-paru saja, contohnya nebulizer (obat uap asma), wewangian, asap dupa, dan mencium aroma makanan.

💎 Puasa tidak batal karena air liur, begitu pula dengan bersiwak (menggunakan kayu siwak meskipun basah ataupun sikat gigi), pasta gigi, serta tetes telinga, tetes mata, celak dan muntah menurut pendapat yang sahih.

💎 Di antara hal-hal yang tidak membatalkan puasa adalah pemeriksaan darah menurut pendapat yang lebih kuat, suntikan intramuskular (pada otot seperti vaksin), penggunaan oksigen, mimpi basah, menelan air liur, dan sisa makanan yang masih ada di mulut setelah imsak.

💎 Termasuk hal yang tidak membatalkan puasa adalah luka seperti darah dari gusi dan gigi selama tidak masuk ke dalam lambung, serta suntikan anestesi lokal dan enema (suntikan dubur).

💎 Diperbolehkan bagi orang yang berpuasa untuk mencicipi makanan dan mengeluarkannya kembali, seperti berkumur. Hal ini diberikan keringanan oleh sekelompok ulama, seperti Ibnu Abbas radhiyallahu anhuma, yang membolehkan mencicipi makanan yang ingin dibeli. Al-Hasan Al-Basri juga pernah mengunyahkan kacang untuk cucunya sementara ia sedang berpuasa.

💎 Merokok membatalkan puasa karena asapnya sengaja dikumpulkan di mulut dan sebagian besarnya mencapai lambung. Oleh karena itu, para dokter sepakat bahwa rokok menjadi salah satu penyebab kanker lambung dan iritasi lambung, sehingga orang Arab  menyebut merokok sebagai syurb (minum).


Footnote:

[1] Dipilih dan disadur serta diterjemahkan dari kitab Suthur min al-Naql wa al-‘Aql wa al-Fikr (Kumpulan Tweet al-Syaikh al-Muhaddits Abdul Aziz bin Marzuq al-Tharifi –hafizhahullah-)

Artikel BEBERAPA FIKIH PUASA DAN HUKUM TERKAIT RAMADAN (BAGIAN KEEMPAT) pertama kali tampil pada MARKAZSUNNAH.COM | MENEBAR SUNNAH MENUAI HIKMAH.

]]>
https://markazsunnah.com/beberapa-fikih-puasa-dan-hukum-terkait-ramadan-bagian-keempat/feed/ 0
BEBERAPA FIKIH PUASA DAN HUKUM TERKAIT RAMADAN (BAGIAN KETIGA) https://markazsunnah.com/beberapa-fikih-puasa-dan-hukum-terkait-ramadan-bagian-ketiga/ https://markazsunnah.com/beberapa-fikih-puasa-dan-hukum-terkait-ramadan-bagian-ketiga/#respond Fri, 07 Mar 2025 10:19:44 +0000 https://markazsunnah.com/?p=7643 BEBERAPA FIKIH PUASA DAN HUKUM TERKAIT RAMADAN[1] (BAGIAN KETIGA) Sahur dan Berbuka Puasa 💎 Sepatutnya tidak meninggalkan makan sahur, meskipun hanya dengan sesuatu yang sedikit. Diriwayatkan dalam hadis, ‌السَّحُورُ ‌أَكْلُهُ ‌بَرَكَةٌ، فَلَا تَدَعُوهُ وَلَوْ أَنْ يَجْرَعَ أَحَدُكُمْ جُرْعَةً مِنْ مَاءٍ Artinya: “Sahur adalah makanan yang penuh berkah, maka janganlah kalian meninggalkannya, walaupun hanya dengan meneguk […]

Artikel BEBERAPA FIKIH PUASA DAN HUKUM TERKAIT RAMADAN (BAGIAN KETIGA) pertama kali tampil pada MARKAZSUNNAH.COM | MENEBAR SUNNAH MENUAI HIKMAH.

]]>
BEBERAPA FIKIH PUASA DAN HUKUM TERKAIT RAMADAN[1] (BAGIAN KETIGA)

Sahur dan Berbuka Puasa

💎 Sepatutnya tidak meninggalkan makan sahur, meskipun hanya dengan sesuatu yang sedikit. Diriwayatkan dalam hadis,

‌السَّحُورُ ‌أَكْلُهُ ‌بَرَكَةٌ، فَلَا تَدَعُوهُ وَلَوْ أَنْ يَجْرَعَ أَحَدُكُمْ جُرْعَةً مِنْ مَاءٍ

Artinya: “Sahur adalah makanan yang penuh berkah, maka janganlah kalian meninggalkannya, walaupun hanya dengan meneguk seteguk air.”[2]

💎 Dianjurkan agar sahur dilakukan dengan kurma atau disertai kurma. Ini adalah sunah yang sering dilupakan oleh banyak orang, karena mereka mengira bahwa kurma hanya disunnahkan untuk berbuka puasa. Dalam hadis Abu Hurairah radhiyallahu anhu, Nabi ﷺ bersabda:

نِعْمَ ‌سَحُورُ المُؤمِنِ التَّمْرُ

Artinya: “Sebaik-baik sahur bagi seorang mukmin adalah kurma.” (Diriwayatkan oleh Abu Daud dengan sanad yang sahih).

💎 Dianjurkan untuk menyegerakan salat Subuh di bulan Ramadan setelah waktu masuknya telah dipastikan. Zaid bin Tsabit radhiyallahu anhu berkata, “Jarak antara sahur dan masuknya mengerjakan salat kira-kira seukuran seseorang membaca lima puluh ayat”, yang bagi seseorang yang membaca dengan perlahan kira-kira memakan waktu 10 menit.

💎 Sebaiknya berbuka puasa dengan kurma, dan jumlah sunah yang paling sedikit adalah tiga butir kurma, lalu minum beberapa teguk air. Tidak ada riwayat yang sahih bahwa Nabi ﷺ makan sesuatu selain itu sebelum salat (Magrib), tetapi setelah salat beliau makan apa yang beliau kehendaki.

💎 Jika seorang yang berpuasa yakin bahwa matahari telah terbenam berdasarkan jadwal waktu yang valid, maka disunnahkan baginya untuk berbuka, meskipun azan di masjid belum dikumandangkan. Sebab, berbuka dan azan sama-sama terkait dengan waktu terbenamnya matahari, dan salah satu dari keduanya tidak bergantung pada yang lain.

💎 Barang siapa yang telah yakin matahari telah terbenam tetapi menunda berbuka karena menunggu azan masjid, maka ia menyelisihi sunah. Saat ini, jadwal waktu telah digunakan baik oleh muazin maupun lainnya. Ibnu Umar radhiyallahu anhuma sendiri berbuka begitu yakin matahari telah terbenam, meskipun azan belum dikumandangkan di masjid.


Footnote:

[1] Dipilih dan disadur serta diterjemahkan dari kitab Suthur min al-Naql wa al-‘Aql wa al-Fikr (Kumpulan Tweet al-Syaikh al-Muhaddits Abdul Aziz bin Marzuq al-Tharifi –hafizhahullah-)

[2] H.R. Ahmad dalam kitabnya al-Musnad dari sahabat Abu Said al-Khudri radhiyallahu anhu, no. 11086.

Artikel BEBERAPA FIKIH PUASA DAN HUKUM TERKAIT RAMADAN (BAGIAN KETIGA) pertama kali tampil pada MARKAZSUNNAH.COM | MENEBAR SUNNAH MENUAI HIKMAH.

]]>
https://markazsunnah.com/beberapa-fikih-puasa-dan-hukum-terkait-ramadan-bagian-ketiga/feed/ 0
BEBERAPA FIKIH PUASA DAN HUKUM TERKAIT RAMADAN (BAGIAN KEDUA) https://markazsunnah.com/beberapa-fikih-puasa-dan-hukum-terkait-ramadan-bagian-kedua/ https://markazsunnah.com/beberapa-fikih-puasa-dan-hukum-terkait-ramadan-bagian-kedua/#respond Thu, 06 Mar 2025 08:55:35 +0000 https://markazsunnah.com/?p=7636 BEBERAPA FIKIH PUASA DAN HUKUM TERKAIT RAMADAN[1] (BAGIAN KEDUA) Kehormatan Bulan Ramadan, Rukhsah dan Adab Berpuasa 💎 Orang yang paling besar kerugiannya adalah mereka yang menyambut Ramadan dengan kemaksiatan, sementara orang lain menyambutnya dengan ketaatan. Orang yang paling merugi adalah mereka yang merugi di suatu pasar di mana setiap orang yang berjual beli di situ […]

Artikel BEBERAPA FIKIH PUASA DAN HUKUM TERKAIT RAMADAN (BAGIAN KEDUA) pertama kali tampil pada MARKAZSUNNAH.COM | MENEBAR SUNNAH MENUAI HIKMAH.

]]>
BEBERAPA FIKIH PUASA DAN HUKUM TERKAIT RAMADAN[1] (BAGIAN KEDUA)

Kehormatan Bulan Ramadan, Rukhsah dan Adab Berpuasa

💎 Orang yang paling besar kerugiannya adalah mereka yang menyambut Ramadan dengan kemaksiatan, sementara orang lain menyambutnya dengan ketaatan. Orang yang paling merugi adalah mereka yang merugi di suatu pasar di mana setiap orang yang berjual beli di situ mendapatkan keuntungan.

💎 Memudah-mudahkan untuk melakukan hal-hal yang diharamkan di bulan Ramadan dapat mengurangi pahala, bahkan mungkin menghilangkan ganjaran puasa. Diriwayatkan dari Anas bin Malik radhiyallahu anhu dan Ibrahim An-Nakha’i rahimahullah bahwa gibah (menggunjing) membatalkan puasa, yaitu menghilangkan pahalanya hingga seakan-akan ia tidak berpuasa.

💎 Barang siapa yang kejahatannya semakin bertambah di bulan Ramadan, maka itu menunjukkan bahwa setannya yang terbelenggu sebenarnya lebih sedikit kejahatannya dibanding dirinya sendiri. Setan tersebut sebelumnya menghalanginya dari kejahatan yang lebih besar, namun ketika setannya dibelenggu, maka terlepaslah kendalinya… Inilah konsekuensi yang difahami dari hadis tersebut.

💎 Kadang ada seseorang yang mungkin tidak membutuhkan setannya untuk menyesatkannya, karena ia sudah sesat dengan sendirinya. Oleh karena itu, terbelenggunya setan di bulan Ramadan tidak berpengaruh padanya. Allah Ta’ala berfirman

قَالَ قَرِيْنُهُ رَبّنَا ‌مَا ‌أَطْغَيْته وَلَكِنْ كَانَ فِي ضَلَالٍ بَعِيْدٍ

Artinya: “Temannya (setan) berkata: ‘Wahai Tuhan kami, aku tidak menyesatkannya, tetapi dialah yang telah berada dalam kesesatan yang jauh.'” (QS. Qaf: 27).

💎 Diharamkan berpuasa bagi orang yang memiliki dugaan kuat bahwa puasanya akan membahayakan nyawanya. Abu Hurairah radhiyallahu anhu menganggap orang seperti itu sebagai orang yang membunuh dirinya sendiri. Diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu bahwa beliau berkata, “Jika ia meninggal dunia, aku tidak akan mensalatkannya”, sanadnya sahih.

💎 Wanita hamil dan menyusui diperbolehkan tidak berpuasa jika mereka khawatir terhadap diri mereka sendiri atau anak mereka, berdasarkan kesepakatan ulama. Pendapat yang lebih kuat dalam masalah ini adalah wajibnya qada (mengganti puasa) tanpa dikenakan fidiah. Ini adalah pendapat yang lebih kuat dari Ibnu Abbas radhiyallahu anhuma dan Ibnu Umar radhiyallahu anhuma.

💎 Ucapan seorang yang berpuasa “Innī shāim” (Sesungguhnya aku sedang berpuasa) ketika bertengkar adalah sunah yang banyak dilupakan oleh orang-orang. Ucapan ini memiliki beberapa manfaat, di antaranya:

  1. Mengingatkan lawan debat bahwa diamnya bukan karena kelemahan, tetapi ia menahan diri karena Allah.
  2. Mengingatkan akan kehormatan ibadah puasa yang tidak pantas dicampuri dengan keburukan.

Footnote:

[1] Dipilih dan disadur serta diterjemahkan dari kitab Suthur min al-Naql wa al-‘Aql wa al-Fikr (Kumpulan Tweet al-Syaikh al-Muhaddits Abdul Aziz bin Marzuq al-Tharifi –hafizhahullah-)

Artikel BEBERAPA FIKIH PUASA DAN HUKUM TERKAIT RAMADAN (BAGIAN KEDUA) pertama kali tampil pada MARKAZSUNNAH.COM | MENEBAR SUNNAH MENUAI HIKMAH.

]]>
https://markazsunnah.com/beberapa-fikih-puasa-dan-hukum-terkait-ramadan-bagian-kedua/feed/ 0