20 FAEDAH TERKAIT BULAN RAJAB (BAGIAN PERTAMA)

1616
20 FAEDAH TERKAIT BULAN RAJAB BAGIAN PERTAMA
20 FAEDAH TERKAIT BULAN RAJAB BAGIAN PERTAMA
Perkiraan waktu baca: 6 menit

20 FAEDAH TERKAIT BULAN RAJAB(1) (BAGIAN PERTAMA)

Segala puji bagi Allah subhanahu wa taala, dan selawat serta keselamatan semoga senantiasa tercurahkan kepada baginda Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam.

Tulisan ini merupakan beberapa ringkasan mengenai bulan Rajab dari berbagai kajian, khotbah dan kegiatan ilmiah yang disajikan oleh Syekh Muhammad Saleh al-Munajjid hafizhahullahu ta’ala terkait tema ini. Semoga Allah senantiasa memberikan manfaat pada materi ini dan selainnya, juga memberikan ganjaran kebaikan kepada siapa saja yang ikut andil dan membantu dalam menyiapkan dan menyebarkannya.

Faedah Pertama: Bulan Rajab merupakan bulan yang ketujuh dari bulan hijriyah, di mana penamaannya diambil dari kata الترجيب atau “al-tarjib” yang berarti “pengagungan”, hal tersebut dikarenakan orang-orang jahiliah terdahulu mengagungkan bulan ini dan tidak memperbolehkan adanya peperangan di dalamnya.(2) Juga pernah dinamakan sebagai “Rajab al-asham” atau “bulan Rajab yang tuli”, hal ini dikarenakan tidak didengarnya pergerakan perang di dalam bulan ini dan tidak adanya suara senjata karena ia termasuk ke dalam bulan-bulan haram (bulan mulia yang diharamkan perang di dalamnya, pen.) bak seorang tuna rungu yang tak bisa mendengar.(3)

Mereka juga menamainya dengan “Munshil al-sinnah” artinya “yang mengeluarkan tombak dan panah dari tempatnya”. Alasan dari penamaan ini adalah karena ketika masuk bulan Rajab, mereka kemudian melepas ujung tombak dan ujung anak panah mereka  agar tidak berperang di bulan itu, yang mana hal ini menjadi bentuk pengagungan mereka terhadapnya (bulan Rajab).(4)

Faedah Kedua: Bulan Rajab adalah salah satu dari empat bulan-bulan yang mulia, tiga di antaranya berurutan yaitu Zulkaidah, Zulhijah, dan Muharam, kemudian Rajab yang terpisah, sebagaimana firman Allah subhanahu wa taala,

إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِنْدَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِي كِتَابِ اللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ فَلَا تَظْلِمُوا فِيهِنَّ أَنْفُسَكُمْ وَقَاتِلُوا الْمُشْرِكِينَ كَافَّةً كَمَا يُقَاتِلُونَكُمْ كَافَّةً وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ مَعَ الْمُتَّقِينَ

“Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu, dan perangilah kaum musyrikin itu semuanya sebagaimana merekapun memerangi kamu semuanya, dan ketahuilah bahwasanya Allah beserta orang-orang yang bertakwa.” (Q.S. al-Taubah, ayat 36)

Dan dalam hadis disebutkan,

إِنَّ الزَّمَانَ قَدِ اسْتَدَارَ كَهَيْئَتِهِ يَوْمَ خَلَقَ اللَّهُ السَّمَوَاتِ وَالأَرْضَ، السَّنَةُ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا، مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ، ثَلاَثٌ مُتَوَالِيَاتٌ: ذُو القَعْدَةِ، وَذُو الحِجَّةِ، وَالمُحَرَّمُ، وَرَجَبُ، مُضَرَ الَّذِي بَيْنَ جُمَادَى، وَشَعْبَانَ

“Sesungguhnya zaman (tahun) ini telah berputar sesuai dengan aslinya ketika Allah menciptakan langit dan bumi. Setahun dua belas bulan, di antaranya empat bulan haram, tiga bulan berturut-turut: Zulkaidah, Zulhijah, Muharam dan keempat adalah Rajab yang diagungkan kabilah Mudhar yang berada di antara bulan Jumadilakhir dan Syakban.”(5)

Baca juga:  20 FAEDAH TERKAIT BULAN RAJAB (BAGIAN KEDUA)

Faedah Ketiga: Bulan-bulan yang mulia ini termasuk bulan Rajab di dalamnya, ialah bulan-bulan yang agung di sisi Allah ta’ala, diharamkan di dalamnya kezaliman terhadap jiwa, baik dengan bermaksiat atau melanggar batasan-batasan Allah, sebagaimana firman Allah,

فَلَا تَظۡلِمُواْ فِيهِنَّ أَنفُسَكُمۡۚ

“…maka janganlah kamu menganiaya diri kamu….” (Q.S. al-Taubah: 36)

Maksudnya, janganlah kalian menganiaya diri kalian di bulan-bulan yang mulia ini karena larangan berbuat dosa padanya lebih tegas dibandingkan dengan bulan selainnya, karena perbuatan zalim dan dosa meskipun terlarang di bulan yang lain, akan tetapi  kezaliman dan perbuatan dosa pada bulan-bulan haram itu pelarangannya jauh lebih tegas disebabkan oleh  keagungannya dan besarnya tingkat kemuliannya di sisi Allah ta’ala.

Qatadah rahimahullahu ta’ala berkata, “Sesungguhnya berbuat zalim di dalam bulan-bulan suci lebih besar kesalahan dan dosanya daripada berbuat zalim di dalam bulan lainnya, walaupun suatu kezaliman, apapun bentuknya, merupakan dosa besar, akan tetapi Allah mengagungkan suatu perkara  sesuai dengan kehendak-Nya.”(6)

Faedah Keempat: Setiap muslim wajib mengagungkan bulan-bulan haram, dengan menjaga batasan-batasan Allah ta’ala di dalamnya,  mendirikan perkara-perkara yang Allah perintahkan dan menunaikan perkara-perkara yang Allah wajibkan serta bersemangat dalam ketaatan dan peribadatan kepada-Nya dengan tata cara yang Allah ridai, dan berhati-hati dari perbuatan zalim terhadap diri sendiri dengan melanggar perkara-perkara yang Allah haramkan dan mengerjakan perkara-perkara yang membuat Allah marah serta melanggar batasan-batasan-Nya di bulan-bulan yang suci ini dan di bulan-bulan lainnya.

Faedah Kelima: Tidak terdapat hadis khusus yang berkaitan dengan keutamaan bulan Rajab.

Al-Hafizh Ibn Hajar rahimahullahu ta’ala berkata, “Tidak terdapat riwayat yang sahih yang layak dijadikan dalil  tentang keutamaan bulan Rajab (secara khusus), juga tentang puasa di dalamnya, puasa di hari tertentu, dan juga tidak ada riwayat berkaitan dengan salat lail yang dikhususkan di bulan ini.”(7)

Faedah Keenam: Tidak diperbolehkan mengkhususkan ibadah tertentu di bulan Rajab yang kemudian diyakini memiliki keutamaan khusus, seperti berpuasa di sebagian hari-harinya dengan keyakinan puasa di hari-hari tersebut memiliki keutamaan, atau mengerjakan salat khusus di sebagian malamnya dengan keyakinan salat-salat itu memiliki keutamaan, atau mengkhususkan doa-doa tertentu yang diyakini memiliki keutamaan dalam bulan Rajab. Semua yang disebutkan di atas merupakan bagian dari bid’ah.

Oleh karena itu, tidak ada keutamaan untuk suatu waktu atas waktu yang lain kecuali apa yang telah ditetapkan oleh syariat sebagai hal yang memiliki keutamaan dengan sebuah jenis dari ibadah.

Syekh Islam Ibn Taimiyah rahimahullahu ta’ala berkata, “Menjadikan sebuah musim selain musim-musim yang ditetapkan syariat, seperti sebagian malam pada bulan Rabiulawal yang dianggap sebagai malam kelahiran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, atau sebagain malam pada bulan Rajab merupakan bagian dari bid’ah yang tidak dianjurkan dan tidak pernah dikerjakan oleh generasi terdahulu.”(8)

Baca juga:  32 FAEDAH TERKAIT BULAN SYAKBAN (BAGIAN PERTAMA)

Faedah Ketujuh: Tidak diperbolehkan mengkhususkan bulan Rajab dengan sebuah puasa yang hanya dikerjakan pada bulan Rajab saja dan tidak pada bulan-bulan selainnya karena dianggap memiliki keutamaan khusus. Akan tetapi, jika ia berpuasa di dalamnya, yang didasari dengan keyakinan bahwa bulan Rajab adalah bagian dari bulan-bulan yang mulia dan ia juga berpuasa di bulan haram yang lain maka tidak mengapa, sebagaimana yang diriwayatkan dalam sebuah hadis,

صُمْ مِنَ الْحُرُمِ وَاتْرُكْ

“Berpuasalah di sebagian bulan haram, dan janganlah berpuasa seluruhnya.” (9)

Begitu pula jika ia berpuasa di bulan Rajab dan di bulan Syakban dan Ramadan. Adapun mengkhususkan bulan Rajab saja dengan sebuah puasa maka hal ini tidak disyariatkan.

Puasa yang disyariatkan untuk dikerjakan pada bulan Rajab hanyalah puasa yang juga disyariatkan di bulan-bulan selainnya, seperti puasa Senin dan Kamis, puasa yaum albidh, dan berpuasa selang-seling  (puasa Daud, pen.).

Telah diriwayatkan  dari  Umar bin Khattab radiallahu anhu bahwa beliau pernah memukul telapak tangan para manusia di bulan Rajab, sampai mereka meletakkannya di sebuah bejana. Kemudian Umar berkata, “Makanlah, karena sesungguhnya ini adalah sebuah bulan yang dahulu pernah diagungkan oleh orang jahiliah.”(10)

Ibn ‘Abbas radiallahu ‘anhuma pernah melarang berpuasa sebulan penuh di bulan Rajab, agar tidak dijadikan sebagai hari raya.”(11)

Syekh Islam Ibn Taimiyah rahimahullahu ta’ala berkata, “Terkhusus puasa di bulan Rajab, semua hadisnya lemah, bahkan palsu, para ahli ilmu tidak pernah berpegang dengannya, juga bukan kategori hadis lemah yang diriwayatkan dalam fadhail (keutamaan beramal, pen.), bahkan seluruhnya merupakan hadis palsu lagi dusta.”(12)

Dan Imam Ibnul Qayyim rahimahullahu ta’ala berkata, “Dan setiap hadis yang di dalamnya terdapat penyebutan puasa Rajab dan salat di sebagian malamnya, maka ia adalah dusta dan dibuat-buat.”(13)

Dan beliau rahimahullah juga berkata, “Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam tidak pernah berpuasa tiga bulan berturut-turut seperti yang biasa dilakukan oleh sebagian orang, juga tidak pernah berpuasa Rajab (secara khusus), juga tidak pernah menganjurkannya.”(14)

Faedah Kedelapan: Siapa saja yang bernazar untuk berpuasa Rajab, maka hendaknya ia menebusnya dengan kaffarah yamin, karena mengkhususkannya dengan puasa merupakan bagian dari amalan jahiliah, ia merupakan nazar yang makruh, yang tidak wajib untuk ditunaikan.(15)

Faedah Kesembilan: Tidak terdapat sebuah riwayat pun bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pernah umrah di bulan Rajab, bahkan Aisyah radiallahu ‘anha mengingkarinya tatkala Abdullah Ibnu Umar ditanya perihal seberapa banyak Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menunaikan umrah. Abdullah bin Umar menjawab, ”Empat kali, salah satunya beliau kerjakan di bulan Rajab.” Hal itu kemudian sampai kepada Aisyah radiallahu ‘anha, kemudian berkata, ”Semoga Allah merahmati Abu Abdirrahman (Abdullah Ibn Umar). Tidaklah Nabi melaksanakan umrah kecuali ia (Aisyah) menyaksikannya, dan Nabi tak pernah umrah di bulan Rajab.” Dan Ibnu Umar mendengarnya, akan tetapi ia sama sekali tidak menafikan apa yang disampaikan ‘Aisyah, juga tidak mengiyakannya, bahkan ia hanya diam.(16)

Baca juga:  23 FAEDAH TERKAIT HARI TASYRIK

Sehingga dalam hal ini terdapat kekeliruan dari Ibnu Umar radiallahu ‘anhuma, atau beliau lupa, atau ragu, sehingga beliau tidak mengingkari apa yang disampaikan Ummul mukminin, Aisyah radiallahu ‘anha.(17)

Faedah Kesepuluh: Terdapat riwayat dari salaf, yaitu sebagian sahabat dan tabiin tentang dianjurkannya mengerjakan umrah di bulan Rajab, karena Rajab termasuk bulan haram yang diagungkan di pertengahan tahun. Di antara mereka adalah Umar Ibn Khattab, anaknya (Abdullah), Ummul Mukminin Aisyah, al-Aswad al-Nakha’i, Qasim bin Muhammad, dan selainnya, dan Ibn Sirin menukil dari sebagian salaf bahwa mereka (salaf) pernah melaksanakan umrah di bulan Rajab.(18)

Syekh Ibn Utsaimin rahimahullah berkata, “Para salaf berbeda pendapat, apakah melaksanakan umrah di bulan Rajab merupakan sunah atau bukan.  Sebagian dari mereka berpendapat bahwa umrah di bulan Rajab adalah sunah, dan sebagian yang lain berpendapat bahwa hal itu bukanlah sunah, karena jika ia adalah sunah maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam akan menjelaskannya, baik dengan ucapannya atau dengan perbuatan beliau…. Dan saya tidaklah melihat adanya dalil yang gamblang akan disunahkannya pelaksanaan umrah di bulan Rajab.”(19)

 


Footnote:

(1) Tulisan ini disadur dan diterjemahkan dari situs resmi Syekh Muhammad Saleh al-Munajjid hafizhahullah: https://almunajjid.com/books/lessons/107 dan juga telah dicetak dalam format e-sebuah buku oleh Zad Group.

(2) Lihat: Maqayiis al-Lughah, karya Ibn Faris (2/495) dan Lisan al-‘Arab, karangan Ibn al-Manzur (1/411).

(3) Lihat: Lisan al-‘Arab (12/344).

(4) Lihat : Sahih al-Bukhari, no. 3477, dan Lisan al-‘Arab (11/663).

(5) Sahih al-Bukhari, no. 3197, dan Sahih Muslim, no.1679.

(6) Tafsir al-Thabari (14/238), dan Tafsir Ibn Katsir (4/148).

(7) Tabyin al-‘Ajab Bima Warada fi Syahri Rajab, hal. 11.

(8) Majmu’ al-Fatawa (25/298), dikutip dengan ringkas.

(9) H.R. Abu Daud, no. 2428 dan dilemahkan oleh al-Albani.

(10) Diriwayatkan oleh Ibn Abi Syaibah di dalam al-Mushannaf, no. 9851 dan disahihkan oleh Albani dalam al-Irwa’, no. 957.

(11) Mushannaf Abdurazzaq, no. 7854.

(12) Majmu’ al-Fatawa (25/290).

(13) Al-Manar al-Munif fi al-Sahih wa al-Daif, hal. 96.

(14) Zad al-Ma’ad (2/61).

(15) Lihat: Fatawa al-Lajnah al-Daimah (23/220).

(16) H.R. Bukhari, no. 1775 dan Muslim, no. 1255.

(17) Syarh al-Nawawi ‘ala Sahih Muslim (8/ 234).

(18) Lihat : Mushannaf Ibn Abi Syaibah, no. 13501, 13500, 13499 dan 13497

(19) Fatawa Ibn Utsaimin (8/ 20).

Subscribe
Notify of
guest
1 Komentar
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
Rafi

Ma saya Allah, jazakallohu ust atas penjelasannya, semoga ilmunya diberkahi…amiiin.